Tips Mengelola Medsos dan Publikasi untuk Kantor Hukum
Berita

Tips Mengelola Medsos dan Publikasi untuk Kantor Hukum

Konsistensi dan kontinuitas menjadi kunci dalam keberhasilan suatu lawfirm mengelola media sosial.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Manajer Klinik Hukum Hukumonline, Tri Jata Ayu Pramesti, dalam acara Legal Training DPC Peradi Jakarta Pusat, Jumat (6/12) lalu. Foto: FNH
Manajer Klinik Hukum Hukumonline, Tri Jata Ayu Pramesti, dalam acara Legal Training DPC Peradi Jakarta Pusat, Jumat (6/12) lalu. Foto: FNH

Di zaman yang serba elektronik ini, pengelolaan dan penyampaian informasi menjadi turut berubah sesuai dengan tuntutan zaman. Dulu, informasi disampaikan lewat media berupa majalah, koran, pamflet dan sebagainya, namun kini informasi disajikan lewat media sosial yang dapat di akses di manapun oleh siapapun lewat smarthphone dengan jaringan internet.

 

Beberapa jenis produk pun hadir memberikan pilihan kepada pembaca untuk mendapatkan informasi. Ada jenis konten yang padat informasi tapi simple seperti infografis, ada video ataupun chatbot. Semua bisa dikemas semenarik mungkin untuk menarik minat pembaca mengakses media sosial.

 

Selain sebagai corong informasi, massifnya penggunan media sosial biasanya bertujuan untuk memperkenalkan sebuah perusahaan dan produk guna menarik konsumen. Namun pengelolaan media sosial ini bisa dikatakan susah-susah gampang. Agar tujuan dari lawfirm itu tercapai, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para kantor hukum dalam mengelola media sosial.

 

Manajer Klinik Hukum Hukumonline, Tri Jata Ayu Pramesti, mengatakan bahwa hal utama yang harus dilakukan dalam mengelola media sosial bagi kantor hukum adalah menonjolkan kompetensi dari kantor hukum itu sendiri. Sehingga konten-konten yang dimunculkan dalam media sosial sesuai dengan expertise dan menjadi ciri khas lawfirm.

 

“Dari situ ‘kan calon klien bisa lihat, oh jadi lawfirm yang mau saya hire jadi advokat saya adalah lawfirm yang kuat di bidang ini,” kata Ayu dalam acara Legal Training DPC Peradi Jakarta Pusat, Jumat (6/12) lalu.

 

Sebagai pihak yang terlibat langsung dalam pengolahan informasi hukum di Klinik Hukumonline, Ayu juga mengingatkan jika selama ini pihaknya kerap mendengarkan pembaca. Setiap infografis dirancang up to date, responsive atas perkembangan isu di masyarakat, namun everlasting untuk dibaca kembali di masa depan.

 

Kemudian, pengelola media sosial pada sebuah lawfirm harus menentukan konten yang akan di share kepada publik. Mulai dari konten populer atau trending, konten yang tidak populer, konten timeless, daily life problems, atau menyasar ke komunitas tertentu. Hal ini penting untuk mencapai tujuan dari lawfirm itu sendiri.

 

Selanjutnya adalah pemilihan judul. Ayu menekankan bahwa judul adalah kunci. Judul memberikan framing awal bagi topik yang dimuat suatu infografis. Rumusannya singkat, dengan diksi yang memantik ketertarikan pembaca.

 

(Baca: Peran Medsos dalam Keterbukaan Informasi di Kementerian dan Lembaga)

 

Di sisi lain, konten sebisa mungkin berfokus pada bagian yang penting dari suatu peraturan, berpotensi menimbulkan perbincangan dan dampak luas bagi masyarakat, serta relevan dengan situasi kekinian. Infografis yang baik idealnya tak lebih dari 300 kata. Sementara untuk produk yang berbentuk ilustrasi berfungsi menggantikan hal-hal yang tidak terkatakan.

 

Desain yang tepat dapat meminimalisasi kepadatan narasi infografis dan menggugah daya kritis percakapan. Di balik itu semua, konsistensi dan misi dari pengelolaan media sosial jadi kunci dari keberhasilan lawfirm.

 

“Yang paling penting konsistensi dan misi yang dijalani secara konsisten dan continue. Jadi misalnya adalah memberikan pencerahan kepada masyarakat, setiap lawfirm punya tujuan beda-beda, untuk dapetin klien juga, ada masalah eksistensi juga. Di situ yang paling penting kontinuitas atau konsisten saat menjalankan atau memproduksi suatu konten, dan libatkanlah tim. Keberhasilan suatu konten ada kolaborasi antar divisi. Sering mendengar masukan dari pembaca dan tim,” tambahnya.

 

Terakhir, Ayu mengingatkan kepada pengelola media sosial agar lawfirm tidak membuat konten yang dapat merusak reputasi kantor hukum itu sendiri. Seperti konten yang offside, atau sekadar mengikuti tren tanpa melakukan kroscek terhadap penerapan hukum dan aturan perundang-undangan yang ada.

 

“Yang bahaya kalau bikin konten jangan offside, misalnya tidak didiskusikan dulu dengan tim, konten yang dibuat sekadar ikutan tren tapi kenyataanya penerapan hukumnya salah, atau dasar hukumnya salah. Ini Sesuatu yang fatal, jadi kalau misalnya mau bikin konten yang bagus bikin yang memang relevan sama peraturan perundang-undangan dan juga bicarakan dengan ahlinya,” pungkasnya.

 

Tags:

Berita Terkait