Utak-Atik Posisi Buruh dalam Revisi UU Kepailitan
Berita

Utak-Atik Posisi Buruh dalam Revisi UU Kepailitan

Tampaknya masih berat menempatkan buruh lebih tinggi dari kreditur separatis. Tapi ada celah lain yang bisa dimanfaatkan.

IHW
Bacaan 2 Menit
Utak-Atik Posisi Buruh dalam Revisi UU Kepailitan
Hukumonline

Muhammad Hafidz, Sekretaris Umum Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia terpaksa dua kali menelan pil pahit dari Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah Konstitusi yang sekarang lebih mementingkan kepentingan kapitalis dibanding kepentingan rakyatnya, kata Hafidz setelah MK menolak permohonan uji materi UU Kepailitan, akhir Oktober lalu.

 

Hafidz bersama rekannya di Federasi sudah dua kali mengajukan uji materi terhadap UU Kepailitan. Menurut Federasi, UU itu mengenyampingkan hak-hak buruh ketika perusahaan dinyatakan pailit. Praktiknya memang demikian. Buruh lebih sering tidak terpenuhi haknya karena kurator lebih mengedepankan tagihan kreditur yang memegang hak jaminan (kreditur separatis).

 

Dua kali menggugat, dua kali pula Hafidz dkk gigit jari. Pertama, MK menyatakan tidak menerima permohonan Hafidz dkk karena tidak serius membuktikan dalilnya. Kali kedua, MK akhirnya benar-benar menolak permohonan Hafidz c.s. Dengan dalih kepastian hukum, MK tidak bersedia menurunkan ‘pangkat' kreditur separatis untuk berada di bawah buruh.

 

Penolakan MK disesali Hafidz. Menurutnya, meski perjuangan lewat jalur hukum kandas, ia dan buruh lain siap menggunakan ‘hukum alam' untuk mendapatkan haknya. Caranya, buruh akan menduduki aset perusahaan yang dinyatakan pailit sampai hak mereka terpenuhi. Atau bahkan ada pengalaman buruh yang menjual langsung aset perusahaan.

 

Tak Jauh Berubah

Pada satu kesempatan Seminar Nasional Hukum Kepailitan di Jakarta, Rabu (29/10), duduk Maria Elisabeth Elijana sebagai salah seorang pembicara. Moderator seminar mengenalkan Elijana sebagai Ketua Tim Revisi UU Kepailitan. Ia didaulat panitia untuk menyampaikan pemaparan seputar Kedudukan Tagihan Buruh, Tagihan Pajak versus Kedudukan Kreditur Separatis dalam Kepailitan Perusahaan.

 

Dalam hukum kepailitan dikenal prinsip structured creditors atau tata urutan kreditur. Menurut Elijana, tata urutan kreditur ini terbagi menjadi lima jenis, yaitu kreditur istimewa, kreditur separatis, utang harta pailit ternasuk di dalamnya biaya kepailitan dan fee kurator serta upah buruh, kreditur preferen dan kreditur konkuren.

 

Pembagian structured creditors itu, kata Elijana, bersumber pada Pasal 1131 sampai Pasal 1138 KUHPerdata. Ditambah dengan beberapa peraturan perundang-undangan lain seperti UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU Pajak), jelas Elijana yang juga mengajar di Universitas Katolik Indonesia Atmajaya ini.

 

Kreditur istimewa, kata Elijana, semisal hak dari kas negara, kantor lelang dan lain-lain badan umum yang dibentuk oleh pemerintah. Termasuk di dalamnya adalah tagihan pajak diatur dalam Pasal 1137 KUH Perdata, jelasnya.

 

Ketika kreditur separatis tidak melelang barang jaminan dalam kurun waktu yang dibolehkan, maka posisi kreditur separatis berada di bawah kreditur istimewa. Artinya, pada satu waktu tertentu, tagihan pajak memang bisa berada di atas kreditur separatis.

 

Saat mempertentangkan tagihan buruh dengan kreditur separatis, Elijana tak bisa berbuat banyak. Buruh tidak mungkin bisa di atas separatis karena tagihan buruh bukan termasuk kas negara, kata Elijana.

 

Keberadaan Pasal 95 Ayat (4) UU Ketenagakerjaan yang mengedepankan tagihan buruh ketimbang tagihan lainnya dikritik Elijana. Menurutnya, KUH Perdata sudah jelas menjadi rambu agar tidak sembarangan undang-undang mencantumkan kata-kata ‘utang yang diatur dalam undang-undang ini didahulukan dari utang lainnya'. Harusnya pemerintah dan DPR meninjau ulang undang-undang lain itu, termasuk UU Ketenagakerjaan, tegas Elijana usai seminar.

 

Pendapat Elijana sebagai Ketua Tim Revisi UU Kepailitan itu makin menenggelamkan mimpi buruh untuk berada di atas kreditur separatis. Bisa jadi, ketika UU Kepailitan selesai direvisi, posisi buruh tetap berada di bawah kreditur separatis.

 

Meski demikian, Elijana punya tawaran alternatif. Jika dibandingkan dengan hukum kepailitan Australia, Elijana berpendapat, masih ada kemungkinan untuk menukar posisi buruh dengan tagihan negara dalam antrean kreditur. Di Australia, tagihan buruh tetap di bawah kreditur separatis, tapi di atas tagihan pajak.

 

Kita tunggu saja bagaimana tim revisi UU Kepailitan nanti menempatkan buruh?
Tags: