Usut Tuntas Skandal Jiwasraya
Utama

Usut Tuntas Skandal Jiwasraya

​​​​​​​Persoalan ini bisa berimbas buruk terhadap industri asuransi nasional. Penegakan hukum dan penyelamatan perusahaan harus dilakukan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Menurut hasil audit KAP (pada laporan keuangan 2017), ada koreksi laporan keuangan interim dari yang semula Rp2,4 triliun menjadi Rp428 miliar. Laporan audit BPK tahun 2018 juga menyebutkan bahwa perusahaan berinvestasi pada aset berisiko untuk mengejar imbal hasil tinggi.

 

Lalu pada Oktober 2018, perusahaan mengumumkan ketidaksanggupannya membayar polis nasabah JS Saving Plan senilai Rp802 miliar. Adapun untuk memenuhi rasio kecukupan modal berbasis risiko sebesar 120 persen, Jiwasraya butuh modal Rp32,89 triliun. Sementara, aset perusahaan tercatat senilai Rp23,26 triliun, tapi kewajibannya mencapai angka Rp50,5 triliun. Ekuitas negatif Rp 27,24 triliun dan liabilitas produk JS Saving Plan mencapai Rp15,75 triliun hingga sekarang.

 

Hukumonline.com

 

Skema Ponzi

Sementara itu, pengamat ekonomi dan perpajakan, Yustinus Prastowo berpendapat, produk asuransi yang mulai diterbitkan Jiwasraya pada medio 2012 seperti produk investasi berskema Ponzi. Ini ditandai dengan janji pemberian bunga pasti (fix rate) di angka 9% hingga 13% untuk produk JS Saving Plan, dan produk asuransi tradisional dengan bunga hingga 14%.

 

Sebagai informasi, investasi Ponzi merupakan salah satu modus investasi palsu yang membayar keuntungan investor dari uang mereka sendiri, atau uang dari investor berikutnya. Secara gamblang, pembayaran atas investasi bukan dari keuntungan yang diperoleh dari lembaga yang menjalankan bisnis keuangan tersebut.

 

"Jadi skema Ponzinya itu seperti gali lobang tutup lobang dengan cari premi baru untuk bayar keuntungan nasabah dari premi yang lama. Kemudian untuk menunjukkan performa yang bagus, dilakukan window dressing atau poles laporan keuangan dengan premi dimasukkan sebagai pendapatan, bukan juga dicatat sebagai utang," terang Yustinus.

 

Yustinus mengatakan, sebelum menjual produk asuransi dengan iming-iming bunga pasti harusnya direksi lama Jiwasraya bersama regulator lebih dulu menghitung manfaat dan risiko produk secara cermat. Ini dimaksudkan agar ke depannya perusahaan tidak mengalami gagal bayar (default) yang akhirnya merugikan investor atau nasabah.

 

Hal ini semakin runyam ketika produk ini malah dijadikan alat oleh sejumlah pihak untuk melakukan korupsi secara terstruktur dan sistematis, dengan memanipulasi laporan keuangan atau window dressing. "Produk ini kan berisiko tinggi, apalagi untuk asuransi. Beda kalau non asuransi mungkin masih bisa ditolerir. Lalu soal pengawasan, kenapa produk ini disetujui," tuturnya.

Tags:

Berita Terkait