Urgensi Pengaturan RUU Praktik Pekerjaan Sosial
Berita

Urgensi Pengaturan RUU Praktik Pekerjaan Sosial

RUU ini mulai mengatur pelayanan, standar profesi pekerjaan sosial, uji kompetensi, hak dan kewajiban pekerja sosial, hingga tugas dan wewenang pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menjamin mutu dan perlindungan masyarakat penerima layanan praktik pekerjaan sosial.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Penyelenggaraan kesejahteraan sosial menjadi bagian integral dari pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan konstitusi. Tujuannya, antara lain mengatasi berbagai masalah yang muncul dalam upaya mendorong kesejahteraan sosial. Mulai kesejahteraan individu, keluarga, kelompok, organisasi hingga masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas standar kehidupan secara adil dan merata.

 

Pernyataan ini disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII TB Ace Hasan Syadzily di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (5/9/2018). “Pengaturan praktik pekerjaan sosial sangat diperlukan sebagai pedoman legal formal (legalitas) bagi profesi pekerjaan sosial dalam menjalankan praktiknya di Indonesia,” ujarnya.

 

Menurutnya, pelayanan menangani atau mengatasi persoalan kesejahteraan di tanah air masih belum sesuai dengan standar praktik pekerjaan sosial. Bahkan, ketersediaan pekerja sosial tidak sebanding dengan jumlah klien yang membutuhkan jasa pekerja sosial. Karenanya, ketiadaan aturan pengaturan para pelaku pekerja sosial ini menjadikan Komisi VIII DPR menggagas untuk merancang dan menyusun RUU tentang Praktik Pekerjaan Sosial ini.  

 

Inisiatif penyusunan RUU tersebut mengacu pada Pasal 98 ayat (1) UU No.17 Tahun 2014 sebagaimana diubah dengan UU No. 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3). “Yang pasti, pengaturan praktik pekerjaan sosial menjadi penting sebagai pedoman dan payung hukum bagi para profesi pekerjaan sosial,” tegasnya.

 

Tujuh pokok pengaturan

Politisi Partai Golkar ini melanjutkan draf RUU Praktik Pekerjaan Sosial memuat 10 Bab dan 56 Pasal. Adapun pokok-pokok yang diatur dalam RUU Praktik Pekerjaan Sosial ini. Pertama, pelayanan praktik pekerjaan sosial mencakup bentuk kegiatan praktik pekejaan sosial yang dapat dilakukan. Kedua, standar praktik pekerjaan sosial, meliputi standar prosedur operasional, standar kompetensi, dan standar layanan.

 

Ketiga, uji kompetensi yang mengatur kompetensi seseorang untuk menjadi pekerja sosial. Keempat, registrasi dan izin praktik pekerja sosial mengenai kewajiban memiliki STR (Surat Tanda Registrasi) dan SIPPS (Surat Izin Praktik Pekerja Sosial), pekerja sosial lulusan luar negeri, dan pekerja sosial warga negara asing.

 

Kelima, hak dan kewajiban pekerja sosial. Keenam, organisasi pekerja sosial sebagai wadah pekerja sosial. Ketujuh, tugas dan wewenang Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan tujuan untuk menjamin mutu dan pelindungan masyarakat penerima layanan praktik pekerjaan sosial.

 

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Didi Syamsudin mengatakan ruang lingkup tugas pekerja sosial disarankan tidak dibatasi ruang geraknya atau diberi ruang yang leluasa. Sebab, banyak tenaga sukarelawan atau volunteer yang bekerja secara sukarela memberi tenaga dan pikirannya di bidang sosial. “Karena ini banyak tenaga (relawan) yang mengorbankan (tenaga dan pikirannya) bakal masuk,” ujar politisi Partai Demokrat. Baca Juga: Alasan RUU Pekerjaan Sosial Tak Atur Sanksi Pidana

 

Menanggapi pandangan Didi, Ace menilai pengaturan terhadap tenaga sukarelawan telah diatur dalam UU No.11 Tahun 2009 tentang Kesejehateraan Sosial. Sedangkan pengaturan terhadap pekerjaan sosial diformalkan dan dilindungi UU yang selama ini tidak ada aturannya. “Kalau relawan sosial terbuka saja, buat siapa saja,” ujarnya.

 

Ditegaskan Ace, ruang lingkup praktik pekerjaan sosial tak hanya pelayanan, tetapi juga pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial. Begitu pula dengan klien praktik pekerjaan sosial, tak hanya diperuntukan individu, tetapi juga keluarga, kelompok, komunitas, organisasi dan masyarakat.

 

Adapun pengaturan kualifikasi profesi pekerja sosial diatur Pasal 15 ayat (2) draf RUU Praktik Pekerjaan Sosial. Untuk menjadi pekerja sosial, kata Ace, sarjana bidang ilmu kesejahteraan sosial ataupun sarjana bidang ilmu sosial lain disyaratkan mesti lulus uji kompetensi. Uji kompetensi ini diselengggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan organisasi pekerja sosial.

 

Pasal 15 draf RUU Praktik Pekerjaan Sosial

(1) Untuk melakukan praktik pekerjaan sosial, seseorang harus lulus uji kompetensi yang bersifat  nasional.

(2) Syarat untuk dapat mengikuti Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

     a. sarjana bidang kesejahteraan sosial atau sarjana terapan bidang ilmu kesejahteraan  sosial dari perguruan tinggi dalam ngeri atau perguruan tinggi            luar negeri yang ijazahnya telah disetarakan; atau

     b. sarjana bidang ilmu sosiak lulusan perguruan tinggi dalam negeri atau perguruan tinggi  luar negeri yang ijazahnya telah disetarakan dan lulus                    pendidikan dan pelatihan kesejahteraan sosial yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan yang telah diakreditasi.

 

Ace menyadari draf RUU Praktik Pekerjaan Sosial yang disodorkan komisinya sebagai pengusul, masih bakal melewati tahapan proses panjang. Karena itu, berbagai masukan dan pandangan bakal ditampung menjadi bahan dalam rangka melakukan harmonisasi di tingkat Panja Baleg. Saat penyusunan dan pembahasan di tingkat komisi saja, kata dia, menuai perdebatan panjang yang bersifat konseptual. Bahkan menyepakati judul RUU saja menimbulkan perdebatan

 

“Saya apresiasi berbagai masukan dan pandangan yang akan memperkaya penyusunan RUU Praktik Pekerjaan Sosial ini,” ujarnya.

 

Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengatakan proses lanjutan terhadap RUU Praktik Pekerjaan Sosial bakal dilakukan harmonisasi, pembulatan, dan pengayaan materi. Proses ini bakal dibahas secara cepat dan terjadwal agar proses pengambilan keputusan di tingkat Baleg dapat segera dilakukan. “Yang pasti, Panja RUU Praktik Pekerjaan Sosial di tingkat Baleg bakal dipimpin oleh Sarmuji yang notabene Wakil Ketua Baleg.”

Tags:

Berita Terkait