Upaya Komisi Kejaksaan dalam Penanganan Perkara Ferdy Sambo dkk
Terbaru

Upaya Komisi Kejaksaan dalam Penanganan Perkara Ferdy Sambo dkk

Terus berkoordinasi dengan pihak Jampidum, hingga mengawasi jaksa dalam persidangan sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi Komisi Kejaksaan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjutak saat berbincang dengan Hukumonline di ruang kerjanya, Senin (3/10/2020).
Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjutak saat berbincang dengan Hukumonline di ruang kerjanya, Senin (3/10/2020).

Pelimpahan tahap kedua berkas perkara dan tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat dan obstruction of justice dari penyidik Bareskrim ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan sudah dilakukan. Profesionalisme jaksa dalam penanganan perkara ini di persidangan bakal disorot publik.

Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjutak mengatakan Komisi Kejaksaan turut mengawal proses penanganan perkara yang melibatkan mantan Kepala Divisi Profesi Pengamanan (Kadiv Propam) Mabes Polri Ferdy Sambo dan sejumlah anak buahnya ini. Tim pun dibentuk dengan jumlah lima komisioner yang ditugaskan mengawasi jalannya persidangan kasus ini.

Selain itu, Komisi Kejaksaan pun melakukan koordinasi dengan Jaksa Agung ataupun dengan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) dalam rangka mengetahui perkembangan penanganan perkara di tingkat penuntut umum. Tapi, koordinasi tersebut bersifat tertutup dan tidak disampaikan ke publik ataupun media.

Menurutnya, hasil pertemuan dengan Jaksa Agung, Komisi Kejaksaan, meminta agar prinsip-prinsip hukum dapat diterapkan sebagaimana mestinya termauk soal trasnparansi, akuntabilitas, dan profesionalitas Jaksa Agung pun sependapat. Dia menilai transparansi menjadi indikator dalam mengukur penegakan hukum yang bermoral.

“Integritas menurut kita bukan kata-kata, tapi (yang terpenting, red) bagaimana transparansinya,” ujar Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjutak saat berbincang dengan Hukumonline di ruang kerjanya, Senin (3/10/2020) kemarin.

Baca Juga:

Dia menekankan agar penuntut umum memegang teguh asas equality before the law dan due process of law dapat berjalan sebagaimana mestinya saat kewenangan penanganan perkara berada di penuntut umum. Menurutnya, lembaga negara yang dipimpinnya sebatas menyampaikan rekomendasi. “Tapi direspon. Kemudian Jampidum terbuka untuk minta supaya kami ikut mengawasi. Itu sebabnya kami hadir di persidangan nanti,” kata Barita.

Menurutnya, kehadiran Komisi Kejaksaan mengawasi jalannya persidangan Sambo dkk untuk menjaga integritas dan profesionalisme para jaksa yang menangani perkara ini selain publik. Setidaknya, para jaksa nyaman bersidang dalam penanganan perkara Sambo dkk ini.

“Untuk memberi kepercayaan publik kita mengawasi. Kita monitoring jaksa supaya tidak macam-macam, karena diawasi. Kemudian kalau kita rasa ada yang perlu kita rekomendasi, di situlah fungsi kita. Kita tidak ambil data sekunder, tapi data primer karena dengar langsung di persidangan,” ujarnya.

Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (FH UKI) periode 2009-2013 itu menuturkan, sarana komunikasi jaksa yang menangani perkara Sambo dkk di persidangan bakal disadap sebagaimana yang disampaikan Jampidum Fadil Zumhana. Ia mengungkapkan yang bakal memantau perkara ini selain Komisi Kejaksaan, juga dipantau Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel), Satuan Tugas (Satgas) 53.

Usulan agar jaksa yang menangani perkara Sambo dkk di safe house memang dipandang Kejaksaan belum perlu. Ia memperkirakan persidangan dengan 5 tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana dan 7 tersangka kasus obstruction of justice bakal padat dengan berkas ratusan lembar berkas perkara. Persidangan pun bakal berjalan maraton.

“Tapi yang paling penting mereka jaksa aman dan masyarakat tahu bahwa ini tidak main-main. Komisi Kejaksaan mengusulkan standar yang diakui secara internasional. Sebab, dalam International Association of Prosecutors itu ada standarnya. Dalam menangani perkara tertentu itu, ada safe house,” ujarnya.

Menurutnya, adanya pengawasan dan safe house, jaksa dalam penanganan perkara tidak dapat dipengaruhi pihak manapun. Dengan demikian, jaksa dalam penanganan perkara melalui kekuasaan penuntutan yang dimilikinya dapat dipercaya publik. Kendati belum memerlukan safe house, tapi Barita yakin Kejaksaan telah disiapkan tempat bagi jaksa agar dapat lebih nyaman dan mudah berkoodinasi demi memudahkan penanganan perkara ini.

“Ada 30 orang jaksa untuk kasus Pasal 340 KUHP ini dengan lima berkas perkara. Tentu tim jaksa di FS dan PC perlu koordinasi supaya ada sinkronisasi datanya agar tidak ada disparitas. Praktiknya ini jalan, cuma tidak dipublish,” ujar mantan tenaga ahli DPR periode 1999-2010 itu.

Seperti diketahui, Ferdy Sambo telah ditetapkan tersangka dalam dua perkara. Pertama, kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sebagai dalang dari tindak pidana tersebut. Ferdy bersama Bharada Richard Eilizer, Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf, dan Putri Chandrawati dijerat dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.

Kedua, tersangka dalam perkara menghalangi-halangi proses penyidikan atau obstruction of justice dalam penanganan perkara pembunuhan Brigadir J. Dalam kasus tersebut, ada 7 tersangka yakni Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto. Ketujuh tersangka dijerat dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke-2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.

Tags:

Berita Terkait