Todung: Jaksa Agung Pilihan Jokowi Harus Mengerti Bisnis
Berita

Todung: Jaksa Agung Pilihan Jokowi Harus Mengerti Bisnis

Belakangan, marak keputusan yang cenderung mengarah pada kriminalisasi korporasi.

KAR
Bacaan 2 Menit
Todung Mulya Lubis. Foto: RES.
Todung Mulya Lubis. Foto: RES.
Advokat Todung Mulya Lubis meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih Jaksa Agung yang mengerti bisnis. Menurutnya, pimpinan lembaga hukum seperti Jaksa Agung, Kapolri, dan Ketua Komnas HAM selayaknya tidak hanya mengerti hukum. Lebih dari itu, para penegak hukum itu juga harus memiliki pemahaman terhadap aspek ekonomi, khususnya korporasi.

"Presiden kalau menunjuk Kapolri, Jaksa Agung, Ketua Komnas HAM tidak saja mengerti hukum, tapi juga memahami aspek lain, terutama ekonomi," kata Todung di, Jakarta, Jumat (24/10).

Dia mengatakan, penyusunan kabinet pemerintahan baru ini momen bagi Indonesia untuk memperbaiki kepastian hukum di Indonesia. Ia mengingatkan bahwa pemilihan pimpinan lembaga hukum memiliki dampak yang signifikan terhadap sektor ekonomi. Oleh karena itu, keputusan pemerintah juga selayaknya memahami implikasi bisnis.

“Kalau tidak, kesalahan-kesalahan yang selama ini terjadi akan terus terulang. Akan muncul lagi kriminalisasi korporasi. Ini merupakan musibah,” tandasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, belakangan ini banyak keputusan lembaga penegak hukum yang cenderung mengarah pada kriminalisasi korporasi. Ia pun menyebut kasus PT Indosat IM2 dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN persero)di Medan. Kasus teranyar adalah keluarnya putusan kasasi MA atas kasus bioremediasi Chevron.

Dalam kasus-kasus tersebut, Todung melihat bahwa perusahaan dan karyawan telah melakukan pekerjaan dengan benar. Mereka melaksanakan aturan-aturan di sektor tersebut. Hanya saja, pengadilan memutus bersalah secara pidana.

"Ini sangat buruk bagi ekonomi kita," ujar Todung.

Presiden Direktur PT Chevron Pasific Indonesia (PT CPI), Albert Simanjuntak, mengatakan putusan MA atas kasus terkait dengan perusahaannya itu memunculkan ketidakpastian hukum.

Ia mengatakan, seharusnya proses penyelesaian perselisihan dilakukan sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam production sharing contract (PSC). Sementara itu, MA justru merujuk pasal-pasal pidana terkait korupsi.

"ini mengakibatkan ketidakpastian hukum. Muncul kekhawatiran sesuatu yang sudah dijalankan benar sesuai aturan. Mengapa harus berujung seperti Pak Bahtiar," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, MA menyatakan karyawan PT CPI, Bachtiar Abdul Fatah, bersalah dan dihukum empat tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta dalam kasus bioremediasi. Selain Bachtiar, Kejagung telah menjerat enam tersangka lainnya. Enam orang tersangka sudah diputus bersalah oleh pengadilan yaitu, Endah Rumbianti, Widodo, Kukuh Kertasafari, Ricksy Prematuri, Herlan. Sementara itu, seorang tersangka lainnya adalah Alexia Tirtawidjaja.

Atas putusan itu, Albert menegaskan bahwa pihaknya akan membantu Bachtiar untuk melakukan Peninjauan Kembali (PK). Albert juga memastikan, pihaknya akan terus mendukung Bachtiar beserta seluruh pegawai lainnya yang diputus bersalah.

"Kami secepatnya akan melakukan peninjauan kembali. Kami akan melakukan semua upaya hukum yang tersedia," tandasnya.
Tags:

Berita Terkait