Tips Membesarkan Firma Hukum Ala Assegaf Hamzah & Partners
Road to Top 100 Indonesian Law Firms 2022

Tips Membesarkan Firma Hukum Ala Assegaf Hamzah & Partners

Mulai dari menjaga integritas, memiliki mimpi bersama, hingga menangkap gejala dan menciptakan kenyamanan lingkungan kerja bagi generasi muda.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Co-Founding Partner Assegaf Hamzah & Partners, Chandra M. Hamzah. Foto: RES
Co-Founding Partner Assegaf Hamzah & Partners, Chandra M. Hamzah. Foto: RES

Bagi firma hukum agar tumbuh besar dan dapat terus berkiprah dalam waktu panjang tentu tidak dapat dilakukan secara instan. Butuh proses panjang dan upaya keras hingga memperoleh hasil optimal untuk membesarkan sebuah firma hukum. Hal ini dapat diperoleh dari pengalaman manajemen kantor hukum yang telah memiliki jam terbang cukup lama. Lantas, apa saja sebetulnya yang harus diperhatikan dalam mengelola law firm?

Co-Founding Partner Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Chandra M. Hamzah, berbagi tips bagi para lawyer yang tengah mengelola dan mengembangkan kantor hukum agar bisa bisa terus eksis dalam waktu lama.

“Sebenarnya yang pertama dilakukan bukan hanya law firm saja, tapi semua orang. Jangan melakukan perbuatan yang aneh-aneh (seperti menyuap). Karena kalau menyuap gak perlu sekolah. Ngapain sekolah 4 tahun cuma untuk bisa menyuap? Kita bergaul saja dengan teman-teman, bina hubungan, suap, selesai. Gak perlu mikir, gak perlu sekolah. Pada saat Anda melakukan itu, Anda mengingkari anugerah otak yang diberikan. Gak perlu jadi Sarjana Hukum kalau buat menyuap. Itu pertama paling mendasar,” ujar Chandra M Hamzah saat wawancara ekslusif di ruang kerjanya pada Jum’at (22/4/2022) lalu.

Selengkapnya, bisa juga menyimak wawancara Hukumonline bersama Co-Founding Partner Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Chandra M. Hamzah melalui tautan video berikut ini:

Ia mengingatkan “mesin” dari firma hukum bukan benda mati, seperti kursi atau meja, melainkan manusia. Untuk itu, penting menekankan prinsip anti-suap, sehingga tentu harus mencari anak buah yang bisa memegang teguh prinsip itu. Menurutnya, jika seorang individu bukan pribadi yang pintar masih dapat dididik. Apabila berkaitan dengan integritas butuh waktu sangat panjang untuk mendidik kembali dan menanamkan nilai tersebut. Sehingga penting melakukan seleksi untuk rekrut orang baik dan punya kapasitas sesuai kebutuhan firma hukum.

Baca Juga:

“Jangan menghambat kemungkinan lawyer yang bekerja di firma hukum untuk berkembang. Harusnya sebagai Partner, atasan, kita senang anak buah kita lebih pintar daripada kita,” kata dia.

Bila suatu saat terdapat seorang yang memutuskan untuk keluar dari law firm dengan berbagai alasan, jangan justru dimusuhi. Sebaliknya, jadikanlah orang keluar dari firma sebagai suatu aset. Mengingat setiap individu yang keluar tentu memiliki alasan tersendiri mulai dari pribadi, keluarga, passion, dan lain sebagainya. Atas alasan tersebut tentu kantor hukum tidak bisa mengintervensi keputusan yang dibuat.

Poin selanjutnya bagaimana membangun mimpi bersama. Harus ada kesesuaian antara mimpi yang dimiliki partner dengan lawyer lainnya untuk bisa memajukan law firm. Kesadaran tersebut harus selalu ditumbuhkan agar terbangunnya mimpi bersama, maka tujuan bersama sekaligus visi yang sama akan mengikuti.

“Setelah itu (membangun mimpi bersama) jalan, kita akhirnya kembali ke manajemen. Bersikap adil gak ada anak emas. Merit system. Kalau bagus ya naik, kalau kurang bagus ya mohon maaf Anda harus lebih bagus lagi begitu,” lanjutnya.

Terakhir, menciptakan suasana/iklim kerja yang baik. Hal itu yang membuat AHP sempat beberapa kali melakukan desain ulang kantor supaya lebih terasa menyenangkan. Mempermudah lawyer dalam menuntaskan pekerjaan juga harus diperhatikan. AHP sendiri jauh sebelum terjadi pandemi Covid-19 dan menerapkan work from home sudah membagikan laptop kepada para pekerjanya (terkecuali bagian admin yang memiliki desktop), sehingga mereka bisa bekerja dimanapun.

“Jadi, ketika pandemi merajalela, AHP dapat mudah menerapkan sistem work from home.”

Chandra mengaku selama ini terus memperhatikan gejala yang timbul kenyamanan bekerja bagi generasi muda. Sebagai contoh, pada pukul 3 sampai dengan 4 sore para lawyer “menghilang” dari ruangan kantor dan tampak bekerja di café atau coffee shop. Ketika ditanyakan, para lawyer mengaku nyaman untuk bekerja di tempat seperti itu.

“Suasana itu yang kemudian kita coba adopt, sehingga kita ciptakan sendiri. Daripada mereka keluar, mending kita sediakan (fasilitas). Kita sediakan barista, mesin kopi, sky garden open air untuk mereka bekerja. Mereka butuh apa? Olahraga, kita sediakan meja pingpong. Karena orang mesti fun kerja, disamping juga mesti equal, treatment bagus. Jadi kita mesti menangkap gejala-gejala itu. Generasi sekarang mau kerjanya seperti apa? kita sesuaikan.”

Tags:

Berita Terkait