Transaksi Online Harus Jamin Kerahasiaan Data Nasabah
Utama

Transaksi Online Harus Jamin Kerahasiaan Data Nasabah

YLKI meminta konsumen berhati-hati dalam melakukan transaksi online.

FATHAN QORIB
Bacaan 2 Menit
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Foto: SGP
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Foto: SGP

Perilaku konsumen di Indonesia kian berkembang seiring pertumbuhan teknologi. Hal ini dimanfaatkan perbankan untuk menjaring nasabah. Sebut saja PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk. Bank yang satu ini baru saja meluncurkan inovasi pembayaran belanja online. Inovasi ini disebut dengan BNI e-commerce payment solution. Ada dua jenis pembayaran online yang diluncurkan, yakni BNI Debit Online dan DOKU Wallet.

Direktur Konsumer dan Ritel BNI Darmadi Sutanto mengatakan, dua fasillitas e-commerce payment ini didukung oleh BNI e-banking yang terdiri dari BNI ATM, BNI SMS Banking dan BNI Internet Banking. "Kami berharap kedua produk ini dapat lebih meningkatkan layanan BNI kepada para nasabah dalam melakukan transaksi online. Ini bagian dari branchless solution," kata Darmadi, Senin (1/4).

Namun, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo berharap transaksi online yang dilakukan BNI dapat menjamin kerahasiaan data-data pribadi konsumen. Menurutnya, ada beberapa cara yang bisa dilakukan bank dalam menjamin data tersebut.

Pertama, apakah BNI itu punya privacy policy, seperti uraian bagaimana BNI mengumpulkan dan menggunakan data nasabah. Serta uraian dari BNI mengenai apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan konsumen dalam melakukan transaksi online.

Selain itu, lanjut Sudaryatmo, BNI harus menjelaskan apakah memiliki pejabat khusus yang bertanggung jawab mengenai kebocoran data nasabahnya. “Sehingga ketika ada dugaan bocornya data nasabah, si privacy officer tadi yang akan bertanggung jawab. Itu dari sisi perlindungan konsumen yang kaitannya terhadap keamanan yang dilakukan secara online,” ujarnya.

Bukan hanya dari sisi bank saja yang memiliki kewajiban pencegahan atas kebocoran data nasabah. Pihak konsumen pun, kata Sudaryatmo, juga memiliki kewajiban tersendiri.

“Misalnya dia (nasabah/konsumen) tidak menggunakan transaksi online dengan menggunakan komputer umum, seperti di warnet, dia tidak menggunakan transaksi online dengan wifi terbuka, dan konsumen yang menggunakan transaksi online tidak menggunakan komputer yang software-nya ilegal,” katanya.

Menurut Sudaryatmo, dari hasil survei yang dilakukan YLKI diperoleh bahwa sekitar 70 persen komputer yang menggunakan software ilegal terdeteksi terinfeksi malware. “Yaitu program yang sengaja ditanam di program ilegal itu untuk mencuri data pribadi nasabah. Termasuk password email kita,” katanya.

Atas dasar itu, ia berharap ada unsur kehati-hatian dari konsumen atau nasabah dalam melakukan transaksi online.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menekankan pentingnya perlindungan konsumen (consumer protection) dalam implementasi bank tanpa kantor atau branchless banking. Menurut Deputi Gubernur BI Ronald Waas, masyarakat yang akan disentuh oleh program branchless banking ini merupakan masyarakat pedesaan, bukan masyarakat yang ada di kota-kota besar.

Ronald mengatakan, saat ini ketentuan BI telah mengatur tentang penggunaan teknologi untuk transaksi yang mana harus diaudit oleh pihak independen kemudian izinnya baru dapat dikeluarkan oleh BI. Ia menambahkan, kewenangan dalam hal perlindungan konsumen nantinya berada di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sedangkan untuk sistem pembayaran kewenangan ada di BI, sehingga perlu ada kesepakatan antara keduanya terkait branchless banking.

"Di dalam sistem pembayaran pemainnya kan juga ada bank, oleh karena itu nanti harus ada mekanisme yang jelas dan disepakati bersama," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait