Tiga RUU Ini Disepakati Masuk Prolegnas Prioritas 2021
Terbaru

Tiga RUU Ini Disepakati Masuk Prolegnas Prioritas 2021

Revisi ketiga atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; RKUHP, RUU Pemasyarakatan. RUU Prolegnas Prioritas 2021 menjadi berjumlah 36 RUU.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas (tengah) bersama pimpinan Baleg lain dalam rapat kerja dengan pemerintah dan DPD terkait Evaluasi Pelaksanaan Prolegnas Prioritas 2021 di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (15/9/2021). Foto: Istimewa
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas (tengah) bersama pimpinan Baleg lain dalam rapat kerja dengan pemerintah dan DPD terkait Evaluasi Pelaksanaan Prolegnas Prioritas 2021 di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (15/9/2021). Foto: Istimewa

Badan Legislasi DPR telah menggelar rapat evaluasi pelaksanaan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 bersama pemerintah dan DPD. Berdasarkan catatan dan kesepakatan, sebanyak 3 Rancangan Undang-Undang (RUU) masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Dengan begitu, daftar Prolegnas Prioritas 2021 bertambah menjadi 36 RUU.

“Kami menyepakati usulan pemerintah terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Revisi Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dan Revisi atas perubahan ketiga atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE),” ujar Ketua Baleg Supratman Andi Agtas dalam rapat kerja dengan pemerintah dan DPD terkait Evaluasi Pelaksanaan Prolegnas Prioritas 2021 di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (15/9/2021). (Baca Juga: Melihat Perubahan Daftar RUU Prolegnas 2021)

Kesepakatan itu diambil setelah melakukan rapat setengah kamar antara Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), pimpinan Baleg, dan perwakilan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Terhadap RKUHP dan RUU Pemasyarakatan, keduanya berstatus RUU carry over. Keduanya sudah sempat masuk tahap pembahasan tingkat dua dalam rapat paripurna tahun 2019 lalu. Sementara Revisi UU No.15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang semula menjadi usul inisiatif pemerintah diambil alih Baleg, berdasarkan permintaan dari pemerintah.

Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan terdapat 10 RUU yang menjadi tanggung jawab pemerintah dalam Prolegnas Prioritas 2021. Rinciannya, ada 1 RUU telah dirampungkan pembahasannya dan disetujui menjadi UU yakni UU No.2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua.

Sementara 4 RUU dalam proses pembahasan tingkat pertama di DPR yakni RUU tentang Perlindungan Data Pribadi; RUU tentang perubahan atas UU No.1 tahun 1973 Landasan Kontinen Indonesia; RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah; dan RUU tentang Perubahan Kelima UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Sedangkan 1 RUU masih menunggu jadwal pembahasan di DPR yakni RUU tentang Hukum Acara Perdata.

Selanjutnya, 2 RUU dalam proses permohonan Surat Presiden (Surpres) yakni RUU tentang Ibu Kota Negara dan RUU tentang Perubahan atas UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Demikian pula, 2 RUU dalam proses penyempurnaan substansi yakni RUU tentang Perubahan atas UU No.4 Tahun 1984 tentang Wabah Menular dan RUU tentang Badan Ideologi Pancasila.

“Memperhatikan capaian prioritas Prolegnas 2021, pemerintah pada prinsipnya sepakat untuk mengupayakan percepatan penyelesaian RUU prioritas Prolegnas tahun 2021 yang menjadi kewajiban bersama-sama antara DPR, DPD, dan pemerintah tanpa mengesampingkan sisi kualitas substansinya,” lanjutnya.

Lebih lanjut Yasonna mengatakan terdapat RUU yang penting agar dapat masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Selain RKUHP, RUU Pemasyarakatan, dan RUU ITE, terdapat RUU tentang Perampasan Aset terkait tindak pidana. Di Indonesia hanya dikenal adanya perampasan aset dalam sistem hukum pidana. Namun hanya dapat dilaksanakan melalui putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht).

Dia menilai sistem hukum pidana di Indonesia belum mengatur mengenai proses penelusuran, pemblokiran, penyitaan. Perampasan aset terkait dengan tindak pidana yang dilakukan berdasarkan hukum untuk melaksanakan ketentuan dalam Bab V Konvensi PBB Anti Korupsi sebagaimana telah disahkan dengan UU No.7 Tahun 2006 tentang Pengesahan Konvensi PBB Anti Korupsi, 2003. “RUU ini bertujuan mengatur secara khusus mengenai hal tersebut," ujarnya.

Yasonna melanjutkan RUU Perampasan Aset memang tak masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Padahal bila masuk prioritas dan dibahas, keberadaan aturan tersebut dapat memudahkan aparat penegak hukum untuk mengembalikan kerugian negara akibat tindak pidana, termasuk korupsi. Apalagi modus korupsi yang sedemikian canggih untuk menyembunyikan hasil tindak pidana, sehingga diperlukan aturan khusus untuk mengejar aset hasil tindak pidana.

Soal RKUHP, Yasonna menuturkan rancangan aturan pidana itu sempat tak diteruskan pembahasannya. Namun, jajarannya terus melakukan sosialisasi secara luas agar publik memahami substansi dan pentingnya RKUHP. Sementara RUU Pemasyarakatan di dalamnya menguatkan konsep restorative justice seperti juga tercantum RKUHP. Konsep restorative justice di keduanya RUU tak terlampau jauh berbeda.

“Yang kami peroleh dari berbagai daerah, kita sudah melihat pemahaman yang semakin dapat dimengerti oleh masyarakat,” katanya.

Hukumonline.com

Menkumham Yasonna H Laoly saat rapat kerja bersama Baleg DPR.  

Sementara RUU ITE, pemerintah mendorong agar dapat segera dilakukan perubahan ketiga terhadap UU 11/2008. Sebab, sejumlah pasal penerapannya oleh aparat penegak hukum kerap berpotensi multitafsir. Karena itu, perlu diperjelas tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang menggunakan sarana elektronik, dengan menyesuaikan kembali ketentuan pidana yang diatur dalam KUHP.

“Selain itu menambah ketentuan pidana bagi setiap orang yang menyebarluaskan informasi atau pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat yang dilakukan melalui sarana elektronik,” katanya.

Tags:

Berita Terkait