Turki Ajukan Intervensi ke ICJ atas Kasus Genosida Israel
Mengadili Israel

Turki Ajukan Intervensi ke ICJ atas Kasus Genosida Israel

Turki menjadi negara keenam setelah Spanyol yang mengajukan deklarasi intervensi dalam perkara ini.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Suasana persidangan di Mahkamah Internasional. Foto Ilustrasi: news.un.org
Suasana persidangan di Mahkamah Internasional. Foto Ilustrasi: news.un.org

Turki menjadi negara selanjutnya yang mengajukan intervensi ke International Court of Justice (ICJ) pada kasus Afrika Selatan v. Israel atas tudingan genosida di Jalur Gaza. Hak intervensi ini berpijak pada Pasal 63 paragraf 2 Statuta ICJ. Turki mengedepankan statusnya sebagai negara pihak dalam Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida (Konvensi Genosida) dalam pengajuan intervensi ini.

“Republik Turki berpandangan bahwa Konvensi Genosida harus ditafsirkan sesuai dengan aturan hukum internasional kebiasaan tentang penafsiran perjanjian. ICJ menganggap Pasal 31-33 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian sebagai cerminan hukum internasional kebiasaan. Oleh karena itu, makna umum suatu ketentuan tidak dapat dipahami secara terpisah,” demikian disampaikan Turki dalam dokumen deklarasi intervensi sebanyak 53 halaman yang diterima Kepaniteraan ICJ pada Rabu (7/8/2024).

Baca juga:

Mengacu pada advisory opinion yang diterbitkan ICJ sebelumnya, Turki memandang tujuan dari Konvensi Genosida adalah untuk menjaga keberadaan kelompok manusia tertentu serta meneguhkan dan mendukung prinsip-prinsip moralitas yang paling mendasar. “Turki menyambut baik fakta bahwa ICJ (sebagai) badan peradilan utama PBB dan badan hukum internasional secara efektif menggunakan informasi, bukti, dan laporan yang diberikan PBB, badan-badannya, dan mekanisme dalam penentuan apakah tindakan yang dijelaskan dalam Pasal II Konvensi benar-benar terjadi,” kata mereka.

Turki menggarisbawahi fakta telah dibunuhnya hampir 40,000 warga sipil Palestina dalam sembilan bulan terakhir oleh pasukan militer Israel. Sebagian besar korban dilaporkan adalah wanita dan anak-anak. Di samping itu, mereka juga menyoroti serangan yang diatur secara sistematis dan terencana di Jalur Gaza oleh pemerintah Israel.

Salah satunya terjadi pada 9 Oktober 2023 ketika Menteri Israel Yoav Gallant memerintahkan blokade penuh yang mencakup larangan makanan, listrik, dan bahan bakar. Tidak berselang lama, pada 13 Oktober 2023 pihak Israel memerintahkan 1,1 juta orang di Gaza Utara untuk pindah ke selatan dalam waktu 24 jam. Pergerakan seperti ini diyakini menimbulkan konsekuensi kemanusiaan bagi para warga sipil.

“Tampaknya tidak ada upaya oleh Israel untuk memastikan (penyediaan akomodasi yang layak bagi semua pengungsi) bagi 1,1 juta warga sipil yang diperintahkan untuk pindah. Kami khawatir bahwa perintah ini dikombinasikan dengan penerapan pengepungan total di Gaza. Ini mungkin tidak dianggap sebagai evakuasi sementara yang sah dan akan dianggap sebagai pemindahan warga sipil secara paksa yang melanggar hukum internasional.”

Tags:

Berita Terkait