Tujuh Catatan KPPU tentang Bisnis Ojek Aplikasi
Berita

Tujuh Catatan KPPU tentang Bisnis Ojek Aplikasi

Kali ini, peraturan perundang-undangan yang harus menyesuaikan dengan perkembangan bisnis.

FNH
Bacaan 2 Menit
Tujuh Catatan KPPU tentang Bisnis Ojek Aplikasi
Hukumonline
Fenomena ojek online pada dasarnya menjadikan pilihan baru kepada masyarakat pengguna transportasi yang mungkin sudah jenuh dengan kemacetan di Ibukota. Hadirnya ojek berbasis aplikasi menawarkan berbagai kemudahan karena tersaji secara online. Di samping itu, biaya yang dikeluarkan untuk menggunakan ojek online  ini tak harus merogoh kocek terlalu dalam.

Namun timbul masalah baru ketika ojek online mulai menjamur. Dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan roda dua memang tidak masuk dalam kategori transportasi publik. Lantas apakah keberadaan ojek online, yang katanya banyak memberikan kemudahan, harus dihentikan karena tak sesuai Undang-Undang? Atau UU Lalu Lintas harus direvisi guna menyesuaikan dengan zaman yang kian maju?

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mengundang pimpinan perusahaan ojek aplikasi, termasuk pendiri Go-jek, Nadiem Makarim. Dalam pertemuan itu dibahas sejumlah hal. Ketua KPPU, Syarkawi Ra’uf, mengakui pertemuan membahas tujuh fokus bisnis aplikasi online. Ini dia ketuju masalah yang dibahas.

Pertama, keberadaan bisnis berbasis aplikasi seperti Go-Jek dan kawan-kawan akan membuka pasar yang seluas-luasnya bagi provider di semua jasa karena bisnis yang dilakukan bukan hanya menguntungkan bagi ojek. Bisnis ini, lanjut Syarkawi, saling berkaitan dan berhubungan dengan  bisnis lain seperti pijat dan makanan.

“Dengan semakin banyak pemain di insustri itu (ojek online), persaingan akan menjadi lebih baik. Persaingan yang baik membuat harga menjadi lebih rendah,” katanya di Kantor KPPU Jakarta, Senin (21/12).

Kedua, bisnis aplikasi online di semua sektor berbasis aplikasi memudahkan inefisiensi yang selama ini dibebankan kepada konsumen melalui harga yang tinggi. Menurut Syarkawi, keberadaan bisnis berbasis aplikasi ini memberikan penawaran harga yang lebih murah sehingga inefisiensi tidak lagi ditanggung oleh konsumen.

Ketiga, bisnis ini dinilai membantu memindahkan pekerja informal menjadi lebih formal. Jika dulu ojek tidak terorganisasi,  sekarang dengan bisnis aplikasi online ojek tidak sendiri dan lebih terorganisasi. Sehingga faktor keselamatan,  kenyamanan dan lain-lain juga menjadi lebih terjamin dibanding sebelumnya secara individual yang dilakukan masing-masing orang.

Keempat, persoalan sistem kuota di sistem transportasi. Syarkawi mengatakan hampir semua daerah memberlakukan kuota untuk trayek transportasi baik antar kota maupun dalam kota itu sendiri sehingga persoalan ini patutu untuk didiskusikan.

“Saya kira ini patut kita diskusikan kenapa harus ada kuota macam-macam, kenapa tidak semua pemain diberikan peluang yang sama utnuk main di industri transportasi sehingga pemainnya lebih banyak, akan menciptkan persaingan usaha yang sehat dan berimplikasi pada harga yang lebih rendah, pelayanan lebih baik, keamanan dan kenyamanan yang juga akan lebih terjamin,” jelasnya.

Kelima, bisnis berbasis aplikasi ini jelas membantu pemerintah menyiapkan transportasi murah. Pada prinsipnya, lanjutnya, kewajiban pemerintah yang paling dasar adalah menyiapkan transportasi murah bagi masyarakat. Kehadiran bisnis aplikasi online ini juga sangat membantu dalam hal tersebut.

Keenam, bisnis aplikasi online ini memperluas basis bisnis pelaku-pelaku sektor informal.  Misalnya, dulu seorang pengojek hanya memiliki dua atau tiga pelanggan perhari, melalui keberadaan aplikasi berbasis online ini, pelanggan bisa lebih meningkat sehingga harus didukung bersama-sama.

Ketujuh, bisnis ini membantu pemerintah mengurangi pengangguran. Bayangkan saja, untuk DKI Jakarta dengan kondisi ekonomi sekarang yang lumayan tidak menguntungkan namun mengurangi jumlah penagngguran di DKI Jakarta. Syarkawi meyaini salah satu jawabannya adalah bisnsis aplikasi online ini.

“Saya berharap ke depan justru butuh penyesuaian di aturan main untuk beradaptasi dengan new bussines model yang akan semakin berkembang ke depan,” ujarnya.

KPPU akan bertemu dan berdiskusi dengan Kementerian Perhubungan, yang sebelumnya sempat menyebut ojek aplikasi tak sesuai aturan meskipun kemudian mencabut ‘larangan’ bagi ojek online. Pertemuan, kata Syarkawi, fokus membahas ketujuah hal di atas. “Jangan sampai bisnis modelnya berkembang, undang-undangnya ketinggalan di belakang. Tidak ada masalah dengan persaingan usaha dengan trasnportasi lainnya. Persaingan jangan dibatasi,” pungkasnya.

Pendiri Go-jek, Nadiem Makarim, tidak bersedia diwawancara oleh awak media. Sesaat keluar dari gedung Kantor KPPU, Nadiem tidak menjawab pertanyaan para wartawan dan langsung masuk ke dalam kendaraan pribadinya.
Tags:

Berita Terkait