Kesebelas CHK yang mengkuti pembuatan makalah secara bersama adalah Sugianto, Wahiduddin Adams, Ni’matul Huda, Franz Astaani, Atip Latipulhayat, Aswanto, Ahmad Dimyati Natakusuma, Yohanes Usfunan, Atma Suganda, Agus Santoso, dan Edie Toet Hendratno.
Wakil Ketua Komisi III Al Muzzamil Yusuf mengatakan, seluruh calon nantinya akan melalui uji wawancara setelah menyelesaikan pembuatan makalah. Menurutnya, makalah yang dibuat seluruh calon akan menjadi bahan pertanyaan yang akan diajukan oleh tim pakar.
“Tim pakar akan punya waktu untuk bertanya dan anggota setelah mereka ada waktu untuk bertanya,” ujarnya.
Dikatakan Muzzammil, Komisi III akan melakukan rapat internal pada Rabu (26/2) dengan tim pakar. Rapat tersebut nantinya merumuskan mekanisme parameter penilaian terhadap calon. Parameter yang dimaksud mulai dari pembuatan makalah hingga penguasaan materi makalah dan seputar hukum ketatanegaraan.
Di ujung sesi wawancara tim pakar akan memberikan penilaian dan hasilnya menjadi rekomendasi kepada Komisi III. Tim pakar juga akan melakukan rapat dengan Komisi III untuk mempresentasikan calon yang memiliki kemampuan sesuai dengan kriteria parameter penilaian.
Muzzamil berharap pengambilan keputusan tidak dilakukan dengan voting, tetapi dengan mekanisme musyawarah mufakat. Namun, jika tidak ditemukan titik temu penentuan CHK yang lolos, mekanisme pengambilan suara dengan voting terpaksa ditempuh.
“Tim pakar nantinya menilai semua dan mempresentasikan kepada kita semua seluruh anggota, sehingga kita berharap ada musyawarah antara tim pakar dengan anggota jika tidak tercapai maka kemudian dilakukan voting pada Rabu (5/3) malam,” ujarnya.
Anggota Komisi III Ahmad Yani berpendapat, makalah yang dibuat CHK harus digandakan untuk kemudian diberikan ke masing-masing anggota dan tim pakar. Setidaknya, anggota komisi dan tim pakar sudah dapat melakukan penilaian awal dengan membaca hasil makalah yang dibuat para calon.
Soal mekanisme, Yani justru berpandangan hal itu sebaiknya diserahkan kepada tim pakar. Yani yakin dengan keahlian dari sejumlah tim pakar yang dilibatkan dalam melakukan seleksi CHK. Menurutnya, ada baiknya yang melakukan uji wawancara terhadap sejumlah calon adalah tim pakar.
“Usul saya DPR hanya mendengar saja dan kita punya hak untuk menyetujui atau tidak menyetujui,” katanya.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu lebih jauh berpandangan, DPR sebaiknya tidak lagi melakukan uji wawancara terhadap CHK. Soalnya, latar belakang disiplin ilmu anggota komisi tidak seluruhnya memahami ilmu ketatanegaraan.
“Saya berpendapat tidak perlu lagi melakukan fit and proper tes, biar pakar. Setelah itu kita mendapat rekomendasi dari tim pakar itu. Kita ingin melakukan perubahan, saya menyatakan wajib hadir anggota fraksi dalam fit and propertest,” katanya.
Salah satu CHK Atip Latipulhayat menyambut baik keberadaan tim pakar. Namun, ia berharap tim pakar tidak saja menjadi pemanis dalam melakukan uji kelayakan dan kepatutan CHK. “Saya senang dan menyambut baik tim pakar, dan jangan hanya jadi aksesoris,” ujarnya.
Dispensasi
Terhadap CHK Ermansjah Djaja yang terkendala teknis, Komisi III memutuskan memberikan dispensasi untuk mengkuti pembuatan makalah pada Rabu (26/2). Menurut Muzzamil, pimpinan mendapat surat pukul pada Senin (24/2) 15.00. Kemudian Ermansjah dihubungi pihak panitia pukul 16.00 WIB.
Alhasil, Ermansjah mencari tiket pesawat ke Jakarta untuk Selasa pagi hari. Sayangnya, Ermansjah mendapat tiket pesawat Selasa Sore. Maklum, Ermansjah berdomisili di Balikpapan. “Terhadap peserta yang berhalangan, anggota menyetujui karena keberhalangan yang bersangkutan karena alasan teknis,” ujar politisi PKS itu
Anggota Komisi III Taslim mengamini pandangan Muzzammil. Menurutnya mencari hakim MK yang memiliki kredibilitas dan intergritas tidak semudah membalikan telapak tangan. Menurutnya siapapun yang mendaftar perlu diberikan kesempatan, dengan catatan ketidakhadirannya dilandasi dengan alasan yang dapat diterima.
“Mencari hakim MK itu sulit, kami berikan kesempatan. Biarlah kemampuan yang menentukan,” pungkas politisi PAN itu.