Upah Proses Tak Dibayar, ANTV Digugat
Berita

Upah Proses Tak Dibayar, ANTV Digugat

Pihak pekerja dan manajemen ANTV punya tafsir berbeda terhadap putusan PHI dan upah proses.

CR-12
Bacaan 2 Menit
Upah proses tak dibayar, ANTV digugat. Foto: SGP
Upah proses tak dibayar, ANTV digugat. Foto: SGP

Berhati-hatilah menafsirkan sebuah keputusan pengadilan. Apalagi menyangkut upah atau hak seorang buruh. Jika tidak, bersiaplah menuai gugatan. Demikian yang dialami Kepala Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan, Direktur Utama PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

 

Ketiga pejabat itu digugat oleh Reiner Marion, Susprihartanto dan Wahyu Budi Darmawan. Mereka adalah karyawan ANTV yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja. Reiner dkk menganggap Kepala Sudin Nakertrans, Dirut ANTV dan Menakertrans telah melakukan perbuatan melawan hukum karena keliru menafsirkan keputusan pengadilan sekaligus peraturan perundang-undangan. Gugatan dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

 

Perkara ini bermula ketika ketiga pekerja yang menjadi pengurus Serikat Pekerja ANTV itu diskorsing pada 9 Maret 2010. Mereka menolak skorsing dan meminta agar dipekerjakan kembali. Namun pihak manajemen enggan menuruti keinginan Reiner dkk.

 

Karena tidak selesainya perselisihan dengan proses bipartit, maka ketiga pekerja ANTV itu mengadukan nasibnya ke Sudin Nakertrans Jaksel. Proses tripartit yang telah dijalani menghasilkan anjuran untuk mempekerjakan kembali ketiga pekerja ANTV.

 

Alih-alih menjalankan anjuran, pihak manajemen malah memilih mengajukan gugatan ke PHI Jakarta. Proses gugatan itu menghasilkan putusan Nomor 239/PHI/G/2010/PN.JKT.PST yang menyatakan PHK dan perusahaan membayar pesangon. Tak puas dengan putusan itu, ketiga pekerja mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

 

“Pekerja melakukan kasasi dan sampai sekarang belum ada putusan”, tutur Sholeh Ali, salah satu kuasa hukum pekerja ANTV dari LBH Pers ketika diwawancarai hukumonline, Rabu (12/10) di Jakarta.

 

Selama proses perselisihan di PHI itu, pekerja masih mendapatkan upah bulanan atau biasa dikenal upah selama proses PHK. Namun setelah putusan PHI keluar, hak-hak itu tidak lagi dipenuhi. Di sini pihak pekerja menilai manajemen telah melanggar Pasal 155 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

 

Pasal 155 UU Ketenagakerjaan

 

Ayat (2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.

 

Ayat (3) Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.

 

Pekerja ANTV, melalui kuasa hukumnya dari LBH Pers mengeluarkan surat somasi tertanggal 04 April 2011 dan surat undangan bipartit tertanggal 07 April 2011 dikirimkan kepada manajemen. Namun pihak manajemen melalui surat kuasa hukumnya, John Girsang, tertanggal 11 April 2011 menolak tuntutan pekerja.

 

Merasa dirugikan, pekerja mengadukan kembali nasibnya ke Sudin Nakertrans Jaksel lewat surat tertanggal 14 April 2011. Pekerja berharap Sudin Nakertrans dapat mengeluarkan anjuran tentang upah proses yang menjadi perselisihan baru Reiner dkk dengan pihak manajemen pasca putusan PHI.

 

Sejak surat itu dilayangkan, selama  67 hari, pekerja tidak mendapat tanggapan dari Sudin Nakertrans. Merasa tak diacuhkan, pekerja mengirim somasi tertanggal 10 Juni 2011 dengan harapan pengaduan yang mereka kirim mendapat tanggapan. Namun, tetap saja Sudin Nakertrans tidak menanggapinya. Surat somasi kedua tertanggal 17 Juni 2011 dilayangkan. Lagi-lagi, tidak ada tanggapan.

 

Sikap tak acuh Sudin Nakertrans Jaksel ini yang menjadi dasar gugatan bagi pihak pekerja kepada Kasudin Nakertrans Jaksel dan Menakertrans. Karena tidak ditanggapi, maka tidak ada anjuran yang dihasilkan. Perjuangan pekerja dalam meraih hak-haknya seolah terganjal. “Tidak mengeluarkan anjuran itulah yang menjadi kesalahan (Sudin Nakertrans),” ujar Sholeh Ali.

 

Perbedaan Tafsir

Menurut Sholeh, pihak tergugat, dalam hal ini Dirut ANTV, Kasudin Nakertrans Jaksel dan Menakertrans telah melakukan perbuatan melawan hukum. Karena salah menafsirkan putusan dari PHI itu. Sehingga pemenuhan hak-hak pekerja (upah), terhenti. Kasus ini sudah diajukan ke PN Jaksel dan sudah enam kali bersidang.

 

Bagi pihak manajemen, tidak dibayarnya upah ketiga pekerja ANTV pasca putusan PHI karena pihak manajemen mengartikan putusan itu berkekuatan hukum tetap, sehingga pembayaran upah sudah tidak diperlukan lagi sampai ada putusan dari MA. “Apapun keputusan kasasi nanti, kita (manajemen ANTV) akan hargai”, kata John.

 

Manajemen ANTV, lanjut John, merasa tidak pernah melakukan tindakan melawan hukum seperti yang didalilkan penggugat. Karena sampai saat ini proses hukum (di PN Jaksel) masih berjalan, manajemen akan bertindak sesuai yang disebutkan nanti dalam putusan. Pada 25 Oktober nanti majelis hakim akan mengeluarkan keputusan sela atas eksepsi yang diajukan pihak manajemen.

 

Menurut John, dasar gugatan yang diajukan oleh pekerja adalah perselisihan hubungan industrial.   Seharusnya mereka mengajukan ke PHI. “Itulah makanya kita (manajemen ANTV) mengajukan eksepsi kompetensi absolut terhadap gugatan yang dilakukan LBH Pers (Pihak Pekerja),” pungkas John.

 

Sekadar informasi, Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu menyatakan frase ‘belum ditetapkan’ dalam Pasal 155 Ayat (2) UU Ketenagakerjaan melanggar konstitusi, kecuali diartikan sebagai ‘belum berkekuatan hukum tetap’. Dengan demikian, pengusaha yang melakukan skorsing kepada pekerjanya tetap berkewajiban membayarkan upah selama proses sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. 

Tags: