Tunai dan TNI Jadi Kendala PPATK
Utama

Tunai dan TNI Jadi Kendala PPATK

Pakar berpendapat yang penting kemauan dari penegak hukum.

AGUS SAHBANI/ABDUL RAZAK ASRI
Bacaan 2 Menit
Kepala PPATK M. Yusuf (kiri) keluhkan kendala yang dihadapi lembaganya. Foto: Sgp
Kepala PPATK M. Yusuf (kiri) keluhkan kendala yang dihadapi lembaganya. Foto: Sgp

Tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau populer disebut money laundering semakin marak di Indonesia. Negeri ini memang sudah memiliki Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi keuangan (PPATK), namun ternyata lembaga yang sangat diandalkan untuk memberantas TPPU itu terbentur kendala. Salah satunya adalah kesulitan melacak TPPU yang menggunakan mekanisme transaksi tunai.

“PPATK menemukan banyak transaksi termasuk suap sifatnya cash (tunai), sehingga sulit dilacak,” ujar Kepala PPATK Muhammad Yusuf dalam acara Penandatangan Nota Kesepahaman Pencegahan dan Pemberantaran Tindak Pidana Pencucian Uang antara PPATK dan MK di gedung MK Jakarta, Senin (7/1).

Menurut Yusuf, transaksi tunai menyulitkan proses penyelidikan. PPATK kesulitan menelusuri dugaan TPPU itu hingga ke hulu. “Penyelidikan yang dilakukan PPATK tidak sampai ke hulu kalau transaksi dilakukan secara tunai, kita hanya bisa melihat sumbernya dan pada siapa dana itu diberikan,” paparnya.

Dikatakan Yusuf, modus pencucian uang melalui transaksi tunai ini sedang marak terjadi dalam penyelenggaraan pemilukada. Sayangnya, PPATK tidak bisa melakukan apa-apa. Pasalnya, selain karena transaksinya tunai, PPATK juga memiliki keterbatasan informasi dan kewenangan verifikasi.

“Sepanjang transaksi itu dilakukan secara formal (transfer, red), kami bisa menelisik,” kata Yusuf.

Untuk TPPU dalam pemilukada, PPATK berharap pada bantuan MK. sebagai lembaga peradilan untuk sengketa pemilukada, MK diharapkan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan PPATK seperti data identitas pihak yang dicurigai melakukan TPPU. “Jika ada info akan mudah didalami termasuk pencegahan dugaan pencucian uang dan korupsi jelang Pemilu 2014,” imbuhnya.

Untuk mengatasi kendala ini, PPATK sebenarnya sudah cukup lama mengampanyekan perlunya aturan tentang pembatasan transaksi tunai. PPATK usul transaksi tunai dibatasi maksimal Rp100 juta. Sebagian kalangan sempat mengusulkan agar aturan pembatasan transaksi tunai masuk dalam RUU Transfer Dana. Namun, hingga RUU itu menjadi UU No. 3 Tahun 2011, transaksi tunai belum diatur.

Lalu, muncul pula gagasan agar pembatasan transaksi tunai diatur dalam bentuk regulasi BI. Tetapi, BI meragukan efektivitas jika pembatasan transaksi tunai diatur peraturan BI. Gubernur BI Darmin Nasution berpendapat aturan yang lebih tepat adalah undang-undang karena hal ini terkait perampasan hak orang.  

Penyidik TNI
Kendala lainnya, PPATK mengaku kesulitan melacak dugaan pencucian uang yang dilakukan oknum TNI. Kasus ini sulit diusut oleh PPATK karena tidak ada penyidik dari unsur TNI. Yusuf mengaku bingung melapor kemana jika PPATK menemukan indikasi TPPU yang dilakukan oknum TNI.

“Karena tidak ada penyidiknya, kami menemukan transaksi mencurigakan di TNI, tetapi kita bingung akan kami laporkan ke mana? Siapa yang akan melakukan penyidikan awal?” ujarnya.

UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan TPPU, kata Yusuf, memang sudah mengatur tentang penyidik TPPU. Undang-undang itu menyebutkan penyidik berasal dari enam unsur yaitu KPK, Kejaksaan, Kepolisian, Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, dan BNN.

Lantaran diatur terbatas, PPATK pun hanya bisa menyampaikan laporan kepada penyidik dari enam lembaga itu. “Kalau yang lain ada, tapi TNI tidak ada, ini menggambarkan adanya diskriminasi,” kata Yusuf.

Kemauan dan Terobosan
Pakar hukum TPPU, Yenti Garnasih berpendapat aturan tentang pembatasan transaksi tunai memang mutlak dibutuhkan. Namun, ketiadaan regulasi jangan dilihat sebagai kendala. Menurut dia, pada akhirnya yang dibutuhkan adalah kemauan dari para penegak hukum. Regulasi akan sia-sia jika penegak hukum tidak menunjukkan komitmen.

Untuk mengatasi kendala transaksi tunai, Yenti mengatakan penegak hukum harus kreatif dengan regulasi yang sudah ada. Dia mengusulkan agar dugaan TPPU melalui transaksi tunai diselisik mulai dari si penerima, lalu diterapkan pembuktian terbalik.

“Kalau transaksi tunai kan yang bisa diketahui hanya penerimanya, penegak hukum bisa memulai dengan mengusut si penerima dan menerapkan pembuktian terbalik. Yang penting kemauan,” Yenti menegaskan.

Soal TNI, Yenti berpendapat penegak hukum juga harus melakukan terobosan. Dalam hal TPPU terkait tindak pidana korupsi, Yenti yakin oknum TNI yang terlibat pasti tidak bekerja sendiri. Dengan kata lain, pasti ada pihak-pihak lain. Penegak hukum, kata dia, harus membuat terobosan dengan mengusut terlebih dahulu unsur non-TNI (sipil). “Setelah itu bisa saja digunakan mekanisme peradilan koneksitas.”

Tags:

Berita Terkait