Urgensi Implementasi Model Law UNCITRAL Cross-Border Insolvency di Indonesia
Utama

Urgensi Implementasi Model Law UNCITRAL Cross-Border Insolvency di Indonesia

Tidak adanya dasar hukum mengenai Kepailitan lintas batas di Indonesia akan mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum yang akan digunakan; dan perlakuan terhadap hak kreditor dari Debitor pailit, tingkatan Kreditornya.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Sekjen Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Nien Rafles Siregar. Foto: FNH
Sekjen Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Nien Rafles Siregar. Foto: FNH

Keberagaman prinsip hukum perdata internasional yang dianut setiap negara membuat penyelesaian perkara yang melibatkan kepentingan lebih dari satu negara menjadi sulit untuk dicari titik terangnya. Kesadaran akan pentingnya menjalin kerja sama dengan negara lain adalah salah satu kunci keberhasilan dalam penyelesaian perkara cross-border insolvency.

Demikian disampaikan oleh Sekjen Asosiasi Pengurus dan Kurator Indonesia (AKPI), Nien Rafles Siregar, dalam Webinar Hukumonline 2022 “Memahami Kepailitan dan PKPU: Implementasi Cross Border Insolvency dalam Praktik Hukum Kepailitan Indonesia”, Selasa (25/10).

Menurut Nien, di Indonesia sendiri belum ada peraturan yang spesifik mengenai Cross-Border Insolvency, sehingga untuk melaksanakan eksekusi tersebut diperlukan perjanjian internasional antar negara secara bilateral agar kedua negara dapat menjalankan putusan kepailitan dalam kaitannya dengan pelaksanaan eksekusi. Hal ini merupakan penerapan dari asas resiprokal (mengakui putusan asing yang mengakui putusan Indonesia).

Baca Juga:

Dengan keadaan ini maka memunculkan permasalahan terkait eksekusi harta pailit. Tidak adanya dasar hukum mengenai Kepailitan lintas batas di Indonesia akan mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum yang akan digunakan; dan perlakuan terhadap hak kreditor dari Debitor pailit, tingkatan Kreditornya.

Permasalahan lainnya adalah sejauh mana kewenangan Kurator terhadap kewenangan pengadilan lokal negara di mana harta pailit berada; dan jaminan perlakuan yang serupa (reciprocal acknowledgement and enforcement of foreign judgments between the countries) jika suatu saat Debitor yang diputus pailit di negara asing tersebut memiliki harta di wilayah negara debitor pailit saat ini.

Jika di Indonesia memiliki UU Kepailitan, untuk skala internasional banyak negara yang menggunakan prinsip Model Law UNCITRAL Cross-Border Insolvency. Nien menjelaskan bahwa dalam UU Kepailitan dan PKPU tidak diatur mengenai kepailitan lintas batas, kekosongan hukum ini menimbulkan ketiadaan kepastian hukum bagi Debitor maupun Kreditor. Keadaan di Indonesia ini berbeda dengan beberapa negara lainnya di Asia yang telah melakukan perbaruan terhadap hukum kepailitan yang mengatur mengenai hukum kepailitan lintas batas.

“Di antara negara tersebut, Singapura yang pada perkembangannya mengimplementasikan Model Law UNCITRAL Cross-Border Insolvency dalam hukum kepailitannya,” kata Nien.

Beberapa hal yang diatur dalam Model Law UNCITRAL Cross-Border Insolvency adalah memiliki kendali atas aset Debitor di negara terkait dan melindungi aset tersebut dari potensi tindakan hukum yang mungkin akan dilakukan oleh Kreditor.

Kemudian memberikan kewenangan pada pengadilan di lokasi aset Debitor untuk memberikan bantuan kepada Kurator yang diangkat oleh negara lain untuk melaksanakan proses kepailitan di negara lain tempat aset Debitor terletak. Kewenangan tersebut tetap didasari oleh prinsip Undang-Undang untuk memastikan agar hak-hak Debitor maupun para kreditor tidak dilanggar.

Di Indonesia sendiri, UU Kepailitan dimungkinkan untuk menerapkan Model Law UNCITRAL Cross-Border Insolvency. Setidaknya terdapat tiga pasal Model Law UNCITRAL Cross-Border Insolvency yang membuka potensi adopsi pada UU Kepailitan yakni, pertama Pasal 20 Model Law UNCITRAL: Memberikan ruang kepada negara untuk menyesuaikan bantuan yang akan diberikan kepada kurator/perwakilan asing dengan model bantuan yang sudah sebelumnya diatur di negara tersebut.

Kedua, Pasal 28 Model Law UNCITRAL: Pengakuan terhadap persidangan kepailitan asing yang sedang berjalan terhadap debitor, tidak akan menghalangi kreditor lokal untuk melanjutkan sidang permohonan pailit di negara lokal. Dan ketiga Pasal 25-27 Model Law UNCITRAL: Memberikan ruang luas bagi setiap negara untuk menyesuaikan ketentuan-ketentuan yang ada pada Model Law untuk diaplikasikan sesuai penafsiran terhadap undang-undang kepailitan di negaranya.

Atas dasar itu pula, Nien menilai urgensi implementasi Model Law UNCITRAL Cross-Border Insolvency di Indonesia utamanya terletak pada perkembangan bisnis internasional yang memungkinkan munculnya perkara kepailitan lintas batas, sementara di Indonesia hingga kini belum ada pengaturan yang mengatur mengenai hal tersebut.

“Mengingat dinamika perkembangan dunia usaha saat ini, diharapkan kedepannya perkembangan dalam Pengaturan hukum lintas batas di Indonesia juga diperlukan agar dapat memenuhi kebutuhan yang ada,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait