Transaksi Bitcoin Harus Lewat Kajian Matang
Berita

Transaksi Bitcoin Harus Lewat Kajian Matang

BI Masih mendalami kelebihan dan kekurangannya.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Bank Indonesia. Foto: SGP
Bank Indonesia. Foto: SGP

Bank Indonesia (BI) mengaku sedang mengkaji penggunaan teknologi pencatatan transaksi terintegrasi modern (blockchain), termasuk mengkaji untuk menerbitkan mata uang digital (bitcoin) di bank sentral (central bank digital currency/CBDC) sebagai sistem pembayaran domestic yang sah.

 

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko mengatakan kajian itu masih dalam tahap awal. Sejauh ini, kata Onny, BI masih mengkalkulasi dampak dan upaya mitigasi (mencegah) risikonya jika kebijakan tersebut diterapkan. Sebab, hingga saat ini, BI belum memiliki peta waktu untuk menguji coba penerapan mata uang digital bank sentral ini.

                                            

"Belum ada rencana mau uji coba atau menerapkan. Kajian harus matang dahulu tentunya," kata Onny saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin (29/1/2018).

 

Bank Sentral negara-negara lain pun saat ini sedang mengkaji penggunaan blockchain dan mata uang digital bank sentral. Onny mengatakan kajian yang dilakukan BI juga akan melingkupi sektor-sektor tertentu yang akan difasilitasi penggunaan blockchain dan mata uang digital tersebut.  

 

"Kita masih mendalami kelebihan dan kekurangannya, dan bila diterapkan yang paling aman dan efisien ditransaksi sektor apa? ini sedang didalami," ujar dia. Baca Juga: Risiko Jual Beli Bitcoin Tidak Dijamin Otoritas Manapun

 

Teknologi blockchain merupakan teknologi dasar untuk beroperasinya mata uang digital. Saat ini, mata uang virtual yang diterbitkan swasta seperti Bitcoin, Etherum dan Ripple, juga menggunakan blockchain. Mulai mencuatnya penggunaan teknologi blockchain, termasuk produknya seperti mata uang digital karena alasan efisiensi dan efektivitas dalam sistem pembayaran.

 

Gubernur Bank Sentral Afrika Selatan Lesetja Kganyago yang juga Ketua Komite Moneter dan Keuangan Internasional Dana Moneter Internasional (IMFC) termasuk pimpinan bank sentral yang berpandangan untuk membuka peluang diterbitkannya mata uang digital bank sentral.

Kganyago mengatakan ketika dulu orang percaya pada catatan fisik perbankan, maka saat ini tidak ada alasan bagi bank sentral untuk tidak dapat berpikir terkait menerbitkan mata uang digital.

 

"Tidak ada alasan kenala bank sentral tidak mulai memikirkan tentang mata uang digital. Sama ketika dulu mereka percaya saat bank sentral membuat catatan fisik keuangan," kata Kganyago seperti dilansir di laman resmi Dana Moneter Internasional (IMF).

 

Sebelumnya, sejumlah otoritas sistem keuangan, seperti BI, OJK, dan Kementerian Keuangan mewanti-wanti agar masyarakat pelaku jasa keuangan digital untuk tidak terlibat dalam transaksi mata uang virtual (cryptocurrency) atau Bitcoin. Alasan utama, transaksi bitcoin dilarang atau bertentangan sejumlah regulasi yakni UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang; PBI Nomor 7/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah; PBI Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelengaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran; dan PBI Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial (tekfin). Baca Juga: Menkeu: Bitcoin Rawan Digunakan Transaksi Ilegal  

 

Alasan praktis, penggunaan bitcoin memiliki sejumlah kelemahan/kerugian yang berisiko tinggi dan berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan apabila diterapkan di Indonesia. Yakni, tidak memiliki basis (teori) jika dipakai sebagai instrumen investasi; mengandung unsur spekulasi yang bisa menimbulkan kondisi bubble (penggelembungan nilai); identitas pelaku transaksi sering tidak jelas; rawan dimanfaatkan untuk transaksi ilegal, pencucian uang, pendanaan terorisme mengingat belum ada otoritas yang mengatur dan mengawasinya. (ANT)

Tags:

Berita Terkait