Tunai dan TNI Jadi Kendala PPATK
Utama

Tunai dan TNI Jadi Kendala PPATK

Pakar berpendapat yang penting kemauan dari penegak hukum.

AGUS SAHBANI/ABDUL RAZAK ASRI
Bacaan 2 Menit

Lalu, muncul pula gagasan agar pembatasan transaksi tunai diatur dalam bentuk regulasi BI. Tetapi, BI meragukan efektivitas jika pembatasan transaksi tunai diatur peraturan BI. Gubernur BI Darmin Nasution berpendapat aturan yang lebih tepat adalah undang-undang karena hal ini terkait perampasan hak orang.  

Penyidik TNI
Kendala lainnya, PPATK mengaku kesulitan melacak dugaan pencucian uang yang dilakukan oknum TNI. Kasus ini sulit diusut oleh PPATK karena tidak ada penyidik dari unsur TNI. Yusuf mengaku bingung melapor kemana jika PPATK menemukan indikasi TPPU yang dilakukan oknum TNI.

“Karena tidak ada penyidiknya, kami menemukan transaksi mencurigakan di TNI, tetapi kita bingung akan kami laporkan ke mana? Siapa yang akan melakukan penyidikan awal?” ujarnya.

UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan TPPU, kata Yusuf, memang sudah mengatur tentang penyidik TPPU. Undang-undang itu menyebutkan penyidik berasal dari enam unsur yaitu KPK, Kejaksaan, Kepolisian, Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, dan BNN.

Lantaran diatur terbatas, PPATK pun hanya bisa menyampaikan laporan kepada penyidik dari enam lembaga itu. “Kalau yang lain ada, tapi TNI tidak ada, ini menggambarkan adanya diskriminasi,” kata Yusuf.

Kemauan dan Terobosan
Pakar hukum TPPU, Yenti Garnasih berpendapat aturan tentang pembatasan transaksi tunai memang mutlak dibutuhkan. Namun, ketiadaan regulasi jangan dilihat sebagai kendala. Menurut dia, pada akhirnya yang dibutuhkan adalah kemauan dari para penegak hukum. Regulasi akan sia-sia jika penegak hukum tidak menunjukkan komitmen.

Untuk mengatasi kendala transaksi tunai, Yenti mengatakan penegak hukum harus kreatif dengan regulasi yang sudah ada. Dia mengusulkan agar dugaan TPPU melalui transaksi tunai diselisik mulai dari si penerima, lalu diterapkan pembuktian terbalik.

“Kalau transaksi tunai kan yang bisa diketahui hanya penerimanya, penegak hukum bisa memulai dengan mengusut si penerima dan menerapkan pembuktian terbalik. Yang penting kemauan,” Yenti menegaskan.

Soal TNI, Yenti berpendapat penegak hukum juga harus melakukan terobosan. Dalam hal TPPU terkait tindak pidana korupsi, Yenti yakin oknum TNI yang terlibat pasti tidak bekerja sendiri. Dengan kata lain, pasti ada pihak-pihak lain. Penegak hukum, kata dia, harus membuat terobosan dengan mengusut terlebih dahulu unsur non-TNI (sipil). “Setelah itu bisa saja digunakan mekanisme peradilan koneksitas.”

Tags:

Berita Terkait