Uang Dugaan Korupsi Waryono Karno Mengalir ke Paspampres Hingga Stafsus SBY
Berita

Uang Dugaan Korupsi Waryono Karno Mengalir ke Paspampres Hingga Stafsus SBY

Waryono membantah merugikan keuangan negara dan menerima gratifikasi.

NOV
Bacaan 2 Menit
Mantan Sekjen ESDM Waryono Karno saat menghadiri sidang pembacaan dakwaan terhadap dirinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (7/5). Foto: RES.
Mantan Sekjen ESDM Waryono Karno saat menghadiri sidang pembacaan dakwaan terhadap dirinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (7/5). Foto: RES.

Penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto menyebutkan uang hasil dugaan korupsi mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Waryono Karno mengalir ke sejumlah pihak. Mulai dari LSM, Paspampres, wartawan, hingga mantan Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Daniel Sparingga.

Fitroh mengatakan, Waryono bersama-sama Sri Utami telah melakukan serangkaian perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan. "Akibatnya, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp11,124 miliar," katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (7/5).

Peristiwa ini bermula sekitar akhir 2011. Dengan dalih penyerapan anggaran selalu rendah dan banyak kegiatan Sekretariat Jenderal (Setjen) Kementerian ESDM yang tidak dibiayai APBN,  Waryono mengadakan rapat inti yang dihadiri para Kabiro dan Kapus, antara lain Didi Dwi Sutrisnohadi, Arief Indarto, Indriyati, Ego Syahrial, Agus Salim, dan Sri Utami.

Dalam rapat tersebut, lanjut Fitroh, Waryono meminta para Kabiro dan Kapus mencari dana yang diambilkan dari hasil pengadaan barang/jasa dari kegiatan-kegiatan di lingkungan biro dan pusat, dimana pelaksanaannya di bawah koordinator Sri Utami (Kepala Bidang Pemindahtanganan, Penghapusan, dan Pemanfaatan Barang Milik Negara).

Menindaklanjuti hasil rapat inti, pada awal 2012, Waryono mengangkat Sri sebagai Koordinator Kegiatan Satker Setjen Kementerian ESDM. Salah satu tugas Sri adalah menerima pengumpulan dana tidak sah dari biro-biro dan pusat yang diambilkan dari pengadaan barang/jasa kegiatan-kegiatan di lingkungan biro dan pusat Kementerian ESDM.

Setelah pengangkatan Sri, seluruh kegiatan di Setjen Kementerian ESDM dikendalikan oleh Sri. Antara lain, Kegiatan Sosialisasi Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral Bahan Bakar Minyak Bersubsidi Tahun 2012, Kegiatan Sepeda Sehat dalam Rangka Sosialisasi Hemat Energi Tahun 2012, dan Perawatan Gedung Kantor Setjen Kementerian ESDM Tahun 2012.

Fitroh menyatakan, dalam kegiatan sosialisasi itu, Biro Hukum dan Humas Setjen Kementerian ESDM mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp5,309 miliar. Demi menghindari lelang, Waryono memerintahkan Kabiro Hukum dan Humas Susyanto untuk mengajukan revisi anggaran dan pemecahan paket agar dapat dilakukan penunjukan langsung.

Atas perintah Waryono, Susyanto mengajukan revisi DIPA yang intinya meminta perubahan jumlah paket pekerjaan, dari yang semula 16 paket menjadi 48 paket dengan anggaran berkisar Rp100 juta perkegiatan. Alhasil, Waryono menyetujui, sehingga kegiatan sosialisasi tersebut dilakukan dengan cara penunjukan langsung.

"Dengan dalih kegiatan sosialisasi telah dilaksanakan oleh LSM, antara lain Kosgoro, Laksi, Road to Campus, Sri tidak melaksanakan penunjukan langsung sebagaimana mestinya. Tetapi, meminta bantuan Poppy Dinianova, Jasni, Teuku Bahagia alias Johan untuk melengkapi administrasi seolah-olah kegiatan dilaksanakan oleh rekanan," ujar Fitroh.

Fitroh menjelaskan, sebagai modal awal, Sri menyerahkan Rp100 juta kepada Poppy melalui Eko Sudarmawan. Dari 48 paket kegiatan seosialisasi, Poppy memegang 12 paket, Jasni 15 paket, dan Johan 21 paket. Lalu, mereka mencari perusahaan pinjaman untuk dijadikan rekanan fiktif dengan imbalan dua sampai lima persen dari nilai pekerjaan.

Selanjutnya, dalam rangka membuat pertanggungjawaban seolah-olah ada sosialisasi kebijakan sektor ESDM, Jasni, Poppy, dan Johan meminta Bayu Prayoga beserta timnya untuk membuat dokumentasi agar seakan-akan telah dilaksanakan kegiatan sosialisasi kebijakan ESDM di beberapa kota dengan biaya sebesar Rp300 juta.

Padahal, menurut Fitroh, dokumentasi itu dibuat di Bapelkes Fatmawati, Zikon 13 dan Zikon 14 Srengseng Sawah, serta Gedung Serbaguna di sekitaran UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Hasil dokumentasi digunakan Poppy, Jasni, dan Johan untuk menyusun laporan pertanggungjawaban, dimana tercantum 48 rekanan dengan nilai kegiatan Rp4,92 miliar.

"Laporan pertanggungjawaban fiktif tersebut digunakan untuk mengajukan pencairan dana ke KPPN. Setelah KPPN membayarkan dana ke masing-masing perusahaan, Poppy, Jasni, dan Johan mendatangi satu persatu perusahaan untuk menarik uang dan memberikan imbalan fee dua sampai lima persen sebagaimana diperjanjikan sebelumnya," terangnya.

Fitroh mengungkapkan, pasca uang ditarik dari 48 perusahaan, Poppy, Jasni, dan Johan menyetorkan uang sejumlah Rp2,964 miliar kepada Sri melalui Eko Sudarmawan. Kemudian, uang yang diterima Eko sebesar Rp2,964 miliar dan Rp1,465 miliar digunakan untuk sejumlah kegiatan Setjen Kementerian ESDM yang tidak dibiayai APBN.

Diantaranya, diberikan kepada LSM Hikmat sebesar Rp150 juta, LSM PMII Rp70 juta, GP Ansor Rp50 juta, Aliansi BEM Jawa Barat Rp15 juta, LSM Laksi Rp25 juta, Daniel Sparingga Rp185 juta, HMI Rp10 juta, Paspampres melalui Sri Rp25 juta, TU Pimpinan Rp88,15 juta, Haris Darmawan Rp3 juta, dan 83 wartawan Rp53,95 juta (masing-masing sebesar Rp650 ribu).

Ada pula yang digunakan untuk membiayai makan malam Setjen Kementerian ESDM Rp35 juta, uang ketupat lebaran Rp247 juta, THR Nuraini dan Jendra Rp5 juta, pembelian paper bag acara buka bersama Rp1,5 juta, biaya organ tunggal Rp7,5 juta, THR pegawai Setneg bernama Silva Rp5 juta, office boy Rp7,5 juta, operasional Setjen Rp159,35 juta

Selain itu, dipergunakan juga untuk partisipasi Porseni Rp15 juta, makan siang dengan BPK Rp13,7 juta, Pairing Mini Tournament Golf Rp120 juta, entertain Biro Keuangan Rp2,5 juta, entertain Auditor Itjen Rp20 juta, uang muka perjalanan Kapus ke Belanda Rp40 juta, perpanjangan STNK Rp5 juta, serta diberikan kepada Kabiro Rp105 juta dan Ibnu Rp1,5 juta.

"Sisanya Rp1,498 miliar diserahkan Sri, antara lain kepada Agus Salim Rp200 juta. Kemudian, sisa uang yang diterima Poppy, Jasni, dan Johan digunakan untuk pengembalian modal kerja kepada Sri sebesar Rp100 juta. Sedangkan, sebesar Rp148 juta dinikmati Poppy, Rp156 juta dinikmati Jasni, dan Rp120,4 dinikmati Johan," tutur Fitroh.

Tidak sampai di situ, modus serupa juga dilakukan Waryono dan Sri dalam dua kegiatan lainnya, yaitu Kegiatan Sehat dalam Rangka Sosialisasi Hemat Energi dan Perawatan Gedung Kantor Sekretariat ESDM tahun 2012. Akibat penyimpangan dalam tiga kegiatan tersebut, Waryono diperkaya Rp150 juta, Sri Rp2,398 miliar, Poppy Rp585,6 juta, Jasni Rp474,694 juta, Johan Rp1,155 miliar.

Fitroh mengatakan, pihak lain yang turut menikmati adalah Bambang Wijiatmoko Rp20 juta, Arief Indarto Rp5 juta, , Sutedjo Sulasmono Rp81 juta, Cawa Awatara Rp30 juta, Agung Pribadi Rp25 juta, Suryadi Rp5 juta, Indah Pratiwi Rp157,779 juta, Widodo Rp103,796 juta, dan Victor Cornelis Maukar Rp459,719 juta, Drajat Budianto Rp210 juta, dan Dwi Purwanto Rp15 juta,

"Bayu Prayoga Rp800 juta, Haris Darmawan Rp3 juta, Sugiono Rp60,862 juta, Tri Joko Utomo Rp366,039 juta, Matnur Tambunan Rp155,921 juta, Kausar Armanda Rp209,74 juta, Darwis Usman Rp158,576 juta, Wayan Mulus Desi Rp10,745 juta, Yayasan Pertambangan dan Energi Rp866,5 juta, dan 101 perusahaan pinjaman sejumlah Rp945,624 juta," imbuhnya.

Dengan demikian, Fitroh menganggap Waryono bersama-sama Sri telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Pepres No.54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Ia mendakwa Waryono bersama-sama Sri melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Selain itu, Fitroh mendakwa Waryono dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor, subsidair Pasal 13 UU Tipikor karena telah memberikan uang sejumlah AS$140 ribu kepada Sutan Bhatoegana selaku Ketua Komisi VII DPR untuk mempengaruhi pembahasan APBN-P dan RKA-KL APBN-P tahun anggaran 2013.

Fitroh juga mendakwa Waryono dengan Pasal 12B UU Tipikor karena Waryono menerima gratifikasi sebesar AS$50 ribu dari Kepala SKK Migas Rudi Rubiandiri dan menerima gratifikasi sebesar AS$284,862 ribu ketika Kementerian ESDM akan mengusulkan RAPBN-P tahun 2013  dalam rapat kerja Komisi VII DPR.

Menanggapi dakwaan penuntut umum KPK, Waryono dan tim pengacaranya akan mengajukan nota keberatan (eksepsi). Usai sidang, Waryono membantah jika dirinya telah melakukan perbuatan yang merugikan keuangan negara. "Iya lah. Kita akan tunggu keadilan. Saya mengabdi 42 tahun ke republik ini, 41,5 tahun tanpa cacat," katanya.

Waryono mengaku selama bertugas di Kementerian ESDM, ia telah menorehkan sejumlah prestasi, termasuk mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurutnya, sebelum ia menjabat sebagai Sekjen, Kementerian ESDM selalu mendapatkan disclaimer dari BPK.

Ia bahkan mengklaim, Kementerian ESDM menjadi satu-satunya kementerian yang mendapat penilaian excelent dalam 100 hari kerja kabinet SBY. Waryono menyatakan dirinya adalah Sekjen yang selalu mengingatkan pegawainya agar tidak bermain-main dalam tender. Oleh karena itu, ia merasa tidak terima dengan tuduhan penuntut umum.

"Jadi, insya Allah itu tidak ada. Yang berkomentar begitu-begitu kan tataran di bawah. Masak Sekjen urusan pemeliharaan gedung? Anda tahu dong, Sekjen itu kan di atas, KPA (Kuasa Pengguna Anggaran). KPA tidak mengurusi pemeliharaan gedung, apalagi sepeda sehat. Itu pekerjaan di bawah, pekerjaan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)," ujarnya.

Terlebih lagi mengenai dakwaan penerimaan gratifikasi AS$284,862 ribu. Waryono menyindir surat dakwaan yang tidak menguraikan secara jelas dari siapa gratifikasi itu berasal. Penuntut umum hanya mengungkapkan dirinya menerima gratifikasi AS$284,862 ribu. "Anda baca nih, tidak ada dari siapa. Masak Tuhan (yang kasih) gratifikasi ke saya," tandasnya.

Tags:

Berita Terkait