‘Uang Panas’ Hambalang Mengalir ke Sejumlah Politisi
Berita

‘Uang Panas’ Hambalang Mengalir ke Sejumlah Politisi

Mengalir juga ke pejabat Kemen PU, mantan Kepala BPN, korporasi, dan swasta.

NOV
Bacaan 2 Menit
‘Uang Panas’ Hambalang Mengalir ke Sejumlah Politisi
Hukumonline

Kabiro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora, Deddy Kusdinar menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (7/11). Deddy adalah terdakwa pertama dalam kasus korupsi proyek pengadaan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor yang diajukan ke persidangan.

Penuntut umum KPK, I Kadek Wiradana mendakwa Deddy dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. “Perbuatan Deddy memperkaya diri sendiri, korporasi, dan sejumlah pihak, diantaranya Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum, Mahyudin, dan Olly Dondokambey,” katanya.

Ia menguraikan, Deddy yang ketika itu menjabat Kepala Biro Perencanaan pada Sekretariat Kemenpora, ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Deddy mengetahui adanya usulan penggunaan anggaran Rp125 miliar untuk pembangunan Pusat Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPPON) yang selanjutnya berubah nama menjadi P3SON.

Namun, pembangunan yang dimulai sejak tahun 2006 itu sempat terhenti karena belum memiliki sertifikat. Semula, P3SON hanya diperuntukkan bagi atlet tingkat pelajar SMP dan SMA, tapi diperluas menjadi pusat pelatihan untuk atlet senior dengan rencana pembangunan di atas area seluas 312.448 meter persegi.

Dalam mempersiapkan pembangunan P3SON, Sesmenpora Wafid Muharam menunjuk Deddy sebagai koordinator tim yang beranggotakan Tommy Apriantono (Dosen ITB) dan Lisa Lukitawati Isa (CV Rifa Medika). Tim ini bekerja sama dengan Paul Nelwan, Sonny Anjangsono, Ida Nuraida, Asep Wibowo, dan Muhammad Arifin.

Mereka membuat desain dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek P3SON. Setelah dilakukan analisa, Sonny menemukan permasalahan karena tanah tidak ada di peta lahan Badan Pertanahan Nasional (BPN), kondisi tanah labil, serta ada sejumlah bangunan di lokasi yang tidak mungkin dihapuskan karena sudah menjadi aset negara.

Kadek melanjutkan, sekitar Oktober 2009, Deddy melakukan pertemuan dengan Wafid, Lisa Lukitawati Isa, Paul, Wiyanto alias Win Soehardjo, Sonny, Asep, Muhammad Arifin selaku Komisaris PT Metaphora Solusi Global (MSG), dan Ida Bagus Wirahadi dari PT Adhi Karya (AK). PT MSG memaparkan desain proyek P3SON Hambalang.

Ternyata desain yang dibuat PT MSG tidak sesuai kondisi tanah di Hambalang. Akan tetapi, Wafid menyatakan akan memaparkan desain tersebut kepada Menpora Andi Alfian Mallarangeng. Wafid meminta Sonny membuat RAB senilai Rp2,5 triliun dengan rencana pembangunan yang akan dilakukan secara multiyears.

Mereka kembali melakukan pertemuan di kediaman Andi di akhir tahun 2009. Wafid menyampaikan perkiraan anggaran sekitar Rp2,5 triliun dan sejumlah hambatan di proses anggaran. “Namun, Andi Alfian Mallarangeng menanggapi, ‘Sudahlah. Di Komisi 10 itu kan teman-teman saya’,” ujar Kadek menirukan ucapan Andi.

Status Tanah
Kemudian, dalam rangka merealisasikan arahan Andi, Wafid meminta Deddy mempersiapkan bahan usulan pengajuan penambahan anggaran untuk Rapat Kerja dengan Komisi X DPR. Sonny yang diminta menyusun RAB Rp2,5 triliun akhirnya mundur bersama Ida Nuraida dari PT Biro Insinyur Eksakta (BIE) karena proyek Hambalang ini “bau”.

Sekitar awal tahun 2010, Andi memuji master plan PT MSG. Wafid lalu memutuskan memakai masterplan PT MSG. Berdasarkan desain PT MSG, diperoleh angka Rp2,5 triliun dengan rincian, fisik bangunan termasuk biaya konsultasi perencana, manajemen konstruksi, dan pengelola teknis Rp1,175 triliun, serta biaya peralatan Rp1,4 triliun.

Deddy selanjutnya meminta Asep menyampaikan hasil penghitungan RAB kepada Staf Marketing PT AK Ida Bagus Wirahadi. Deddy juga meminta Lisa dan Rio Wilarso melakukan korespondensi email dengan PT AK, PT MSG, PT Yodya Karya (YK), dan PT Ciriajasa Cipta Mandiri (CCM) selama proses persiapan lelang.

Untuk menyelesaikan masalah status tanah Hambalang, Wafid meminta Muhammad Nazaruddin dan Mindo Rosalina Manulang membantu pengurusan di BPN. Anas yang ketika itu masih menjadi Ketua Fraksi Demokrat di DPR memerintahkan anggota Komisi II DPR Ignatius Mulyono mengurus hak pakai tanah untuk pembangunan P3SON Hambalang.

Akhirnya, Ignatius berhasil mengurus hak pakai atas tanah Hambalang. Fotocopy SK Kepala BPN No.1/HP/BPN/2010 tanggal 6 Januari itu diserahkan Anas kepada Nazaruddin. Kadek mengungkapkan, dalam pengurusan tanah tersebut, Nazaruddin dan Rosa telah menyerahkan uang Rp3 miliar kepada Kepala BPN Joyo Winoto.

Setelah mendapat SK Kepala BPN, Andi dan Wafid bertemu sejumlah anggota Fraksi Demokrat dari Komisi X DPR dan Banggar, yakni Mahyuddin, Angelina Sondakh, Mirwan Amir, dan Nazaruddin untuk membahas program-program Kemenpora. Mereka kembali bertemu di restoran Jepang, Gedung Arcadia Plaza Senayan.

Kadek menyatakan, sekitar Januari 2010, Kemenpora mengajukan usulan penambahan anggaran P3SON Hambalang sebesar Rp625 miliar dalam APBN-P 2010. Tanpa melalui proses dengar pendapat, Mahyuddin selaku pimpinan Komisi X DPR dan Tim Pokja menandatangani persetujuan penambahan Rp150 miliar.

Dengan disetujuinya penambahan, jumlah anggaran untuk pembangunan P3SON Hambalang menjadi Rp275 miliar. “Wafid melalui Paul Nelwan meminta uang Rp500 juta kepada PT AK dan Rp100 juta dari Poniran. Selanjutnya, diserahkan kepada Prof Mahyuddin pada saat Kongres Partai Demokrat di Bandung,” tutur Kadek.

Kontrak Multiyears
Kemudian, setelah APBN-P Kemenpora tahun anggaran 2010 disahkan, Deddy mengajukan permohonan pelaksanaan pembangunan P3SON Hambalang dilaksanakan dengan kontrak tahun jamak (multiyears). Permohonan itu diajukan berdasarkan surat Wafid selaku Sesmenpora atas sepengetahuan dan persetujuan Menpora Andi.

Deddy juga melampirkan RAB Rp2,5 triliun dalam permohonan yang dikirimkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Namun, menurut Kadek, Dirjen Anggaran, Kemenkeu Anny Ratnawati meminta Sesmenpora melengkapi permohonan multiyears dengan pendapat teknis dari Menteri Pekerjaan Umum (PU).

Untuk pengurusan pendapat teknis, Deddy memerintahkan Arifin meminta uang Rp135 juta kepada PT AK untuk diberikan kepada Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kemen PU Guratno Hartono dan stafnya. Setelah mengantongi pendapat teknis dari Kemen PU, pelaksanaan kontrak multiyears disetujui Kemenkeu.

Akhirnya, anggaran pembangunan P3SON Hambalang Rp1,175 triliun yang telah disetujui Kemenkeu ditetapkan dalam APBN tahun anggaran 2011-2012. Namun, Deddy telah menentukan PT YK, PT CCM, dan PT AK, masing-masing sebagai pemenang lelang konsultan perencana, konsultan manajemen konstruksi, dan pelaksana jasa konstruksi Hambalang.

“Terdakwa meminta Teuku Bagus Mokhamad Noor supaya PT AK selaku calon pemenang jasa konstruksi proyek pembangunan P3SON memberikan fee 18 persen sebagaimana diminta Choel Mallarangeng. Teuku Bagus menyepakati, dan realisasi fee 18 persen akan diberikan melalui Machfud Suroso,” terang Kadek.

Alhasil, Deddy melalui surat PPK mengusulkan KSO Adhi-Wika sebagai calon pemenang pembangunan P3SON Hambalang. Surat itu diteruskan kepada KPA Wafid dan dilaporkan kepada Andi. Deddy lalu menandatangani kontrak senilai Rp1,077 triliun dengan Teuku Bagus selaku Lead Firm KSO Adhi-Wika pada 10 Desember 2010.

Pekerjaan Dialihkan
Pada hari yang sama, kedua pihak juga menandatangani kontrak anak tahun 2010 dengan nilai Rp246,238 miliar. Kadek mengatakan, perbuatan Deddy yang menandatangani kontrak tersebut bertentangan dengan Permen PU. Seharusnya perencanaan yang dilakukan PT YK diselesaikan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan jasa konstruksi.

Akan tetapi, Teuku Bagus malah mengalihkan pekerjaan jasa konstruksi Hambalang kepada PT Dutasari Citra Laras, PT Global Daya Manunggal, PT Aria Lingga Perkasa, dan 36 perusahaan lainnya. “Hal ini bertentangan dengan Pasal 32 Keppres No.80 Tahun 2003 dan Pasal 9 ayat (3) huruf f Pepres No.8 Tahun 2006,” kata Kadek.

Setelah menerima pembayaran, KSO Adhi-Wika memberikan uang Rp45,3 miliar kepada Machfud Suroso dan PT Dutasari Citra Laras (DCL) yang komposisi pemegang sahamnya, Machfud Suroso, istri Anas Urbaningrum, Athiyyah Laila, serta PT MSONS yang direktur utamanya adalah Munadi Herlambang. Uang itu untuk pembayaran fee 18 persen.

Kemudian, Rosa melalui Wafid meminta KSO Adhi-Wika mengembalikan uang yang telah dikeluarkan Grup Permai untuk membayar Rp3 miliar kepada Joyo Winoto, AS$550 ribu atau Rp5 miliar kepada Andi Mallarangeng melalui Choel, dan Komisi X DPR sejumlah Rp2 miliar. KSO Adhi-Wika lalu mengembalikan secara bertahap melalui Wafid.

Atas dimenangkannya KSO Adhi-Wika sebagai pelaksana jasa konstruksi Hambalang, PT AK telah memberikan Rp14,601 miliar yang sebagian bersumber dari PT Wika kepada Anas. Uang Rp14,601 miliar itu diberikan untuk membantu pencalonan Anas sebagai Ketua Umum dalam Kongres Partai Demokrat Tahun 2010.

Akibat serangkaian perbuatan Deddy, sesuai penghitungan BPK, kerugian negara mencapai Rp463,668 miliar. Perbuatan Deddy telah memperkaya diri sendiri Rp1,4 miliar, Andi melalui Choel Rp4 miliar dan AS$550 ribu, Wafid Rp6,55 miliar, Mahyudin Rp500 juta, Anas Rp2,21 miliar, Adirusman Dault Rp500 juta, dan Olly Dondokambey Rp2,5 miliar.

Kadek menyebutkan, perbuatan Deddy juga telah memperkaya Teuku Bagus Mokhamad Noor Rp4,532 miliar, Machfud Suroso Rp18,8 miliar, Joyo Winoto Rp3 miliar, Lisa Lukitawati Isa Rp5 miliar, Anggraheni Dewi RP400 juta, PT YK Rp5,221 miliar, PT MSG Rp5,851 miliar, dan PT Malmass Mitra Teknik Rp837,6 juta.

“Selain itu, telah pula memperkaya PD Laboratorium Teknik Sipil Geoinves Rp94,818 juta, Imanulah Aziz Rp378,181 juta, PT CCM Rp5,839 miliar, PT GDM Rp54,922 miliar, PT ALP Rp3,337 miliar, PT DCL Rp170,395 miliar, KSO Adhi-Wika Rp144,434 miliar, serta 32 perusahaan subkontrak Rp17,96 miliar,” tandasnya.

Atas dakwaan penuntut umum, Deddy tidak akan mengajukan nota keberatan (eksepsi). Pengacara Deddy, Rudy Alfonso beralasan, secara formil dakwaan penuntut umum sudah jelas. Namun, ia membantah kliennya menerima uang Rp1,4 miliar. “Pak Deddy tidak pernah menerima Rp1,4 miliar. Kalau uang Rp250 juta benar dia terima,” katanya.

Namun, menurut Rudi, uang Rp250 juta yang diterima Deddy merupakan pinjaman untuk menyelenggarakan seminar. Uang itu sudah dikembalikan Deddy kepada Nani. Kemudian, terkait proses lelang P3SON, Deddy selaku PPK tidak pernah mengatur pemenang lelang. Calon pemenang diusulkan oleh panitia pengadaan.

Tags:

Berita Terkait