Usaha PKPU Kedua Kontraktor Tambang
Berita

Usaha PKPU Kedua Kontraktor Tambang

Terkait pengalihan pengolahan konsesi tambang.

HRS
Bacaan 2 Menit
Foto Pengadilan Niaga Jakarta. (Sgp)
Foto Pengadilan Niaga Jakarta. (Sgp)

Gagal pada permohonan kewajiban pembayaran utang (PKPU) pertama, upaya kali kedua dicoba. Demikian usaha kontraktor tambang PT Indotama Mining Contractor (IMC) pada PT Inti Bara Nusalima (IBN).

Untuk diketahui, IMC pernah memohonkan PKPU IBN dengan kasus sama. Namun, majelis hakim menolak permohonan ini dengan alasan tidak terbuktinya unsur sederhana terkait persoalan utang. Meski ditolak, IMC kembali mengajukan PKPU atas IBN pada 11 Oktober 2012.

Menurut IMC, utang piutang ini timbul terkait dengan perjanjian Kontrak Kerjasama Pekerjaan Penambangan Batubara Nomor 001/IMC/IBN/VI/2010. Perjanjian itu menempatkan IMC sebagai kontraktor penambangan yang mendapatkan proyek dari PT Tanjung Batang Asam (TBA) di Kabupaten Bungo, Kecamatan Jujuhan, Desa Tanjung Belit.

TBA berafiliasi dengan PT Andalan Satria Cemerlang. Sementara itu, kedudukan IBN adalah sebagai operator untuk kegiatan penambangan dilahan konsesi milik TBA.

Selang beberapa bulan, IMC sepakat mengalihkan pekerjaan kontraktor di konsesi pertambangan milik TBA kepada IBN. Dengan demikian, IBN langsung berhubungan dengan pemilik konsesi. Sebagai kompensasi dari peralihan perjanjian  tersebut,  IMC berhak mendapatkan fee penambangan yang dilakukan IBN.

Pengalihan tersebut diatur secara tegas dalam perjanjian kesepakatan pengalihan pekerjaan sebagai kontraktor penambangan batubara di konsensi TBAdari IMC ke IBN.

Namun, janji tinggallah janji. Mendapatkan kontrak, proyek pun telah dijalankan, dan tentu IBN mendapatkan pembayaran dari TBA. Namun, IBN tidak melakukan kewajibannya kepada IMC.

“Pembayaran tersebut tidak dilakukan alasannya IBN tidak mengakui itu sebagai utang. Padahal, mereka mencantumkan itu utang ke dalam laporan keuangan mereka,” sebut Kuasa Hukum IMC Hendri J Pandiangan usai persidangan, Kamis (1/11).

Adapun jumlah utang tersebut senilai Rp24,8 miliar. Dengan iktikad baik, IMC mengirimkan sejumlah surat peringatan kepada IBN agar segera membayar utang-utang tersebut. Atas surat peringatan tersebut, IBN pada 9 April 2012 membayar sebagian utangnya sebesar Rp430,7 juta.

Namun, sisa utang tersebut belum dibayar lagi. Pada 15 Mei, 8 Juni, dan 15 Agustus 2012, IMC kembali mengirimkan surat tagihan. Sayangnya, kali ini IMC tidak mendapatkan respon yang positif. IBN mengabaikan surat-surat tersebut. Melihat gelagat yang kurang baik, IMC melayangkan permohonan PKPU ke Pengadilan Niaga Jakarta.

Untuk melengkapi syarat PKPU, IMC menarik dua kreditor lain, yaitu PT Dremco Indonesia dan Arif Fitrianto. Kewajiban IBN pada Dremco Indonesiamencapai Rp10,9 miliar yang telah jatuh tempo pada 10-14 Oktober 2011. Sementara itu, senilai Rp152,3 juta adalah utang yang belum dibayar IBN kepada Arif Fitrianto.

Menanggapi hal ini, Kuasa Hukum IBN Erick mengatakan pihaknya tetap tidak mengakui utang tersebut. Meskipundicantumkan ke dalam laporan keuangan perusahaan.  Menurutnya, laporan tersebut hanyalah bersifat ekonomi, bukan utang dalam pengertian hukum.

Ketika ditanya mengenai pemisahan pengertian tersebut, Erick menjelaskan bahwa hal tersebut hanya dapat dirasa. Meskipun karena tindakan ekonomi, utang tersebut menjadi permasalahan hukum. Namun, menurutnya, terkadang perlu pemisahan antara tindakan ekonomi semata dengan tindakan hukum.

“Perbedaan tersebut hanya dapat dirasa. Laporan yang bersifat ekonomi ini lebih ke ekonomi beneficiary,” jelasnya ketika diminta perbedaan tersebut.

Tags: