Ungkap ‘Sejarah’ Kelam, Afghanistan Ingin Belajar dari KPK
Utama

Ungkap ‘Sejarah’ Kelam, Afghanistan Ingin Belajar dari KPK

Afghanistan sempat bertengger sebagai negara terkorup kedua.

NOVRIEZA RAHMI
Bacaan 2 Menit
Menteri Kehakiman Afganistan (kedua dari kiri) bersama Duta Besar Afganistan untuk Indonesia (paling kiri) dan Wakil Ketua KPK menggelar konferensi pers di KPK, Rabu (8/3). Foto : NOV
Menteri Kehakiman Afganistan (kedua dari kiri) bersama Duta Besar Afganistan untuk Indonesia (paling kiri) dan Wakil Ketua KPK menggelar konferensi pers di KPK, Rabu (8/3). Foto : NOV
Afghanistan rupanya memiliki "sejarah" kelam karena pemerintahannya yang korup. Bahkan, Afghanistan sempat "dinobatkan" sebagai negara kedua terkorup oleh lembaga internasional. Hal ini disampaikan oleh Menteri Kehakiman Afghanistan HE Abdul Baseer Haidar saat mengunjungi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Saat menggelar konferensi pers bersama pimpinan KPK, Abdul mengatakan, pasca pemerintahan Taliban tumbang pada 2001, Afghanistan dikuasai oleh pemerintahan baru. Namun, beberapa tahun setelah pemerintahan tersebut, Afghanistan malah menduduki peringkat kedua negara terkorup.

"Banyak bantuan datang setelah Taliban pergi. Ada bantuan langsung dari pemerintah, ada bantuan dari NGO, dan ada beberapa bantuan dari PBB. Tapi, pemerintah sebelumnya tidak bisa mengumpulkan dari mana semua uang yang datang dan kemana dihabiskan," katanya di KPK, Rabu (8/3).

Terlebih lagi, sambung Abdul, kala itu rakyat Afghanistan tidak begitu dekat dengan upaya melawan korupsi. Kesadaran rakyat Afghanistan atas upaya melawan korupsi baru mulai terbangun ketika melihat bagaimana pemerintahan yang korup dan semua uang masuk ke kantong satu orang.

Selain kesadaran rakyatnya, gerakan anti korupsi di Afghanistan juga ditopang oleh pemerintahan Presiden baru yang terpilih melalui Pemilihan Umum (Pemilu). Abdul mengungkapkan, sudah setahun pemerintahan baru berjalan, Presiden bersumpah akan “menghabiskan” korupsi dari Afghanistan.

"(Atas sumpah Presiden baru) Sekarang pemerintah Afghanistan bekerja keras untuk memberantas korupsi, sampai sekarang (Afghanistan) berada di level (peringkat) 8, setelah sebelumnya berada di level 2 paling korup. Artinya, pemerintah baru sudah bekerja keras melawan korupsi," ujarnya.

Dalam upaya melawan korupsi, Presiden Afghanistan pun memilih para pemimpin yang bersih dan jujur. Afghanistan memiliki satu komisi yang dipimpin Presiden, Wakil Presiden, beberapa menteri, anggota DPR, dan Direktur Keamanan Nasional yang semuanya bekerja keras untuk melawan korupsi.

Abdul sendiri sebagai Menteri Kehakiman juga menyebarkan nomor teleponnya kepada masyarakat Afghanistan agar mereka dapat ikut berpartisipasi. "Sering ada telepon masuk kasih informasi atau minta naikin gaji. Kalau di sana, pegawai sipil gajinya kecil. Itu juga salah satu masalah (pemberantasan) untuk korupsi," imbuhnya.

Tentu, menurut Abdul, upaya melawan korupsi yang dilakukan pemerintah juga didukung oleh para penegak hukum, seperti Jaksa Agung dan Mahkamah Agung (supreme court) di Afghanistan. Sebagai tambahan, hukuman untuk koruptor di Afghanistan berkisar antara 5 sampai 15 tahun penjara.

Dengan niatan tersebut, pemerintah Afghanistan ingin memetik pengalaman upaya pemberantasan korupsi di negara lain, salah satunya Indonesia. Abdul menyebutkan, KPK dipilih sebagai tempat untuk berbagi pengalaman karena PBB dalam laporannya sering menyebut kesuksesan KPK dalam melawan korupsi di Indonesia.

Pertimbangan lainnya karena Kedutaan Besar Afghanistan di Indonesia memiliki hubungan baik dengan KPK. Karena itu, pemerintah Afghanistan mendatangkan 16 delegasinya untuk mengunjungi KPK. Abdul mengaku senang bisa bertemu pimpinan KPK untuk melihat lebih dekat cara kerja KPK dalam memberantas korupsi.

"Banyak sekali faedahnya untuk kami. Kami bisa ambil pengalaman Indonesia untuk dibawa (bekal) ke Afghanistan dalam upaya melawan korupsi. Kami lihat, KPK juga bekerja sama dengan negara lain untuk menghapuskan korupsi. Insya Allah, KPK di masa depan bisa bekerja sama dengan pemerintah Afghanistan," harapnya.

Demikian pula Duta Besar Afghanistan untuk Indonesia Roya Rahmani. Ia berterima kasih kepada KPK yang telah berbagi pengalaman dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia berharap hubungan kedua negara, Afghanistan dan Indonesia, semakin dekat seperti saudara.

"Kami bangga sudah beberapa kali bertemu dengan Pak Jokowi. Indonesia adalah negara paling besar (penduduk) Islamnya di seluruh dunia. Kami berharap, Indonesia sebagai salah satu contoh negara dengan (penduduk) Islam terbesar di dunia, kami bisa ikuti (contoh) Indonesia, pemerintahannya," tuturnya.

Di lain pihak, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif juga merasa senang dengan kehadiran delegasi dari Afghanistan. "Pak Menteri membawa delegasi untuk melihat bagaimana pembentukan anti corruption agency dan ingin mempelajari apakah model KPK ini bisa juga dibuat di Afghanistan. Sebab, mereka belum memiliki badan atau komisi anti korupsi sampai sekarang," tandasnya.

Untuk diketahui, delegasi Afghanistan yang dipimpin Menteri Kehakiman HE Abdul Baseer Haidar berjumlah sekitar 16 orang, termasuk penasihat Presiden bidang Anti Korupsi, Wakil Jaksa Agung, dan Kepala Tinggi Pengawasan Pelaksanaan Strategi Anti Korupsi, dan Direktur Pengadilan Banding Afghanistan.

Afghanistan merupakan satu dari banyak negara yang ingin belajar bersama dengan KPK. Beberapa negara lain yang juga pernah berkunjung atau bertemu KPK di negaranya, serta ingin mempelajari desain institusi KPK, antara lain Malaysia, Bangladesh, Pakistan, Vietnam, Yaman, Saudi Arabia dan Timor Leste.
Tags:

Berita Terkait