Ultra Petita Putusan Jaksa Pinangki, Apa Pertimbangan Majelis?
Utama

Ultra Petita Putusan Jaksa Pinangki, Apa Pertimbangan Majelis?

Ada 6 pertimbangan memberatkan majelis.

Aji Prasetyo
Bacaan 4 Menit
Terdakwa kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/2). Foto: RES
Terdakwa kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/2). Foto: RES

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta menghukum Pinangki Sirna Malasari, jaksa fungsional pada Kejaksaan Agung RI dengan pidana penjara selama 10 tahun, denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia dianggap bersalah melakukan tiga tindak pidana korupsi menerima suap, pencucian uang dan pemufakatan jahat.

Dalam kasus ini, Pinangki terbukti melakukan tiga dakwaan, yaitu pertama dakwaan kesatu subsider pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang dan dakwaan ketiga subsider dari pasal 15 jo pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam dakwaan pertama, jaksa Pinangki dinilai terbukti menerima suap sebesar AS$500 ribu dari terpidana kasus "cessie" Bank Bali Djoko Tjandra. Dakwaan kedua adalah pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pinangki dinilai terbukti melakukan pencucian uang senilai AS$375.279 atau setara Rp5,253 miliar.

Dakwaan ketiga adalah pasal 15 jo pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pinangki dinilai terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya, Anita Kolopaking dan Joko Tjandra untuk menjanjikan sesuatu berupa uang sejumlah AS$10 juta kepada pejabat di Kejagung dan MA untuk menggagalkan eksekusi Joko Tjandra selaku terpidana kasus "cessie" bank Bali dengan cara meminta fatwa MA melalui Kejaksaan Agung.

Putusan ini jauh lebih tinggi dari tuntutan penuntut umum yang meminta majelis menghukumnya dengan pidana penjara selama 4 tahun denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Apa alasan majelis memutuskan ultra petita dalam perkara ini?

“Tuntutan yang diajukan penuntut umum terlalu rendah sedangkan putusan dalam diri terdakwa ini dianggap adil dan tidak bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat,” ujar majelis hakim.

Setidaknya ada 6 pertimbangan memberatkan majelis hakim sebelum memutuskan hal ini. Pertama, ia adalah seorang Aparat Penegak Hukum dengan jabatan sebagai jaksa. Kedua, perbuatannya membantu Joko Tjandra menghindari pelaksanaan PK adalah perkara cessie bank bali sebesar Rp94 miliar yang saat itu belum dijalani.

“Terdakwa menyangkal dan menutupi keterlibatan pihak-pihak lain yang terlibat,” ujar majelis dalam pertimbangannya. (Baca: Tiga Dakwaan Berlapis Dianggap Terbukti, Pinangki Dituntut 4 Tahun)

Pertimbangan keempat, perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Kelima, Pinangki berbelit-belit dan tidak mengakui kesalahannya, dan terakhir ia menikmati hasil kejahatan yang dilakukan. Sementara pertimbangan meringankan ia berlaku sopan, merupakan tulang punggung keluarga dan belum pernah dihukum.

Sering urus perkara

Dalam pertimbangannya majelis juga mengatakan jika Pinangki sering 'mengurus' perkara berkaitan dengan Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung. Mulanya, majelis membacakan barang bukti elektronik berupa percakapan Anita Kolopaking dengan Pinangki. Hakim menyebut dalam percakapan itu ada bahasan tentang grasi mantan Gubernur Riau Annas Maamun.

Hakim menilai percakapan Pinangki dan Anita itu membuktikan kalau Pinangki sering mengurus perkara. Perkara yang kerap ditangani berkaitan dengan Kejagung dan MA

“Menimbang bahwa dalam komunikasi chat dengan menggunakan aplikasi whatsapp, antara terdakwa dengan Anita Kolopaking dalam nomor urut 1 sampai dengan 14 pada tanggal 26 november 2019, pukul 6.13.29 pm sampai dengan 7.50.34 pm, ditemukan pula percakapan terdakwa terkait grasi Annas Maamun, percakapan ini membuktikan selain terkait dengan kasus Joko Tjandra, terdakwa sudah biasa mengurus perkara dengan bekerjasama dengan saksi dari Anita Kolopaking, khususnya terkait institsui Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung Republik Indonesia,” terang majelis.

Sementara terkait pencucian uang, majelis menilai pencucian uang yang dilakukan Pinangki senilai Rp5,2 miliar. Jumlah ditransfer, dialihkan dibelanjakan keseluruhan AS$375.279 atau setara Rp5.253.905.036 sebagaimana diuraikan sebelumnya berasal dari tindak pidana korupsi penerimaan uang AS$500 ribu, dari jumlah keseluruhan AS$1 juta dari Djoko Tjandra yang diberikan melalui Andi Irfan Jaya agar putusan PK terhadap Joko Tjandra tidak bisa dieksekusi sehingga Djoko Tjandra tidak perlu menjalani hukuman pidana,” jelasnya.

Hakim mengatakan gaya hidup Pinangki tidak sesuai dengan gaji Pinangki. Sehingga patut diduga gaya hidup Pinangki bersumber dari hasil korupsi. Pleidoi atau nota pembelaan yang disampaikan Pinangki terkait asal-usul uang dolar Pinangki berasal dari peninggalan suami pertama Pinangki. Menurut hakim, Pinangki tidak dapat membuktikan kalau uang itu berasal dari peninggalannya suaminya.

“Uang yang menurut terdakwa berasal dari peninggalan suami terdakwa tidak dapat dibuktikan, di samping itu uang peninggalan tidak dilaporkan LHKPN. Menimbang berdasarkan pertimbangan itu, maka unsur menyamarkan asal-usul telah terpenuhi,” tutur majelis.

Adapun pencucian uang yang dilakukan Pinangki sebagai berikut:

  1. Pembelian 1 unit mobil BMW X5 senilai Rp1,753 miliar dibeli secara tunai namun beberapa tahap
  2. Pembayaran sewa Apartemen Trump International Hotel di Amerika Serikat pada 3 Desember sebesar Rp72 juta
  3. Pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat yang bernama dokter Adam R Kohler sebesar Rp139,943 juta
  4. Pembayaran dokter home care atas nama dr Olivia Santoso untuk perawatan kesehatan dan kecantikan serta rapid test sebesar Rp 166,780 juta.
  5. Pembayaran kartu kredit di berbagai bank, Rp437 juta, Rp185 juta, Rp483,5 juta, Rp1,8 miliar
  6. Pembayaran sewa apartemen The Pakubuwono Signature dari Februari 2020-Februari 2021 sebesar AS$68.900 atau setara Rp940,2 juta.
  7. Pembayaran Sewa Apartemen Darmawangsa Essence senilai AS$38.400 atau setara Rp525,2 juta
Tags:

Berita Terkait