Tiga Prinsip Penting Presiden Pilih Kabinet
Berita

Tiga Prinsip Penting Presiden Pilih Kabinet

Yaitu kapasitas, integritas, dan loyalitas. Sejumlah kementerian dan lembaga pemerintahan sebaiknya tidak diampu politisi seperti Kejaksaan Agung, Menkumham, dan Menkopolhukam.

Ady Thea DA/Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

“Tapi perlu diingat dalam hukum tata negara tidak ada aturan yang menyebut menteri dan pimpinan lembaga negara merupakan jatah untuk parpol,” kata dia.

 

Menurut Veri, peran parpol saat pencalonan dan pemenangan calon presiden menghadapi pemilu. Setelah terpilih, presiden menunjuk menteri untuk bekerja mewujudkan visi dan misi presiden. Tidak melulu parpol pemenang pemilu dan pendukung calon presiden memiliki jatah kursi yang banyak di kabinet. Misalnya, dalam Pemilu 2004, partai Golkar meraih sekitar 24 persen suara, tapi hanya 5 politisi Golkar yang menjabat sebagai menteri. Pemilu 2009, partai Demokrat mendapat 27 persen suara dengan 5 kursi menteri. Pemilu 2014, PDIP meraih suara terbanyak, tapi perolehan kursi menteri sama seperti PKB.

 

Adanya istilah “jatah kursi menteri” untuk parpol pendukung, kata Veri, ini agar presiden mendapat dukungan koalisi parpol ketika berurusan dengan DPR seperti membuat UU dan uji kelayakan untuk jabatan tertentu. Veri mengingatkan Jokowi untuk hati-hati dan teliti menentukan pos mana yang perlu ditempati orang yang berlatar belakang parpol.

 

“Ini periode kepemimpinan terakhir Jokowi, seharusnya dia tanpa beban dan bekerja maksimal untuk kepentingan publik,” sarannya.

 

Pengamat Politik CSIS J Kristiadi menilai kemampuan yang harus dimiliki kabinet antara lain kompetensi manajerial, pengetahuan, dan teknik pada bidang yang ditanganinya. Salah satu tantangan yang dihadapi kementerian dan lembaga di tingkat pusat yakni bagaimana kebijakan yang diterbitkan dapat berjalan dengan baik sampai ke daerah. Penting juga soal integritas karena menteri sebagai pejabat publik yang menjalankan keputusan politik.

 

“Keputusan politik itu tidak ada benar atau buruk, tapi ini kompromi atas perbedaan pendapat,” katanya.

 

Potensi melanggar

Sementara pengamat hukum tata negara dari Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mengingatkan Presiden Joko Widodo potensi melanggar UU No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, bila mengumumkan susunan kabinet sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2019 mendatang.

Tags:

Berita Terkait