Tuntutan Jaksa Berat, Hakim Jatuhkan Vonis Bebas
Berita

Tuntutan Jaksa Berat, Hakim Jatuhkan Vonis Bebas

Alat bukti yang diajukan kepolisian kurang kuat.

Rfq
Bacaan 2 Menit
Sher Mohammaed Febry Awan alias Febry (kiri) diruang tahanan PN Jakarta Selatan. Foto: Sgp
Sher Mohammaed Febry Awan alias Febry (kiri) diruang tahanan PN Jakarta Selatan. Foto: Sgp

Keyakinan jaksa dan hakim tak selamanya sama. Begitu pula yang terjadi dalam sidang penganiayaan yang berujung kematian Raafi Aga Winasya Benjamin. Jaksa yakin betul pelaku penusukan adalah Sher Mohammaed Febry Awan alias Febry. Itu sebabnya, dengan menggunakan dakwaan berlapis, jaksa menuntut Febry dihukum 12 tahun penjara.

Namun majelis hakim PN Jakarta Selatan dipimpin M. Razaad punya pandangan berbeda. Dalam amar yang dibacakan Selasa (31/7) kemarin, majelis malah membebaskan terdakwa. Begitu majelis mengetukkan palu, ruang sidang Oemar Seno Adji langsung bergemuruh oleh teriakan takbir pendukung Febry. “Saya percaya hukum masih ada,” kata Febry usai sidang. Sebelumnya, Febry juga sudah menyanggah sebagai pelaku penganiayaan korban

Selain membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, majelis memerintahkan agar Febry dikeluarkan dari tahanan. “Serta memulihkan harkat dan martabatnya,” urai Razaad.

Meskipun menggunakan dakwaan berlapis, tak ada satu pasal pun yang dinilai terbukti oleh majelis. Pasal-pasal yang digunakan jaksa adalah 338 KUHP (pembunuhan), atau Pasal 170 ayat (2) ke-3 (kekerasan terhadap orang yang mengakibatkan mati) , atau Pasal 351 ayat (3) KUHP (penganiayaan yang mengakibatkan mati). Sedangkan pada dakwaan kedua, jaksa menggunakan Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP (kekerasan), atau Pasal 351 ayat (1) KUHP (penganiayaan). 

Menurut majelis, Febry tidak terbukti melakukan pembunuhan, penganiayaan, dan pengeroyokan terhadap korban. Raafi memang tewas ditusuk, tetapi tidak ada satu orang saksi pun yang melihat langsung perbuatan yang didakwakan jaksa kepada Febry.

Majelis mengesampingkan keterangan saksi Sanuri, bahwa ia dititipkan pisau berlumur darah oleh Febry. Begitupun keterangan saksi Robby Syarif yang melihat langsung Febry menyerahkan pisau kepada Sanuri. Keterangan itu tak didukung bukti lain. Sebab, pisau dimaksud pun tak pernah dihadirkan sebagai bukti di persidangan.

Majelis juga mempertimbangkan hubungan Febry dan Sanuri. Di persidangan Sanuri mengaku kurang mengenal Febry. Meski kurang kenal, Sanuri mengaku dititipkan pisau oleh Febry. “Tidak mungkin terdakwa menitipkan pisau jika kurang akrab,” ujarnya.

Majelis malah mengkritik proses penyidikan kasus ini. Penetapan seseorang sebagai tersangka seharusnya tidak terburu-buru, apalagi kalau hanya berdasarkan bukti permulaan. Bukti pendukung harus ada, demikian pula petunjuk, agar membuat terang suatu kasus.

Penuntut umum Dedi Sukarno belum mengambil sikap apakah akan mengajukan kasasi atas putusan tersebut atau sebaliknya menerima. Menurutnya pihaknya akan berkoordinasi untuk mengambil langkah hukum selanjutnya. “Kami menyatakan pikir-pikir atas putusan ini,” tukasnya.

Keluarkan terdakwa

Lebih jauh Dedimenuturkan sebagai eksekutor, jaksa akan melaksanakan perintah hakim melakukan eksekusi, termasuk mengeluarkan terdakwa yang di vonis bebas dari jeruji besi. Namun begitu perintah pelaksanaan mengeluarkan Febry dari balik jeruji setelah jaksa menerima salinan putusan. “Langsung dikeluarkan (dari tahanan, red) setelah kami terima salinan putusan,” ujarnya.

Terhadap putusan bebas, kata dia, penuntut umum dapat mengajukan upaya hukum kasasi. Namun begitu, pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu salinan putusan sebelum menyatakan sikap mengajukan kasasi. Selain itu, kata Dedi, pihaknya akan menelaah pendapat hakim dalam pertimbangan hukum perihal polisi mesti memperkuat alat bukti dalam kasus tersebut.

Usai persidangan, Febry menegaskan sedari awal kasus yang menjeratnya merupakan fitnah. Sebab sedari awal penyidikan, Febry bersikukuh tak melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang menjadi tudingan penyidik kepolisian dan penuntut umum. Menurut dia pihak kepolisian dan penuntut tak dapat ‘membunuh’ kebenaran. “Mereka tidak bisa membunuh kebenaran. Allah adil dan hukum di Indonesia ditegakkan,” pungkasnya.

Tags: