Tumpang Tindih Izin Pertambangan Masih Terjadi
Berita

Tumpang Tindih Izin Pertambangan Masih Terjadi

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah kurang komunikasi.

KAR
Bacaan 2 Menit
Tumpang Tindih Izin Pertambangan Masih Terjadi
Hukumonline
Banyak perizinan yang tumpang tindih diberikan oleh pemerintah daerah. Izin-izin tersebut kebanyakan tumpang tindih dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Hal ini biasanya disebabkan adanya kewenangan yang juga tumpang tindih antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

“Misalnya, perizinan pertambangan yang terletak di area hutan. Di situ, IUP diterbitkan pemerintah daerah. Namun, izin pemanfaatan hutan tetap ada di pemerintah pusat,” kata Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, R. Sukhyar, Senin (10/2).

Tumpang tindih IUP dengan perizinan lain juga sering terjadi akibat komunikasi yang kurang baik di tingkat daerah. Hal ini antara lain lantaran adanya pergantian kepala daerah. Sukhyar mengeluhkan banyak kepala daerah yang menerbitkan izin yang bertentangan dengan IUP sebelumnya.

“Saat terjadi pergantian kepala daerah biasanya timbul masalah. Bupati atau walikota yang baru memberikan izin yang berbeda dengan kepala daerah sebelumnya,” katanya.

Akibat banyaknya persoalan IUP yang tumpang tindih, hingga kini IUP yang dinilai telah terang dan jelas baru separuh. Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara Kemeneterian ESDM baru menetapkan status clear and clean bagi separuh IUP.

Dari total IUP yang mencapai hampir 11.000, baru 6.000-an yang sudah mendapatkan status clear and clean. Artinya, hanya sekitar 55 persen IUP yang telah terang dan jelas. Sementara sisanya, sebanyak hampir 5000 IUP atau 44 persen masih belum jelas statusnya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan, dari 7.501 izin usaha pertambangan ternyata 45 persen di antaranya bermasalah. KPK juga menemukan, terdapat 198 perusahaan batubara yang kurang bayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga USD 1,224 miliar. Sedangkan dari sektor mineral, ada kekurangan dalam pembayaran PNBP hingga USD 25 juta.

Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo mengatakan bahwa pemerintah daerah merupakan kunci terpenting dalam menentukan suatu regulasi. Oleh karena itu, menurut Susilo pendataan IUP memerlukan koordinasi dengan pemerintah daerah. Hal ini penting dalam penataan perizinan pertambangan.

Susilo pun berharap pemerintah daerah tak tergiur retribusi saja tetapi tidak memperhatikan kerusakan lingkungan. Ia menegaskan, setiap lapisan pemerintah harus punya kesadaran tentang pengelolaan lingkungan. Dengan demikian, kekayaan sumber daya alam Indonesia bisa terjaga dengan baik.

“Kita perlu penataan pertambangan. Kalau tidak, nanti anak cucu kita cuma dengar sejarah kalau Indonesia dulu punya nikel, emas, biji pasir,” tandasnya.

Tahun ini, investasi minerba direncanakan naik 104% menjadi US$ 8,8 miliar. Dari target tersebut, investasi smelter diperkirakan mencapai US$ 4,8 miliar atau 54% dari total investasi. Tahun lalu, investasi di sektor mineral dan batu bara mencapai US$ 4,3 miliar. Itu termasuk pula investasi untuk pembangunan smelter US$ 346 juta. Oleh karena itu, Susilo menegaskan pihaknya tidak akan memberi toleransi soal bea keluar progresif untuk ekspor mineral.

“Janganlah, hanya diekspor yang mentah-mentah. Nanti anak cucu kita tak lagi bisa menikmati, jangan sampai itu terjadi,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait