Usulan Kewenangan SP3 KPK Tergantung DPR dan Pemerintah
Berita

Usulan Kewenangan SP3 KPK Tergantung DPR dan Pemerintah

Persoalannya bukan pada penghentian penyidikan perkara, tetapi KPK dituntut bekerja lebih cermat dalam menerapkan due process of law.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani. Foto: RES
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani. Foto: RES
Usulan Ketua Pelaksana Tugas (Plt) KPK Taufiqurrahman Ruki agar lembaga antirasuah itu memiliki kewenangan menghentikan penyidikan perkara mendapat pandangan beragam. Hanya saja, kepastian kewenangan itu bergantung pada DPR dan perintah dalam pembahasan revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK nantinya.

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan berpandangan, pada awal pembentukannya, KPK memiliki banyak kewenangan termasuk tidak menghentikan penyidikan perkara yang telah disidiknya. Sebagai lembaga adhoc akibat ketidakmampuan Polri dan Kejaksaan dalam mengatasi pemberantasan korupsi kala itu, KPK berbeda dengan dua lembaga penegak hukum tersebut.

Namun dengan kondisi KPK saat ini, penetapan tersangka pun dapat dipraperadilkan. Bahkan, beberapa penetapan tersangka oleh KPK dinyatakan tidak sah oleh pengadilan. “Terdapat ternyata ada inisiasi praperadilan yang dulu tidak ada orang berpikir ke praperadilan dan ternyata bisa. Di sinilah perlu adanya kekinian yang disesuaikan dengan UU KPK ini,” ujarnya di komplek Gedung Parlemen, Rabu (17/6).

Kendati demikian, politisi Partai Amanat Nasional itu belum dapat memastikan apakah usulan kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dimasukan dalam revisi UU KPK. Pasalnya hal tersebut bergantung dalam pembahasan antara DPR dengan pemerintah.

“Masalah finalisasi pemerintah dan fraksi diputuskan dalam pembahasan UU di Komisi III,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi III Desmon Junaedi Mahesa berpadangan, usulan dimasukan kewenangan SP3 oleh Taufiequrrahman Ruki merupakan bentuk ketidaksempurnaan tindakan penyidik KPK dalam menetapkan tersangka. Kala pembuatan UU KPK, diharapkan lembaga antirasuah itu dalam penetapan tersangka dilakukan secara sempurna dengan bukti yang cukup dan kuat. Sayangnya, kini beberapa tersangka yang ditetapkan oleh KPK lepas akibat upaya peradilan yang dikabulkan oleh pengadilan.

“Secara tidak langsung Pak Ruki akui bahwa penyidik KPK melakukan penyidikan tidak sempurna sehingga perlu direvisi,” imbuhnya.

Lebih jauh politisi Gerindra itu berpandangan, terkait kewenangan SP3, perlu adanya kesamaan pandangan antara KPK, DPR dan pemerintah. Terpenting, kewenangan dalam revisi UU KPK diharapkan tidak berbenturan dengan kepolisian dan kejaksaan. “Kita hargai usulan tersebut,” imbuhnya.

Anggota Komisi III Arsul Sani menilai usulan kewenangan SP3 diberikan kepada KPK tak ada bedanya dengan penegak hukum lainnya. Menurutnya jika KPK memiliki kewenangan SP3, maka anggarannya pun mesti disamakan dengan kepolisian dan kejaksaan. Ia berpendapat persoalan KPK bukan memiliki kewenangan SP3 atau tidak. Tetapi kecermatan penyidik KPK dalam menjalankan tugasnya hingga menetapkan seseorang sebagai tersangka.

Politisi PPP itu berpandapat jika alasan kewenangan SP3 itu lantaran tersangka di tingkat penyidikan atau penuntutan meninggal dunia, maka secara otomatis kasus tersebut terhenti. Dengan kata lain, proses hukumnya otomatis gugur dan tidak perlu adanya SP3.

“Problemnya adalah KPK dituntut untuk bekerja lebih cermat, menerapkan due process of law yang benar tidak hanya dari sisi kepentingan negara/publik saja tetapi juga harus memperhatikan dan mempertimbangkan HAM dari orang-orang ang jadi tersangka dan yang diimplikasikan dalam suatu kasus dugaan korupsi,” katanya.

Sebelumnya, Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengusulkan agar lembaga yang dipimpinnya dapat menerbitkan SP3. Padahal KPK selama ini tidak memiliki kewenangan SP3. Ruki menilai kewenangan SP3 dipandang perlu. Kendati demikian, kewenangan SP3 perlu diatur dengan aturan khusus. Misalnya, bila tersangka meninggal dalam proses penyidikan atau penuntutan.
Tags:

Berita Terkait