Ubah Persepsi Ukuran Keberhasilan BUMN
Berita

Ubah Persepsi Ukuran Keberhasilan BUMN

Kemampuan menggerakkan perekonomian bisa dijadikan sebagai salah satu indikator.

CR-9/M-7
Bacaan 2 Menit
Gedung Kementrian BUMN. Foto: Sgp
Gedung Kementrian BUMN. Foto: Sgp

Selama ini suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa dianggap berhasil jika mampu menghasilkan dan membagikan deviden. Akibatnya, manajemen BUMN berusaha dengan segala cara agar neraca keuangan perusahaan bisa menghasilkan deviden.

 

Cara pandang ini sudah perlu diubah di tengah persaingan dunia usaha yang semakin ketat. Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani, mengungkapkan pemerintah maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus bersama-sama mengubah persepsi bahwa, keberhasilan kinerja BUMN tidak hanya dinilai dari segi, berapa deviden yang mampu diberikan kepada negara.

 

Berbicara di sebuah acara talkshow di Jakarta, Rabu (07/7) malam, Aviliani, mengatakan seharusnya indikasi keberhasilan BUMN bisa dilihat, bagaimana BUMN mampu menggerakkan perekonomian Indonesia. Berjalannya good corporate governance dan proses transparansi di BUMN merupakan hal penting yang menjadi nilai plus bagi BUMN. Karena, tak bisa dipungkiri, image BUMN yang selama in terkenal korup sekarang mulai terpatahkan.

 

Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, misalnya,  telah mendorong dan ‘memaksa’ BUMN agar lebih terbuka dan menjalankan prinsip-prinsip tata pengelolaan usaha yang baik. BUMN malah harus menyediakan pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang berdasarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran.

 

Menurut Aviliani, masalah pemberian deviden oleh BUMN kepada negara juga harus dirombak. Selama ini, APBN tidak pernah lagi memberikan dukungan kepada BUMN. Alih-alih mendapat dukungan 30 % dari APBN, BUMN malah harus memberikan konstribusi ke kas negara. Akibatnya, modal BUMN semakin berkurang. Padahal, modal tersebut bisa dikembangkan dan membuat BUMN semakin besar.

 

Ditemui di tempat yang sama, Parikesit Suprapto, Deputi Bidang Usaha Perbankan dan Jasa Keuangan Kementerian Negara BUMN mengungkapkan selama ini, sekitar 12 persen penerimaan negara merupakan kontribusi BUMN. Setidaknya ada tiga pendapatan negara yang disumbangkan BUMN, yakni dalam bentuk deviden, pajak dan hasil privatisasi.

 

Selama tiga tahun terakhir, belanja modal BUMN lebih tinggi dibandingkan dengan APBN. Tahun 2009 saja, BUMN memberikan kontribusi sebesar Rp120 triliun kepada APBN. Kontribusi ini diberikan dalam bentuk pajak dan deviden.

 

Selama ini, lanjut Parikesit, pos deviden selalu ditetapkan oleh panitia anggaran. Padahal BUMN juga membutuhkan dana. “Kami beri masukan, bagaimana devidennya dikurangi. Kalau dikurangi, otomatis kinerjanya akan lebih baik”. Pariket yakin jika kinerja BUMN baik, penyetoran dari pajak juga akan meningkat.

 

Deviden hanya sekian persen dari laba bersih BUMN. Kalau labanya bagus, otomatis pemberian deviden ke APBN semakin besar. Tetapi, Parikesit mengharapkan agar pemerintah tidak terlalu menargetkan deviden yang terlalu besar. Karena deviden ini diambil dari laba bersih. Kalau laba ini ditahan maka lavaragenya juga akan tinggi.

 

Parikesit mencontohkan, untuk perbankan yang BUMN, yang labanya besar. Laba ini bisa dipergunakan lagi dalam penyaluran kredit. Pertumbuhan perekonomian juga bisa berjalan.

 

Ketua Komisi VI DPR RI, Airlangga Hartanto menanggapi positif masukan Parikesit. Menurut Airlangga, pengurangan deviden bisa dilakukan. Jadi, modal BUMN bisa disalurkan kembali”.

Secara prinsip, lanjut Airlangga, APBN harusnya murni dari pajak. Deviden hanya sebagai komplementer saja, artinya bukan hal yang utama. “Kalau tidak, BUMN akan selalu untung, tapi tidak berkembang”.

Tags: