Tujuh Kali WTP Bukan Jaminan Bersih
Berita

Tujuh Kali WTP Bukan Jaminan Bersih

Untuk Tahun Anggaran 2012, ada 93 entitas yang diperiksa.

FNH
Bacaan 2 Menit
Tujuh Kali WTP Bukan Jaminan Bersih
Hukumonline

Terus menerus mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Mahkamah Konstitusi pernah menjadi ‘idola’ dan tempat belajar banyak lembaga. Dari nol, pelaku kekuasaan kehakiman ini bisa membangun capacity building hingga sering dijadikan contoh. Tetapi penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M. Akil Mochtar menjatuhkan lembaga ini ke jurang ketidakpercayaan. WTP tak menjadi jaminan suatu lembaga bersih.

Dalam kasus Akil Mochtar, anggaran lembaga memang –sejauh ini—tak diutak atik. Akil diduga bermain di luar sistem keuangan lembaga yang ia pimpin. Anggaran rutin dan anggaran belanja bisa dipertanggungjawabkan dalam sistem akuntansi yang baik. Karena itu, MK diganjar WTP. Wakil Ketua BPK, Hasar Bisri bahkan menyebut MK sebagai lembaga dengan predikat terbaik menyusun laporan keuangan. “Sejak pertama pemeriksaan laporan keuangan MK, hasilnya bersih dan memperoleh opini WTP,” kata Hasan Bisri, 3 Oktober lalu.

Cobalah tengok lembaga lain yang memperoleh predikat serupa. Dalam Rapat Paripurna pada 25 Oktober lalu, Ketua DPR Marzuki Ali mengutip angka: ada 93 entitas pemerintah pusat yang diperiksa laporan keuangannya oleh BPK. Dari jumlah itu, 69 entitas mendapatkan predikat WTP. Apakah itu melambangkan tak ada kebocoran dan korupsi anggaran negara? Tunggu dulu.

Marzuki cepat-cepat mengingatkan, WTP bukanlah tujuan akhir. “Namun merupakan sasaran antara menuju tertib administrasi pengelolaan keuangan negara yang lebih transparan dan akuntabel untuk mewujudkan good governance dan clean government, “ katanya.

Ketua BPK Hadi Purnomo menegaskan predikat WTP bukan jaminan suatu lembaga bebas korupsi. “WTP tidak menjamin Kementerian atau lembaga  bersih dari korupsi,” ucapnya.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai contoh. Kementerian ini juga mendapat predikat WTP. Tetapi pada Mei 2012 lalu, KPK menangkap dan menahan mantan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (Dirjen LPE) Kementerian ESDM, Jacobus Purwono. Jacobus dengan kasus korupsi pembangunan Solar Home System (SHS) tahun 2007-2008 di Kementerian ESDM. Pada tingkat pertama, Jacobus divonis sembilan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.

Contoh lain adalah Kementerian Agama. Mantan Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah pada Ditjen Pembinaan Masyarakat (Binmas) Islam Kementerian Agama, Ahmad Jauhari, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Penetapan tersangka ini terkait proyek pengadaan penggandaan kitab suci Al Quran dalam APBNP 2011 dan APBN 2012. Kasus korupsi pengadaan Al-Quran tersebut juga menyeret pengusaha, mantan anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Golkar Zulkarnaen Djabar dan anaknya.

Selanjutnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Tahun 2011 lalu, KPK menetapkan mantan pejabat di Kementerian Kesehatan bernama Rustam Syarifuddin Pakaya sebagai tersangka atas kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan (Depkes) tahun anggaran 2007. Menurut KPK, saat menjadi Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Depkes, Rustam merupakan pejabat pembuat komitmen dalam kasus yang merugikan negara sekitar Rp6,8 miliar ini. Masih di lingkungan Kemenkes, proyek pengadaan peralatan pembangunan fasilitas produksi riset dan alih teknologi produksi vaksin flu burung dan manusia di Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Kesehatan periode 2008-2010 diduga diwarnai praktik korupsi.

Berdasarkan catatan hukumonline, ini bukan kasus korupsi pertama yang berkaitan dengan vaksin flu burung. Sebelumnya, Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Sutedjo Yuwono divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan penanganan vaksin wabah flu burung tahun 2006.

Lalu, mantan Kepala Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Kementerian Kesehatan Mulya Hasjmy juga diseret ke kursi terdakwa kasus pengadaan vaksin flu burung di Kementerian Kesehatan.

Itu baru sedikit perkara yang ditangani KPK dari lembaga negara yang memperoleh WTP. Belum lagi kasus-kasus lain yang muncul belakangan, atau kasus lain yang terjadi di daerah, atau kasus yang ditangani Mabes Polri dan Kejaksaan Agung.

Karena itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengatakan BPK harus lebih berhati-hati memberikan opini WTP kepada Kementerian/Lembaga baik pusat maupun daerah. Apalagi selama ini status WTP sering dijadikan brand´seolah-olah lembaga negara tertentu bebas dari penyelewengan dan penyimpangan anggaran.

Tags:

Berita Terkait