Upaya Novel Baswedan dkk Tunda Seleksi Capim KPK Kandas di MK
Utama

Upaya Novel Baswedan dkk Tunda Seleksi Capim KPK Kandas di MK

Mahkamah berpendirian penentuan syarat usia paling rendah dan paling tinggi menjadi wewenang pembentuk UU. Tapi, pembentuk UU tidak boleh dengan mudah mengubah syarat usia untuk menjadi pejabat publik yang dipilih maupun diangkat.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Langkah eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dan kawan-kawan menguji Pasal 29 huruf e UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kandas di Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan uji materil dengan perkara Nomor 68/PUU-XXII/2024 sebagai langkah menunda sementara seleksi calon pimpinan (Capim) dan calon Dewas KPK periode 2024-2029.

“Mahkamah berpendapat permohonan putusan provisi para Pemohon tidak relevan untuk dipertimbangkan lebih lanjut dan oleh karena itu haruslah dinyatakan tidak beralasan menurut hukum,” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan putusan di Gedung MK, Kamis (12/9/2024).

Mahkamah dalam pertimbangan hukumnya menilai materi permohonan provisi terutama pada permintaan/permohonan agar Mahkamah memerintahkan Panitia Seleksi (Pansel)  memberikan kesempatan kepada para Pemohon untuk melakukan pendaftaran dan mengikuti rangkaian proses seleksi capim KPK 2024 – 2029. Hal tersebut salah satu materi atau substansi yang telah menjadi substansi pokok permohonan.

Menariknya, perkara tersebut diputus tanpa meminta keterangan sejumlah pihak sebagaimana dalam Pasal 54 UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana Diperbaharui UU No.7 Tahun 2020. Mahkamah berpandangan tidak terdapat urgensi  dan relevansi. Prinsipnya, para pemohon menyoal batas usia paling rendah untuk menjadi pimpinan KPK telah dimaknai dalam Putusan Nomor 112/PUU-XX/2022 adalah 50 tahun.

Baca juga:

Dalam pertimbangan hukum, menurut Arief yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro itu, mahkamah berpendirian  aturan menentukan syarat usia paling rendah dan syarat usia paling tinggi menjadi wewenang pembentuk UU. Tapi dalam keadaan  tertentu pembentuk UU tidak boleh dengan mudah apalagi terlalu sering mengubah syarat usia untuk menjadi pejabat publik yang dipilih maupun diangkat sebagaimana terdapat dalam beberapa norma UU.

Bagi mahkamah, mengubah syarat usia paling rendah maupun syarat usia paling tinggi terlalu sering dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Sebab mudahnya terjadi pergeseran parameter acuan kapabilitas atau kompetensi seseorang untuk menduduki jabatan dalam suatu lembaga organisasi publik.

“Jika hal tersebut sering diubah, besar kemungkinan pembentuk undang-undang akan merumuskan kebijakan ‘penyesuaian usia’ untuk menghalangi hak konstitusional warga negara lainnya dengan tujuan antara lain untuk ‘motif politik’ tertentu,” ujar Arief.

Sementara Ketua MK Suhartoyo menegaskan, hal esensial yang menjadi pertimbangan hukum mahkamah dalam perkara Nomor 112/PUU-XX/2022 soal adanya persyaratan pendidikan, keahlian, dan terlebih lagi pengalaman, merupakan persyaratan yang secara substansial lebih bersifat esensial daripada persyaratan batasan usia yang bersifat formal semata.

Capim KPK yang telah memiliki pengalaman memimpin KPK selama satu periode sebelumnya, menurut mahkamah memiliki nilai lebih yang akan memberikan keuntungan tersendiri bagi lembaga antirasuah. Pasalnya yang bersangkutan telah memahami sistem kerja, mengatasi permasalahan yang dihadapi lembaga, serta target kinerja yang ingin dicapai oleh lembaga. Apalagi persoalan-persoalan yang ditangani dan menjadi kewenangan lembaga KPK mempunyai karakter khusus, yaitu berkaitan dengan perkara-perkara yudisial yang membutuhkan pengalaman.

Jika dicermati pertimbangan hukum tersebut sekilas tidak berbeda dengan argumentasi yang didalilkan para Pemohon dalam Perkara Nomor 68/PUU-XXII/2024 a quo, di mana para Pemohon menjelaskan terhalang untuk mendaftar sebagai calon pimpinan KPK akibat adanya perubahan syarat usia paling rendah berupa kenaikan dari usia 45 tahun menjadi usia 50 tahun.

Tapi bila dicermati saksama, keduanya terdapat perbedaan yang bersifat mendasar. Perbedaan antara perkara tersebut dengan perkara Nomor 112/PUU-XX/2022 adalah bahwa para Pemohon dalam Perkara a quo saat ini belum pernah memiliki pengalaman menjadi pimpinan KPK. Sementara pemohon dalam Perkara Nomor 112/PUU-XX/2022 telah pernah atau sedang menjabat sebagai pimpinan KPK.

Karena itu, secara yuridis maupun faktual keduanya tidak serta-merta dapat dipersamakan. Pasalnya  terdapat berbagai kelebihan tersendiri bagi yang pernah memiliki pengalaman menjadi pimpinan untuk dapat memenuhi kualifikasi. Oleh karenanya menjadi alasan bagi mahkamah menyepadankan dengan syarat usia untuk menjabat pejabat publik, termasuk menjadi capim KPK.

“Penentuan batasan usia paling rendah ataupun batasan usia paling tinggi dalam suatu undang-undang merupakan kewenangan pembentuk UU,” ujarnya.

Dissenting

Sementara, Hakim Konstitusi Arsul Sani menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion terhadap permohonan ini. Dissenting yang dibacakan Suhartoyo itu intinya, Arsul berpendapat mestinya mahkamah mengabulkan permohonan para pemohon dalam perkara tersebut, kendatipun sebagian.

Arsul yang mantan anggota Komisi III DPR dua periode itu berpendapat mahkamah mestinya menafsirkan norma Pasal 29 huruf e menjadi, “e. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK atau berpengalaman sebagai Pegawai KPK yang bekerja di bidang pencegahan atau penindakan (penegakan hukum) tindak pidana korupsi sekurang-kurangnya selama 10 (sepuluh) tahun secara berturut-turut atau paling tinggi berusia 65 (enam puluh lima) tahun”.

Hormati MK

Sementara Novel Baswedan selaku pemohon menghormati putusan MK, kendati permohonan uji materi soal syarat usia calon pimpinan (capim) komisi antirasuah yang ia ajukan ditolak.

“Secara pribadi, sama dengan rekan-rekan, saya tentunya menghormati segala putusan yang disampaikan MK,” ujarnya usai pembacaan putusan sebagaimana dikutip dari Antara.

Kendati ditolak, Novel menyorot pertimbangan hukum mahkamah. Dia menilai mahkamah jeli dalam memutus perkara yang dimohonkan. Pasalnya terdapat penegasan dari mahkamah bahwa pembentuk UU tidak boleh terlalu sering mengubah syarat usia pejabat publik.

“Dalam hal ini, itu bisa jadi potensi atau motif tertentu untuk menghadang, untuk menghalangi orang-orang tertentu untuk bisa jadi capim KPK. Tentunya ini menggambarkan kepedulian dan kejelian dari MK terkait persoalan ini,” katanya.

Dia pun mengapresiasi hakim konstitusi Arsul Sani yang dissenting terhadap putusan tersebut. Novel menilai Arsul boleh jadi memahami lantaran pengalamannya sebagai legislator di parlemen, khususnya membidangi hukum selama dua periode. Makanya Arsul dalam dissentingnya berpendapat mestinya permohonan pemohon dikabulkan sebagian.

Sebagaimana diketahui, Novel Baswedan bersama 11 orang mantan pegawai KPK lainnya mengajukan permohonan uji materi syarat usia capim KPK yang diatur dalam Pasal 29 huruf e UU 19/2019. Novel dan rekan meminta MK untuk memasukkan frasa tambahan ke dalam pasal tersebut. Mereka ingin pegawai KPK yang berpengalaman menjalankan fungsi utama KPK juga dapat mengajukan diri sebagai capim.



Tags:

Berita Terkait