Tuai Pujian Masyarakat Internasional, Ini Profil Tim Hukum Afrika Selatan di ICJ
Mengadili Israel

Tuai Pujian Masyarakat Internasional, Ini Profil Tim Hukum Afrika Selatan di ICJ

Tim Hukum Afrika Selatan dipimpin oleh Mantan Special Rapporteur PBB mengenai hak asasi manusia di wilayah pendudukan Palestina Prof. John Dugard. Anggotanya terdapat Adila Hassim, Tembeka Ngcukaitobi, Max du Plessis, Tshidiso Ramogale, Sarah Pudifin-Jones dan Lerato Zikalala.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Tim Hukum Afrika Selatan berfoto bersama usai persidangan di International Court of Justice (ICJ), Den Haag, Belanda. Foto: https://twitter.com/sahouraxo
Tim Hukum Afrika Selatan berfoto bersama usai persidangan di International Court of Justice (ICJ), Den Haag, Belanda. Foto: https://twitter.com/sahouraxo

Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) telah menggelar public hearings di Peace Palace, Den Haag atas kasus Afrika Selatan versus Israel terkait tudingan genosida yang dilakukan Israel terhadap bangsa Palestina. Baik Tim Hukum Afrika dan Israel telah saling memperdengarkan argumentasinya dalam persidangan yang berlangsung pada 11-12 Januari 2024 kemarin.

“Merupakan tugas saya untuk menyampaikan ke pengadilan mengenai tindakan genosida yang menyebabkan permintaan mendesak untuk tindakan sementara berdasarkan Pasal 41 Statuta ICJ. Afrika Selatan berpendapat bahwa Israel telah melanggar Pasal II Konvensi Genosida dengan melakukan tindakan yang termasuk dalam definisi genosida,” tegas Penasihat Hukum Senior Adila Hassam dalam paparannya yang mewakili Afrika Selatan, Kamis (11/1/2024) kemarin.

Baca Juga:

Mantan Special Rapporteur PBB mengenai hak asasi manusia di wilayah pendudukan Palestina yang memimpin Tim Hukum Afrika Selatan, Prof. John Dugard, mengingatkan kewajiban berdasarkan Konvensi Genosida merupakan kewajiban bersifat erga omnes yang dimiliki masyarakat internasional secara keseluruhan. Dimana masing-masing negara pihak Konvensi tidak hanya diwajibkan untuk menghentikan tindakan genosida, tetapi juga mencegah terjadinya genosida.

Setelah mendengar pemaparan Tim Hukum Afrika Selatan di ICJ, masyarakat internasional ramai-ramai menyampaikan apresiasi dan dukungan di berbagai platform media sosial. Lantas siapa saja sebetulnya para ahli hukum yang tergabung dalam Tim Hukum Afrika Selatan untuk kasus Afrika Selatan v. Israel ini?

Pertama, Prof John Dugard, yang telah dikenal sebagai seorang ahli di bidang hukum internasional merupakan sosok yang menyimpan segudang pengalaman di kancah dunia. Dalam profilnya yang dipublikasikan PBB, pada tahun 1998 silam ia diangkat menjadi Ketua Hukum Internasional Publik. Lulusan Universitas Stellenbosch (Afrika Selatan) dan Cambridge ini telah dianugerahi gelar kehormatan di bidang Hukum oleh Universitas Natal, Cape Town dan Port Elizabeth.

Pengalamannya sebagai Profesor Hukum di Universitas Witwatersrand, Johannesburg, sempat membuatnya didaulat menjadi Dekan (1975-1977) dan Direktur Pusat Studi Hukum Terapan (1978-1990) yang merupakan pusat penelitian dengan komitmen memajukan hukum hak asasi manusia di Afrika Selatan. John juga pernah menjadi Direktur Pusat Penelitian Hukum Internasional Lauterpacht, Cambridge di tahun 1995-1996.

Tak hanya itu, sejak tahun 1997, dirinya menjadi anggota Komisi Hukum Internasional PBB dan sejak tahun 2000 menjadi Pelapor Khusus Komisi Perlindungan Diplomatik. Dalam rekam jejaknya, John bahkan sempat menjadi hakim ad hoc di ICJ. Terhitung dari tahun 2001, dia menduduki posisi sebagai Special Rapporteur PBB mengenai pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter Internasional di Wilayah Pendudukan Palestina.

Di samping John, anggota Tim Hukum Afrika Selatan dikabarkan TRTAFRIKA terdiri atas Adila Hassim, Tembeka Ngcukaitobi, Max du Plessis, Tshidiso Ramogale, Sarah Pudifin-Jones dan Lerato Zikalala. Sedangkan pengacara Irlandia Blinne Ni Ghralaigh dan pengacara Inggris Vaughan Lowe menjadi bagian yang merupakan penasihat eksternal.

Adila Hassim, dikabarkan The New Arab, adalah seorang advokat Afrika Selatan yang memiliki keahlian di bidang hukum konstitusi dan mempunyai minat advokasi terhadap hak asasi manusia dan anti-korupsi. Lulusan University of Natal dan Saint Louis University School ini sudah menduduki berbagai jabatan. Termasuk penjabat hakim, dan juru tulis Mahkamah Konstitusi untuk Pius Langa dan Edwin Cameron. Ia menjadi salah satu pendiri Corruption Watch dan mantan Direktur Litigasi di Bagian 27.

Tembeka Ngcukaitobi, merupakan pengacara asal Afrika Selatan yang telah bergabung dengan Johannesburg Bar. Lalu Max du Plessis adalah associate professor hukum di University of KwaZulu-Natal dan peneliti senior di Program Kejahatan Internasional di Afrika di Institute for Security Studies. Sedangkan Lerato Zikalala adalah alumni dari Rhodes University dan Notre Dame Law School yang aktif di Bowman Gilfillan dan merupakan anggota Johannesburg Society of Advocates.

Sedangkan, Tshidiso Ramogale seperti diinformasikan laman LinkedIn pribadinya, merupakan advokat untuk Pengadilan Tinggi Afrika Selatan dan telah menjadi anggota Johannesburg Bar. Alumnus Harvard Law School dan University of The Witwatersrand ini juga merupakan anggota dari Pan African Bar Association of South Africa.

Kemudian Sarah Pudifin-Jones berdasarkan LinkedIn-nya merupakan Advokat Pengadilan Tinggi Afrika Selatan dan Anggota KZN Bar. Memperoleh gelarnya dari University of KwaZulu-Natal dan University of Cambridge, Sarah sempat menjadi menjadi Panitera Hukum Hakim Sachs di Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan. 

Tim Hukum Israel

“Dalam keadaan seperti ini, hampir tidak ada tuduhan yang lebih salah dan lebih jahat daripada tuduhan genosida terhadap Israel. Penderitaan warga sipil yang mengerikan dalam perang tidak cukup untuk membenarkan tuduhan tersebut,” ungkap Kuasa Hukum Kementerian Luar Negeri Israel, Tal Becker, dalam kasus dugaan genosida oleh Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza, Jumat (12/1/2024).

Senada dengan Tal Becker, Wakil Jaksa yang mewakili Israel, Gilad Noam mengatakan aparat militer dan pemerintah Israel selalu patuh menjalani hukum yang ada sejak Konvensi Genosida 1948. Atas hal tersebut, Israel tidak terima dengan pernyataan kepada para pemimpin Israel mengenai warga Palestina di Gaza sebagai bentuk genosida. 

“Perintah pengadilan yang meminta Israel untuk menghentikan serangan di Gaza justru akan membuat Hamas terus menyerang dan menyandera warga Israel. Hal itu juga dapat memperlihatkan kelompok militer seperti Hamas meminta perlindungan kepada pengadilan internasional,” ujar Noam.

Sebagai informasi, Israel dilansir dari The Independent diwakili oleh pengacara hak asasi manusia asal Inggris Profesor Malcolm Shaw KC yang disebut sebagai pendiri dan direktur pertama Pusat Hak Asasi Manusia di Universitas Essex pada tahun 1983. Ia pernah mewakili pemerintah Uni Emirat Arab, Serbia, dan Kamerun di Den Haag; termasuk pernah pula menjadi perwakilan Ukraina dalam kasus arbitrase komersial melawan Rusia sejak 2016. Di samping Malcom, terdapat Tal Becker dan 2 advokat lainnya.

Tags:

Berita Terkait