UU Belum Jamin Pemerataan Penyaluran Gas
Berita

UU Belum Jamin Pemerataan Penyaluran Gas

Perlu langkah taktis dan cepat menguraikan permasalahan sistem tata kelola gas.

KAR
Bacaan 2 Menit
UU Belum Jamin Pemerataan Penyaluran Gas
Hukumonline
Ketua Pengkajian Energi Universitas Indonesia (UI) Prof Iwa Garniwa mengingatkan, saat ini terdapat banyak tumpang tindih pengaturan mengenai gas dalam undang-undang. Di sisi lain, ia melihat undang-undang serta peraturan turunannya tidak mampu meningkatkan pembangunan infrastruktur gas di dalam negeri. Akibatnya, penyaluran dari sumber ke konsumen belum merata.

"Perlu langkah taktis dan cepat menguraikan permasalahan sistem tata kelola gas. Undang-undang yang masih tumpang tindih tidak mampu meningkatkan pembangunan infrastruktur dan penyalurannya ke konsumen,” tuturnya dalam seminar "Quo Vadis Sistem Tata Kelola Gas Indonesia" di Kampus UI, Rabu (26/2).

Ia menegaskan, kemampuan mengatasi permasalahan sistem tata kelola gas akan mengurangi kebutuhan subsidi energi di Indonesia. Soalnya, Iwa melihat sampai saat ini kebijakan pemerintah masih mengandalkan energi fosil sebagai devisa negara di mana lebih 50 persen produksi gas Indonesia diekspor. Padahal, data BPS menunjukan angka cadangan minyak di Indonesia sebesar hanya 0,2 persen dan gas sebesar 1,6 persen dari cadangan seluruh dunia.

“Indonesia bukanlah negara kaya akan energi fosil seperti minyak, gas dan batubara. Karena itu penggunaan gas baik untuk industri, listrik dan rumah tangga belum optimal sehingga perlu dikelola dengan baik dan diatur sesuai kebutuhan dalam negeri demi mencapai ketahanan energi nasional dalam bauran energi,” ujarnya.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, kebutuhan gas untuk konsumsi, transportasi, maupun industri semakin meningkat. Menurut Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, hal itu juga menjadi bagian tanggung jawab perusahaan gas. "Peran perusahaan gas, bagaimana menghubungkan ini, infrastruktur gas harus dibangun, memang gas bisa ditiup?," ujarnya retoris.

Susilo menambahkan, pembangunan infrastruktur gas harus dilakukan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan yang terus meningkat. Sejalan dengan itu, Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) juga perlu banyak dibangun di kawasan yang memiliki potensi gas alam. Ini agar kebutuhan listrik semakin mudah dipenuhi.

Selain itu, untuk mendukung penambahan infrastuktur ia menegaskan subsidi energi harus dikurangi. Ia mengatakan, kebijakan pengalokasian dana subsidi energi tidak terlalu efektif dan tidak berbekas. Menurutnya, langkah pemerintah dengan memberikan Rp300 triliun per tahun untuk subsidi energi ibarat membuang garam ke laut.

"Subsidi itu killing. Sangat memberatkan anggaran, sehingga secara perlahan harus dikurangi," katanya.
Menurutnya, dana subsidi sebesar Rp 300 trilun tersebut sebaiknya digunakan untuk hal lain. Ia menyebut, dana sebesar itu sangat berarti untuk pembangunan infrastruktur. Sebab, pada akhirnya akan sangat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

“Intinya, dana subsidi bisa untuk ragam keperluan seperti infrastruktur,” ucapnya.

Di sisi lain, Susilo mengakui bahwa dana subsidi memang tidak dapat dihapuskan begitu saja. Namun demikian, ia kukuh bahwa harus tetap ada upaya untuk mulai menguranginya. Soalnya, pemberian subsidi energi tersebut tak membawa dampak signifikan dalam pembangunan.

“Memang tidak bisa dihapus begitu saja, tetapi harus mulai mengurangi,” tegasnya.
Tags:

Berita Terkait