Dia melanjutkan atas penolakan permohonan PK itu, pemohon mengajukan permohonan sidang Praperadilan ke PN Cianjur dan Pengadilan Tipikor Bandung atas dasar penangkapan dan penahanan ilegal. Namun, lagi-lagi kedua permohonan praperadilan ditolak. “Semua upaya hukum yang ditempuh pemohon ditolak, sehingga penegak hukum tidak melaksanakan Pasal 263 ayat (1) dan Pasal 270 KUHAP yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945,” tuturnya.
Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK agar Pasal 263 ayat (1) KUHAP dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai terpidana berhak mengajukan PK kapanpun waktunya. Sedangkan Pasal 270 khususnya frasa “salinan surat putusan” inkonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai pelaksanaan putusan tetap dilakukan berdasarkan salinan putusan tetap bukan berdasarkan petikan putusan.
Atas permohonan ini, anggota majelis Panel Suhartoyo mengingatkan MK mengadili pertentangan norma undang-undang yang diuji dengan UUD 1945, bukan mengadili implementasi norma dalam kasus konkrit. Selain itu, dia mengingatkan sesuai Pasal 268 ayat (1) KUHAP, permohonan PK tidak menunda/menghalangi proses eksekusi.
“Jadi, untuk apa pemohon mempersoalkan petikan putusan yang tidak bisa dijadikan dasar eksekusi? Sebenarnya kedua pasal tersebut sudah jelas, kalau dipersoalkan nantinya akan semakin tidak jelas,” kritik Suhartoyo. “Kalau Saudara menghendaki bahwa itu harus salinan putusan itu kan sudah jelas, tidak perlu ada yang perlu dipersoalkan lagi. Ini hanya menyangkut penerapan norma”.
34/PUU-XI/2013yangmembatalkan Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang berimplikasi PK dapat diajukan berkali-kali dinilai menjadi kendala bagi Kejaksaan saat akan mengeksekusi terpidana mati yang tengah mengajukan PK. Karenanya, mereka meminta penegasan tafsir atas berlakunya Pasal 268 ayat (1) KUHAP bahwa PK tidak menunda proses eksekusi yang dikuatkan terbitnya SEMA No. 7 Tahun 2014 yang membatasi PK hanya sekali.
“Ini yang sebenarnya dasar dan permintaan permohonannya karena kami juga punya kepentingan terkait hukuman mati yang tersebar di sejumlah undang-undang,” ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman
Boyamin mengatakan permohonan ini sebenarnya menpertegas aturan yang sudah jelas. Sebab, pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo di sejumlah media hukuman mati tidak bisa dilaksanakan karena adanya putusan MK yang menyatakan pengajuan PK bisa diajukan berkali-kali. “Itu statement sudah dirangkum lengkap dalam permohonan kami,” lanjut Boyamin.
terhalang pengajukan PK
legal standing
Hak pengajuan PK
“Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada MA.”“Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya.”