Usulan Pemisahan Bank Syariah Dinilai Terlalu Cepat
Berita

Usulan Pemisahan Bank Syariah Dinilai Terlalu Cepat

Pelaku usaha pesimistis RUU Perbankan Syariah dapat menumbuhkan perbankan syariah.

CR-2
Bacaan 2 Menit
Usulan Pemisahan Bank Syariah Dinilai Terlalu Cepat
Hukumonline

Usulan adanya pemisahan (spin-off) dari bank konvensional untuk mendorong pertumbuhan bank syariah dalam waktu dua tahun dinilai terlalu cepat. Presdir PT Bank Syariah Mandiri Yuslam Fauzi menilai paling tidak perlu waktu 5-10 tahun untuk memisahkan bank syariah dari bank konvensional dengan mendirikan badan hukum baru.

 

Ia juga memandang, seandainya RUU Perbankan Syariah nantinya diundangkan, tidak banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan bank syariah. Kalau sekedar untuk punya UU dulu, kami optimis, UU ini cukup untuk menjadi pijakan hukum yang lebih kokoh. Tapi kalau dengan UU ini diharapkan pertumbuhan bank syariah lebih hebat lagi, kami tidak melihat ada potensi seperti itu, papar Yuslam dalam sebuah diskusi di Jakarta pekan lalu (19/11) .

 

Untuk mendorong pertumbuhan bank syariah, Yuslam menjelaskan perlunya memperhatikan UU, peraturan dan kebijakan yang belum mendukung seperti UU Pajak menyangkut transaksi keuangan syariah, UU Surat Utang Negara (SUN), UU Perbendaharaan Negara dan Peraturan BI mengenai Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).

 

Pimpinan Divisi Syariah Bank Niaga Ari Purwandono menyatakan untuk spin-off antara bank syariah dan bank konvensional dengan ketentuan harus ada modal sebesar Rp1 triliun dirasakan terlalu berat. Ia menilai harus ada peraturan tambahan yang melengkapinya. Misalnya, lanjut Ari, spin-off dilakukan bertahap dalam dua-lima tahun. Atau, pertimbangannya jika total aset sudah mencapai Rp1 triliun diharuskan spin-off.

 

Saya juga khawatirkan masalah pidananya. Kalau kita tidak syariah compliance kok kita dipidana? Tanggung jawabnya kan ke atas. Kalau memang tidak syariah compliance sebaiknya dikembalikan ke konvensional, ucap Ari.

 

Perseroan Terbatas

Pada kesempatan yang sama anggota DPR Yusuf Faishal menjelaskan DPR mengusulkan bentuk hukum bank syariah berupa perseroan terbatas (PT). Pertimbangan, sumber hukum untuk PT dinilai jauh lebih komprehensif dibanding bentuk koperasi dan perusahaan daerah. DPR juga mengusulkan agar bank syariah mencantumkan minimal delapan tujuan di Anggaran Dasar dalam akte pendirian PT.

 

Ia menambahkan, dengan berbentuk PT, UU Perbankan Syariah akan lebih sederhana karena UU No.1/1995 tentang Perseroan Terbatas telah banyak mengatur tentang organisasi usaha--mulai dari pendirian, modal dan saham serta RUPS. Selanjutnya, jika bank konvensional akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, maka wajib mendirikan anak perusahaan  berbentuk PT, dan bukan dengan membuka Unit Usaha Syariah (UUS).

 

Ditekankannya, bagi bank konvensional yang telah memiliki UUS harus melakukan spin-off. Hingga saat ini, terdapat 15 UUS yang dimiliki bank konvensional. Untuk spin-off, dapat diberikan waktu maksimal dua tahun dan diatur dalam pasal ketentuan peralihan, jelas Yusuf.

 

Dalam RUU Perbankan Syariah, DPR mengusulkan penambahan sanksi pelanggaran prinsip syariah dalam Pasal 66. Sehingga, terdapat tiga macam sanksi, yaitu administratif, pidana penjara selama satu-tiga tahun dan denda antara Rp5–50 miliar.

 

Kalau ada UU, tapi tidak ada law enforcement, maka nilai UU itu lemah. Kami tidak mau yang karet-karet dalam RUU Perbankan Syariah ini. Harus all out. Kalau setengah-setengah ya tidak perlu dirikan, portofolio investment saja di bank syariah, tegas Yusuf.

 

Deputi Gubernur Bank Indonesia Siti Fadjrijah menyatakan untuk usulan spin-off, BI sudah melakukan pembahasan secara intens. Namun, BI menilai jika pembentukan UUS dilarang maka hal ini tidak bisa mengembangkan bank syariah. Oleh karena itu, lanjut Fadjrijah, untuk spin-off, BI harus memberi batasan. Misalnya jika sudah mendapatkan persentase tertentu dari market share, bank baru melakukan spin-off.

 

Kita melihat contoh Malaysia yang perkembangannya cepat, karena bagi mereka yang penting marketingnya digiatkan dulu, masalah peraturan bisa diperlonggar, demikian Fadjrijah.

Tags: