Tim Hukum Prabowo Beberkan Beragam Kecurangan Pilpres
Sengketa Pilpres 2019:

Tim Hukum Prabowo Beberkan Beragam Kecurangan Pilpres

Selain diskualifkasi, Pemohon meminta pemilihan suara ulang di 12 provinsi yakni provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, dan Kalimantan Tengah.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Salah satu bukti peran keterlibatan Polri adalah pengakuan Kapolsek Pasirwangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pengakuan AKP Salman Azis tersebut dikatakan Denny sempat ramai diberitakan, namun kemudian laporannya dicabut. "Itu tidak berarti serta merta pengakuannya menjadi salah, karena hal itu dapat juga merupakan indikasi bahwa pengakuan adalah benar, namun yang bersangkutan mendapat tekanan, sehingga terpaksa mencabut pengakuannya," bebernya.

 

Pengakuan tersebut dinilai Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi sebagai fenomena puncak gunung es dan bukan satu-satunya yang terjadi. "Ada indikasi tidak netralnya Polri setelah adanya informasi bahwa Polri membentuk kekuatan dukungan hingga ke desa untuk mematangkan dukungan sekaligus menguatkan strategi pemenangan paslon 01.

 

Denny juga membeberkan indikasi tidak netralnya BIN setelah Kepala BIN Budi Gunawan hadir dalam perayaan ulang tahun PDI Perjuangan. Sementara Budi Gunawan tidak datang dalam perayaan ulang tahun partai lain. Hal ini jelas bertentangan dengan UU Kepolisian Negara, UU BIN, dan UU Pemilu yang menuntut baik Polri dan BIN selalu menjaga netralitasnya dan tidak memihak pada paslon manapun," ujar Denny.

 

Pengunaan dana APBN

Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto menyebutkan capres nomor urut 01 Joko Widodo menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan program pemerintah untuk menggalang dan mendukung kepentingannya. "Paslon 01 menggunakan posisinya sebagai presiden yang juga petahana untuk menggunakan instrumen berupa anggaran belanja dan program pemerintah untuk mempengaruhi pemilih dalam Pilpres 2019," ujar Bambang.  

 

Bambang menjelaskan sekilas penggunaan anggaran negara dari program ini adalah hal yang biasa dilakukan. Apalagi kebijakan tersebut dibuat dengan dasar hukum, sehingga terkesan sah. "Namun jika dikaji lebih mendalam akan sangat mudah dipahami bahwa anggaran negara dan program pemerintah itu bentuk dari penyalahgunaan sumber dana negara," ungkapnya.

 

Hal itu dapat dengan mudah dilakukan oleh paslon 01 karena memanfaatkan posisinya sebagai presiden, sehingga diduga kecurangan dapat dilakukan secara terstruktur melalui aparat pemerintahan secara kolektif atau bersama-sama. "Dalam hal ini kecurangan pemilu presiden dilakukan dengan menjual posisinya sebagai petahana, sebagai pimpinan tertinggi, dan dalam kapasitasnya sebagai kepala pemerintahan yang secara politik atau bersama-sama dengan jajaran menteri dan memanfaatkan jajaran di bawahnya," ujar Bambang.

 

Salah satu contoh kecurangan TSM yang diduga dilakukan paslon 01 adalah pembayaran gaji ke-13 dan tunjangan hari raya bagi PNS, TNI-Polri, dan kenaikan gaji bagi perangkat desa, kelurahan, serta mempercepat beberapa program termasuk skema rumah DP nol persen bagi Polri. "Kecurangan pemilu ini dilakukan secara sistematis karena tersusun rapi, diantaranya disahkannya instrumen undang-undang APBN dan dasar hukumnya masing-masing," tuturnya.

Tags:

Berita Terkait