Tujuh Langkah Strategis Bila Indonesia Ingin Miliki Bank Besar
Berita

Tujuh Langkah Strategis Bila Indonesia Ingin Miliki Bank Besar

Dua rencana mega merger perbankan perlu dilakukan.

FAT
Bacaan 2 Menit
Tujuh Langkah Strategis Bila Indonesia Ingin Miliki Bank Besar
Hukumonline
Sebagai bangsa yang besar, sudah sepatutnya Indonesia memiliki bank yang besar. Setidaknya, ada tujuh langkah strategis konsolidasi perbankan yang mesti dilakukan agar harapan itu tercapai. Hal ini disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono, saat peluncuran bukunya yang berjudul "Mimpi Punya Bank Besar", di Jakarta, Rabu (15/10).

"Tujuh skenario besar itu merupakan bagian dari strategi penataan lansekap perbankan nasional guna mewujudkan cita-cita Indonesia memiliki bank besar," kata Sigit.

Skenario pertama, kata Sigit, pendirian Bank Pembangunan Indonesia (BPI) yang fokus membiayai proyek-proyek infrastruktur dan investasi jangka panjang lainnya, seperti pembangunan jalan tol, bandar udara, pelabuhan laut, jembatan tol, bendungan untuk irigasi, saluran irigasi dan pembangkit listrik.

Menurut Sigit, untuk mendirikan BPI, pemerintah mengalokasikan modal awal minimal Rp100 triliun. Meski akan menimbulkan kontroversi dan perdebatan, ia mengusulkan agar modal awal tersebut disisihkan dari subsidi bahan bakar minyak (BBM). "Dana setoran modal BPI dapat berasal dari APBN yang disisihkan dari penghematan subsidi BBM," katanya.

Skenario kedua dan ketiga, berupa penyiapan dua rencana mega merger perbankan. Mega merger pertama penggabungan seluruh Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang ada di Indonesia. Seluruh pemerintah provinsi bisa menjadi pemegang saham BPI. "Harus diupayakan agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak boleh melakukan intervensi langsung dalam kepengurusan dan pengelolaan BPI," urainya.

Sedangkan mega merger yang kedua adalah penggabungan Bank Mandiri dengan Bank BNI. Hasil penggabungan ini bisa dinamakan Bank BNI-Mandiri. Bank hasil penggabungan tersebut, kemudian mengakuisisi Bank BTN dan menjadikannya sebagai anak perusahaan Bank BNI-Mandiri. Bank BTN itu tetap fokus pada pembiayaan perumahan rakyat.

"Seluruh portofolio kredit perumahan dari BNI dan Mandiri diserahkan ke BTN," katanya.

Untuk skenario keempat, Sigit mengusulkan agar mengembalikan BRI ke khittahnya sebagai bank rakyat. BRI ke depannya bisa fokus menjadi bank UMKM yang mendukung pembangunan di sektor pertanian dan perikanan. Seluruh portofolio kredit korporasi BRI diserahkan atau dijual ke Bank BNI-Mandiri. Sebaliknya, portofolio kredit UMKM BNI-Mandiri diserahkan atau dijual ke BRI.

Skenario kelima adalah perkuat permodalan dan tata kelola bank-bank komersial swasta nasional, bank komersial menengah dan bank khusus kecil. Bank khusus kecil seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Lembaga Keuangan Mikro (LKM), koperasi, Baitul Mal Watanwil (BMT) diarahkan menjadi community bank.

"Dalam konteks penataan ini, bank asing harus diformulasikan kembali posisi, peran dan kontribusinya untuk pembangunan perekonomian Indonesia," kata Sigit.

Skenario keenam adalah penggabungan bank-bank syariah yang dimiliki oleh bank-bank BUMN menjadi satu Bank Syariah Indonesia (BSI). Kemudian, BSI ini bisa menjadi anak perusahaan BNK-Mandiri atau menjadi anak usaha perusahaan induk (super holding company) yang sengaja dibentuk sebagai perusahaan induk bank dan BUMN keuangan lainnya.

Sedangkan untuk skenario terakhir adalah penempatan bank-bank BUMN agar sebaiknya tidak berada di bawah kendali suatu kementerian seperti yang terjadi selama ini. Bank-bank BUMN tersebut sebaiknya dikelola di bawah payung perusahaan induk keuangan. "Perusahaan induk ini dapat diadakan dengan membentuk perusahaan baru atau menunjuk salah satu bank BUMN sebagai perusahaan induk," kata Sigit.

Wakil Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN), Raden Pardede, setuju perlu ada konsolidasi besar-besaran di sektor perbankan. Namun sayangnya, konsolidasi sulit terlaksana jika dilakukan pada saat ekonomi masih stabil. Sedangkan menjelang masa krisis, rencana konsolidasi bisa mungkin terjadi.

"Umumnya sangat baik atau visibel dilakukan pada saat krisis. Saat keadaan sekarang sulit dilakukan karena masih tenang-tenang saja," kata Raden.

Menurutnya, substansi yang ada di buku ini bisa menjadi masukan berharga bagi pemerintah Indonesia. Untuk itu, pihak yang patut mendorong rencana ini bissa terlaksana adalah pemerintah Indonesia sendiri. "Instrumen untuk mendorong adalah pemerintah," katanya.

CEO Bank Mandiri, Budi G Sadikin, menyatakan siap jika Bank Mandiri digabung dengan BNI. Menurutnya, konsolidasi yang bertujuan mengembangkan sektor perbankan Indonesia merupakan langkah yang positif. "Dengn siapapun saya dukung konsolidasi," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait