Tolak Cairkan Dana, BCA Digugat Ahli Waris
Berita

Tolak Cairkan Dana, BCA Digugat Ahli Waris

Para penggugat mengaku sudah memenuhi persyaratan BCA, tetapi deposito tetap tidak dicairkan.

HRS
Bacaan 2 Menit
Tolak Cairkan Dana, BCA Digugat Ahli Waris
Hukumonline

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) digugat nasabah. BCA digugat bukan soal raibnya dana nasabah di mesin ATM (automatic teller machine). Justru, karena BCA menolak mencairkan dana milik tiga ahli waris nasabah. Perkara yang disidangkan di PN Jakarta Pusat ini telah masuk ke dalam agenda jawaban, Rabu (17/7).

Adalah Hesti Kartika Nindia, Gatri Lunarindiah, dan R Susapto yang menggugat BCA. Para penggugat menempuh langkah ini lantaran BCA dinilai selalu mempersulit mereka dalam mencairkan tabungan milik ayah mereka, Soeharso Kartodipuro yang telah meninggal dunia pada 12 Agustus 1995 silam. Sang ayah meninggalkan uang dalam bentuk deposito di rekening BCA.

Deposito ini seharusnya menjadi harta waris yang belum terbagi sebagaimana diatur dalam Pasal 250 juncto 833 KUHPerdata jo Pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 99 juncto Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam. Pada 3 Mei 1996, para penggugat telah meminta bank untuk mencairkan uang tersebut. Mereka melampirkan dokumen pendukung seperti laporan kematian, laporan pemblokiran dari kepolisian, dan surat keterangan waris yang telah disahkan dan dibenarkan oleh lurah dan camat setempat.

BCA menolak mencairkan karena surat keterangan waris harus dari pengadilan atau setidaknya disahkan oleh pengadilan. Para penggugat memenuhi permintaan BCA. Setelah mendapatkan pengesahan pengadilan, BCA lagi-lagi menolak. Sebab, ada pihak yang juga mengaku sebagai salah satu ahli waris dari pewaris, yaitu janda Soeharso. BCA menunjukkan bukti fotokopi surat nikah antara janda pewaris dengan pewaris. Namun, para penggugat melihat ada kejanggalan. Singkat cerita, perempuan yang mengaku janda pewaris tidak diakui sebagai ahli waris.

Janda gagal, ada pihak lain yang mengaku sebagai anak si pewaris. Bank menunjukkan fotokopi kutipan akta kelahiran tersebut. Anehnya, si anak diduga tidak pernah mengirimkan kutipan tersebut ke bank. Lagi, bank minta diselesaikan di pengadilan.

Kejadian ini membuat para penggugat jengah. Sebab, setelah berkomunikasi selama 7 tahun, bank baru memberitahukan perihal ini. Para penggugat kembali melakukan apa yang diminta bank. Tetap saja pengadilan menguatkan kedudukan para penggugat. Tampaknya, BCA tak puas dan tetap menolak pencairan dana. BCA meminta pengadilan menunjuk siapa saja ahli waris resmi si pewaris.

Para penggugat gusar dan menuding pihak bank mengada-ada karena para penggugat telah memenuhi seluruh persyaratan. Bahkan kedudukan para penggugat telah diperkuat dengan Putusan Pengadilan Negeri Jakpus pada 2004 dan Mahkamah Agung pada 2007. Tiba-tiba, pada 2012, BCA mengatakan pencairan dana dapat dilakukan oleh para penggugat. Ketika hendak dicairkan, para penggugat terkejut karena bentuk simpanan tidak lagi dalam bentuk deposito, melainkan giro.

Melihat hal ini, para penggugat merasa dirugikan secara moril, sehingga menuntut BCA membayar ganti rugi senilai Rp6,2 miliar. “BCA telah melakukan perbuatan melawan hukum. Para penggugat meminta ganti kerugian sebesar Rp6,2 miliar,” tulis kuasa hukum para penggugat, Agustinus Hutajulu, dalam berkas gugatannya.

Namun kuasa hukum BCA, Alexander Lay mencoba menangkis gugatan para penggugat dengan eksepsi. Menurutnya, gugatan para penggugat kurang pihak. “Eksepsi kurang pihak karena tidak menyertakan istri ketiga,” tutur Alexander usai persidangan, Rabu (17/7).

Tags:

Berita Terkait