Tips Aman Lakukan Pinjaman Online
Terbaru

Tips Aman Lakukan Pinjaman Online

Praktik pinjaman online yang bermasalah telah merugikan masyarakat.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, Tongam L Tobing. Foto: RES
Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, Tongam L Tobing. Foto: RES

Pinjaman online menjamur di tengah masyarakat saat masa pandemi seperti sekarang ini. Agar tidak terjebak meminjam melalui aplikasi pinjaman online ilegal, Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membagikan sejumlah tips.

"Tips pertama, lakukan pinjaman kepada pinjaman online atau fintech peer-to-peer lending yang terdaftar di OJK, daftarnya ada di situs dan sosial media OJK, masyarakat dimohon meluangkan waktunya selama dua menit untuk melihat dan mengecek terlebih dahulu apakah pinjaman online yang akan dituju sudah terdaftar di OJK atau belum," ujar Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, Tongam L Tobing.

Tips kedua, lanjut dia, yakni pinjam sesuai kebutuhan dan kemampuan melunasi, tidak melakukan pinjaman melebihi kemampuan atau meminjam untuk menutupi atau melunasi utang lama, ibarat gali lubang tutup lubang.

"Jadi saat kita melakukan pinjaman pertama kemudian tidak mampu membayar, maka jangan coba-coba untuk melakukan pinjaman kedua karena pasti sudah tidak bisa," katanya.

Tips ketiga, lakukan pinjaman untuk kegiatan yang produktif untuk mendorong ekonomi keluarga. Ini perlu dilakukan agar pinjaman yang diperoleh bermanfaat untuk mengembangkan perekonomian masing-masing keluarga. (Baca: OJK-Polri Diminta Berantas Pinjol Ilegal Terkait Jual Beli Selfie KTP)

"Tips terakhir, karena ini merupakan penjanjian antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman maka sebelum meminjam pahami dulu manfaat, risiko dan kewajiban dari pinjaman tersebut. Jangan setelah meminjam kemudian penerima pinjaman menyesal," kata Tongam.

Total pinjol ilegal yang telah dihentikan OJK sampai dengan Juli 2021 sebanyak 3.365 entitas pinjol ilegal. OJK mengungkapkan maraknya pinjol ilegal dapat dilihat dari dua sisi. Pertama dari sisi pelaku pinjol ilegal, mereka mudah beraksi karena didukung kemudahan mengunggah aplikasi, situs, dan sebagainya ke teknologi digital.

Selain itu maraknya pinjol ilegal karena kesulitan pemberantasannya yang dikarenakan lokasi server para pelaku banyak ditempatkan di luar negeri.

Sedangkan dari sisi masyarakat atau korban, maraknya pinjol ilegal dikarenakan rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat di mana korban tidak melakukan pengecekan legalitas dan terbatasnua pemahaman terhadap pinjol. Di samping itu kebutuhan mendesak korban karena kesulitan keuangan memungkinkan maraknya pinjol ilegal.

"Pinjol ilegal itu bukan sektor jasa keuangan. Kami bisa katakan seperti ini, ada rentenir-rentenir yang dulu melakukan pinjaman di pasar, tiba-tiba mengirimkan SMS ke kita. Ini jasa keuangan apa? Tidak ada ini jasa keuangannya," ujar Tongam.

Sementara, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, A. Tholabi Kharlie, meminta regulator dan aparat penegak hukum untuk melakukan langkah konkret atas carut marut dalam praktik pinjaman online di tengah masyarakat.

"Praktik pinjaman online yang bermasalah telah merugikan masyarakat. Banyak masyarakat yang terjerat praktik pinjol ini. Harus ada langkah sistemik dari regulator dan lembaga penegak hukum agar masalah di pinjol ini dapat segera diselesaikan," ujar Tholabi di Jakarta, Senin (6/9). 

Menurut dia, perbaikan regulasi dari OJK menjadi salah satu cara untuk perbaikan tata kelola pinjol. Di sampung langkah tersebut, Tholabi menambahkan penegakan hukum kepada para pelanggar aturan juga harus ditegakkan. "Penegakan hukum mutlak dilakukan agar terdapat efek jera bagi pelaku pelanggar aturan," sebut Tholabi. 

Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia ini menuturkan keberadaan pinjol ilegal yang tidak terdaftar dan mendapat izin dari OJK semestinya dapat 100% diberantas. "Pemberantasan pinjol ilegal oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) patut diapresiasi, namun harus lebih ditingkatkan agar keberadaan pinjol ilegal ini tidak lagi merugikan masyarakat," tegas Tholabi. 

Di samping itu, Tholabi juga meminta Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai asosiasi yang diakui OJK untuk melakukan pengawasan dan penegakan etik kepada para anggotanya yang bermasalah. "Kode etik yang mengatur anggota di asosiasi secara materi substansi cukup baik. Saat ini dibutuhkan pengawasan dan penegakan etik jika ditemukan pelanggaran etik," ujar Tholabi. 

Masalah lainnya, Tholabi menandaskan persoalan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terhadap praktik pinjol ini agar lebih ditingkatkan. "Masalah esensial lainnya soal edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat atas penggunaan pinjol  ini harus lebih ditingkatkan," kata Tholabi.  

Terkait hal tersebut, Tholabi menyebutkan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta melalui Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) akan membuka forum konsultasi dan advokasi kepada masyarakat yang memiliki persoalan dengan pinjol. "Sebagai bagian dari edukasi, LKBH Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta segera membuka ruang konsultasi dan advokasi kepada masyarakat yang memiliki persoalan dengan pinjol," ungkap Tholabi.

Tags:

Berita Terkait