Upaya Pemerintah Pasca Pengesahan KUHP Baru
Utama

Upaya Pemerintah Pasca Pengesahan KUHP Baru

Pemerintah merasa telah berupaya optimal dalam penyusunan KUHP baru baik dari segi formil maupun materil. Mulai sosialisasi, pelatihan bagi aparat penegak hukum, hingga harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan lain.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Narasumber dari Ditjen PP Kemenkumham Muhammad Waliyadin dan Guru Besar FH Unpad Prof Romli Atmasasmita dalam FGD 1 National Conference of Indonesian Young Lawyers 2023 bertajuk 'Kontekstual KUHP dalam Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia', Kamis (23/2/2023). Foto: RES
Narasumber dari Ditjen PP Kemenkumham Muhammad Waliyadin dan Guru Besar FH Unpad Prof Romli Atmasasmita dalam FGD 1 National Conference of Indonesian Young Lawyers 2023 bertajuk 'Kontekstual KUHP dalam Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia', Kamis (23/2/2023). Foto: RES

Pada 6 Desember 2022 lalu, DPR dan pemerintah telah menyetujui RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi Undang-Undang. Kemudian, disahkan menjadi  UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang ditetapkan Presiden pada 2 Januari 2023. Namun, beleid ini mengalami masa transisi selama 3 tahun ke depan sejak disahkan sebagai hukum pidana nasional.

“KUHP ini akan berlaku dalam waktu 3 tahun ke depan atau 2026. Dalam kurun waktu 3 tahun itu, ada upaya pemerintah agar KUHP itu bisa berlaku secara efektif,” kata Koordinator Perencanaan dan Penyiapan Konsepsi Rancangan Peraturan Perundang-undangan pada Ditjen PP Kemenkumham Muhammad Waliyadin dalam Focus Group Discussion 1 National Conference of Indonesian Young Lawyers 2023 bertajuk “Kontekstual KUHP dalam Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia”, Kamis (23/2/2023).

Hukumonline.com

Muhammad Waliyadin. 

Terdapat 2 hal yang akan dilaksanakan oleh pemerintah. Pertama, sosialisasi terhadap substansi KUHP kepada masyarakat dan aparat penegak hukum. Kedua, melakukan pelatihan atau training of trainers bagi aparat penegak hukum terkait pelaksanaan KUHP baru ini.  

Baca Juga:

Sedangkan terkait harmonisasi, pemerintah telah berupaya melakukan harmonisasi terhadap ketentuan hukum pidana nasional ini dengan peraturan perundang-undangan yang lain. “Dalam penyusunan RKUHP ini, pemerintah telah melaksanakan secara optimal baik secara formil maupun materil,” kata dia.

Secara formil, menurutnya, telah sesuai dengan apa yang dipersyaratkan dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Diantaranya tentang partisipasi publik secara penuh sudah dilakukan atau pemenuhan asas terbuka bagi masyarakat. Sehingga baik dari sisi perencanaan, penyusunan, pembahasan, sampai pengundangan secara formil telah terpenuhi.

Sementara dari segi materil, Pemerintah juga merasa sudah berupaya optimal. Dengan melibatkan pakar di bidang hukum pidana dalam pembahasan substansi ketentuan yang tercantum dalam KUHP. Sedangkan untuk uji materl, tentu pihak pemerintah menyerahkan kepada masyarakat yang memiliki hak untuk melakukan judicial review dalam rangka menyempurnakan KUHP baru itu.

“Sudah 77 tahun Indonesia merdeka, namun hingga kini Indonesia masih bergantung kepada kodifikasi hukum pidana yang dibentuk ratusan tahun silam dengan logika penjajah. Hukum dianggap sebatas ajang balas dendam. Hukum era kolonial tersebut sudah tidak mampu menyesuaikan kebutuhan masyarakat Indonesia modern saat ini. Karena perkembangan zaman terus berubah,” ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, dalam kesempatan yang sama.

Ia menjelaskan pembentukan RKUHP menjadi usaha pemerintah mencetak produk hukum yang lebih modern, lebih berimbang, lebih memberi kepastian, dan lebih memahami nilai-nilai yang ada di Indonesia. “Dalam sejarah pembentukannya, RKUHP memakan waktu yang sangat lama, bahkan hingga puluhan tahun. DPR khususnya di komisi saya benar-benar terbuka selama proses penyusunan RKUHP,” kata dia.

Penundaan pengesahan RKUHP yang sempat terjadi beberapa kali sebelumnya dipandang sebagai bukti DPR dan pemerintah amat mendengar masukan masyarakat. Produk KUHP yang disahkan juga bukan sebatas dari pemikiran pemerintah dan DPR, tetapi banyak pasal RKUHP yang merupakan hasil pemikiran masyarakat sipil yang mempunyai perhatian dalam bidang yang berkaitan.

“Masyarakat memang harus kritis. Hidup di era demokrasi memang harus penuh check and balances, sebab hukum ini akan hidup di tengah masyarakat. Sudah sepantasnya masyarakat memberi masukan dan perubahan. Dalam kaitannya dengan RKUHP yang sudah ada, memang kontra banyak. Semua pihak (pastinya) ingin yang terbaik (bagi KUHP yang bakal diberlakukan),” ucap Ahmad Sahroni.

Hukumonline.com

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Padjadjaran Prof Romli Atmasasmita menyampaikan sejak KUHP baru ditetapkan, terjadi perubahan sistem hukum pidana Indonesia semula filosofi retributivisme menjadi filosofi restoratif-rehabilitatif. “Nantinya kemungkinan ahli psikologi, psikiatri, ahli sosiologi itu diperlukan, bukan ahli pidana saja. Asas legalitas formal secara evolutif diganti dengan asas legalitas materil,” ujar Prof Romli.

“Ini kita bicara sisi positifnya, tapi negatif juga bisa terjadi. Karena namanya organized crime yang harus diancam minimal 4 tahun, sudah ada pakemnya di hukum internasional yang diratifikasi Indonesia dan bagaimana bahaya organized dengan KUHP begini. Ini perlu dipikirkan (pemerintah) bagaimana mengatur PP-nya? Keyakinan hakim tidak lagi penentu satu-satunya yang hanya diperkuat dengan dua alat bukti, melainkan dibatasi oleh faktor-faktor non-hukum. Lihat Pasal 54 KUHP yang tadi 11 hal.”

Tags:

Berita Terkait