Tingkatkan Penerimaan Pajak, Ditjen Pajak Fokus Pelebaran Basis Data Pajak
Berita

Tingkatkan Penerimaan Pajak, Ditjen Pajak Fokus Pelebaran Basis Data Pajak

Pelebaran basis data akan bersifat kewilayahan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Tingkatkan Penerimaan Pajak, Ditjen Pajak Fokus Pelebaran Basis Data Pajak
Hukumonline

Demi mencapai penerimaan pajak di APBN 2020, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) menyusun beberapa planning, salah satunya adalah melakukan pelebaran basis pajak. Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak), Suryo Utomo, mengatakan bahwa intensifikasi dan ekstensifikasi pajak akan menjadi fokus Ditjen Pajak di tahun depan.

 

“APBN 2020 (target penerimaan) sudah meningkat, dan fokus mencari basis baru penerimaan. Caranya, salah satunya diarahkan ke penguasaan kewilayahan,” kata Suryo dalam sebuah acara di Jakarta, Senin (25/11).

 

Dalam hal ini, Ditjen Pajak memiliki target untuk menambah jumlah Wajib Pajak (WP) lewat mekanisme kewilayahan. Namun demikian beberapa aktivitas Ditjen Pajak seperti penegakan hukum sektor pajak tetap akan dilakukan sebagaimana biasanya.

 

“Ditjen Pajak tidak serta merta melakukan penegakan hukum. Di tahun 2020 lebih expand basis perpajakan, pajak basis kewilayahan,” tambahnya.

 

Lewat mekanisme pajak berbasis kewilayahan, model pengawasan dan informasi terkait perpajakan akan terintegrasi antar satu daerah dengan daerah yang lainnya. Sehingga dengan kolaborasi tersebut bisa menambah basis perpajakan.

 

“Misalnya ada informasi orang punya usaha sesuatu tapi tak ada NPWP. KPP wilyah akan bekerja dan bergerak di wilayah itu, ada informasi dan bergerak dr ujung ke ujung. Ketika tahu siapa pemilik usaha, maka akan dilaporkan ke wilayah di mana WP terdaftar. Kolaborasi untuk satu tujuan yang lebih penting,” imbuhnya.

 

Suryo menambahkan jika pekerjaan Ditjen Pajak bertujuan untuk mengoptimalisasi penerimaan. Maka, pihaknya akan mendorong agar kepatuhan sukarela dalam membayar pajak bisa meningkat dengan cara memudahkan pelayanan. Selain itu, Ditjen Pajak juga akan melakukan pengawasan perpajakan sesuai amanah UU KUP, yakni dengan cara mengawasi dan memeriksa dalam konteks yang berkeadilan dalam paradigma hukum berdasarkan data yang valid.

 

Di samping itu, Ditjen Pajak juga mendapatkan tugas untuk mengumpulkan penerimaan tanpa mengganggu perekonomian negara. salah satu caranya adalah dengan mempercepat restitusi, di mana hal tersebut menjadi insentif kepada WP yang eligible atau WP yang berhak.

 

“Satu di antaranya restitusi dipercepat, itu semacam insentif kepada WP yang eligible, dapat pengembalian tanpa harus dilakukan pemeriksaan. Itu contoh menjaga penerimaan dengan memberikan layanan yang baik, melakukan penegakan hukum sesuai dengan UU KUP berdasarkan data yang valid, lalu memberikan contoh bisnis society, paling sederhana itu kan tax holiday dan tax allowance,” jelasnya.

 

(Baca: Ditjen Pajak Siapkan Aturan E-Materai)

 

Sementara itu, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, Irawan menyampaikan bahwa pihaknya sudah membentuk Satuan Tugas Tata Kelola dan Pemanfaatan Informasi Keuangan di tahun ini. Pembentukan Satgas tersebut adalah dalam rangka kehati-hatian mengelola dan memanfaatkan data dari jasa keuangan.

 

“Karena ini baru pertama kali, governance benar-benar prudent supaya jangan salah, sudah dibentuk Satgas kantor pusat, Kanwil sampai di KPP, ini sudah berjalan mulai Juni 2019,” katanya pada acara yang sama.

 

Adapun Satgas ini bertugas untuk membuat atau menyusun prosedur tata cara dan tata kelola yang prudent dalam memanfaatkan data keuangan. Sehingga pendekatan yang dilakukan lebih persuasif dan tidak serta merta dilakukan pemeriksaan, penagihan, atau penegakan hukum terhadap WP.

 

Irawan melanjutkan bahwa akses informasi keuangan yang diperoleh oleh DJP sudah diatur dalam PMK No 73 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 Ttntang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan. Dengan aturan tersebut, lanjutnya, Ditjen Pajak secara otomatis menerima data keuangan.

 

“Kalau dulu kita minta, ini pasca Tax Amnesty kita sudah menerima secara otomatis, sudah dimulai untuk data keuangan berupa saldo rekening per 3 Desember 2018, kita dapat di April 2018. Data itu perlu dirapihkan, dibersihkan dulu datanya, makanya waktu itu dibuat tim Satgas di tahun 2019. Data di 2017 kita terima di 2018 dan kita manfaatkan di 2019, karena datanya banyak sekali, kita terima rekening OP dan Badan minimal Rp 1 miliar, jadi kita tahu semua siapa,” tambahnya.

 

Dalam mengumpulkan dan mengolah data perpajakan tersebut, terdapat empat langkah yang dilakukan Ditjen Pajak. Pertama, melakukan persiapan. Setelah menerima data dari perbankan, data tersebut kemudian akan dipelajari oleh Ditjen Pajak.

 

“Kita sudah punya data SPT, kalau ikut TA, ada daftar deklarasi hartanya. Kemudian data eksternalnya dari pertanahan, Samsat terkait mobil, macam-macah, notaris, nah itu kita kumpulkan dulu, kita perkaya data itu. Jadi tidak serta merta jadi penghasilan,” ungkap Irawan.

 

Kedua, Ditjen Pajak akan melakun analisis terhadap data tersebut dengan cara membandingkan data dengan laporan rekening. Ketiga, Ditjen Pajak membuat hasil laporan analisis. Dari hasil analisis tersebut akan ditemukan data-data yang belum dilaporkan di SPT. Dan keempat, penemuan data tersebut akan dikonfirmasi kepada WP yang bersangkutan.

 

“Apakah data demikian sudah dilaporkan pada SPT, kalau belum kita persilahkan data SPT diperbaiki, atau komunikasi dulu jangan-jangan data kita salah,” pungkasnya.

 

Tags:

Berita Terkait