Tiga Peradi Dorong Kantor Hukum Ikut Survei Pro Bono Hukumonline
Berita

Tiga Peradi Dorong Kantor Hukum Ikut Survei Pro Bono Hukumonline

​​​​​​​Tiap satu kantor hukum hanya bisa menjadi satu responden. Kantor hukum dapat menjadi motor penggerak bagi advokatnya untuk melaksanakan kewajiban pro bono.

Normand Edwin Elnizar/M-28
Bacaan 2 Menit
Dari kiri: Otto Hasibuan, Luhut MP Pangaribuan dan Juniver Girsang
Dari kiri: Otto Hasibuan, Luhut MP Pangaribuan dan Juniver Girsang

Apa yang pertama kali para advokat pikirkan ketika mendengar kata pro bono? Mungkin “gratis” atau “kerja sosial” akan lebih dulu muncul ketimbang soal bagaimana cara melakukannya. Tentu ini hanya dugaan saja. Namun, perbincangan soal pro bono perlu disikapi serius bagi kalangan advokat.

 

Sebagai bagian dari tanggung jawab profesi, menunaikan pro bono (bantuan hukum secara cuma-cuma) semestinya adalah syarat agar seorang advokat bisa dikatakan sebagai advokat sejati. Apalagi tanggung jawab ini telah dituangkan sebagai kewajiban dalam norma hukum di UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat).

 

Berawal dari asumsi tersebut, Hukumonline merancang survei untuk membuat pemeringkatan pro bono advokat Indonesia 2018. Hukumonline akan memberikan penghargaan atas rekam jejak pro bono yang dilakukan oleh advokat Indonesia berdasarkan data hasil survei ini. Namun perlu diingat, tiap satu kantor hukum hanya bisa menjadi satu responden atau mengirimkan satu survei. Silakan ditunjuk siapa petugas yang akan mengisi survei.

 

Catatan Hukumonline, hingga saat ini masih belum ada panduan teknis yang rinci mengenai pro bono advokat Indonesia. Bahkan pemahaman mengenai pro bono masih bercampur dengan bantuan hukum (legal aid) oleh negara yang sudah diatur terpisah. Bahkan, klaim pelaksanaan pro bono oleh advokat selama ini masih berdasarkan pada klaim sepihak.

 

Pada tahun 2009, perbincangan soal standarisasi pemberian jasa pro bono sempat mengemuka. Sayangnya hingga tahun 2018 belum ada kemajuan soal penyusunan panduan dalam pelaksanaan pro bono oleh para advokat Indonesia. Sejak UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (UU Bantuan Hukum) disahkan membuat pemahaman soal jasa pro bono perlu untuk diperjelas.

 

Belum lagi jika membahas bentuk jasa pro bono. Satu-satunya ketentuan yang merincikan bentuknya hanya Peraturan Peradi No. 1 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma. Dalam Peraturan Peradi 1/2010 disebut bahwa setiap advokat dianjurkan memberikan bantuan hukum pro bono 50 jam per tahun. Definisi pro bono litigasi dan nonlitigasi dalam survei ini diambil dari Peraturan Peradi 1/2010.

 

*Pro bono litigasi adalah pemberian bantuan hukum di muka pengadilan yang meliputi seluruh rangkaian proses peradilan baik itu dalam perkara perdata, pidana atau tata usaha negara, termasuk dalam proses pelaporan dan pemeriksaan di kepolisian dan penuntutan di kejaksaan dalam perkara pidana.

*Pro bono non litigasi adalah pemberian bantuan hukum di luar pengadilan yang meliputi Pendidikan hukum, investigasi kasus, konsultasi hukum, pendokumentasian hukum, penyuluhan hukum, penelitian hukum, perancangan hukum (legal drafting), pembuatan pendapat/catatan hukum (legal opinion/legal anotasi), pengorganisasian, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, pemberdayaan masyarakat serta seluruh aktvitas yang bersifat memberi kontribusi bagi pembaharuan hukum nasional termasuk pelaksanaan piket bantuan hukum.

 

Baca:

 

Ketua Dewan Pembina Peradi kubu Fauzie Yusuf Hasibuan, Otto Hasibuan menyambut baik survei ini. Ia mengimbau para advokat ikut serta dalam suvei ini. “Kepada rekan-rekan advokat Indonesia, saya mengimbau agar teman-teman semua bersedia ikut membantu terlaksananya survei pro bono yang dilaksanakan Hukumonline. Kita harapkan survei ini memberikan kontribusi dalam membangun sistem pro bono yang bagus di negeri kita,” katanya kepada Hukumonline.

 

Apresiasi yang sama juga muncul dari Ketua Umum DPN Peradi Rumah Bersama Advokat Indonesia, Luhut MP Pangaribuan. “Saya harap kantor hukum ikut berpartisipasi dalam survei ini. Selain itu, survei ini diharapkan bisa membantu pemahaman dan kesadaran advokat maupun kantor hukum untuk melaksanakan pro bono.”

 

Di samping itu, Luhut juga menyampaikan kekhawatirannya akan anggapan yang mempersamakan pro bono dan bantuan hukum yang muncul di kalangan advokat dan organisasi advokat. “Bantuan hukum muncul karena adanya kebutuhan dari masyarakat miskin (eksternal) terhadap pelayanan hukum, sementara pro bono muncul atas dasar kesadaran advokat (internal) bahwa masyarakat harus mendapatkan pelayanan hukum,” terangnya kepada Hukumonline.

 

Kemudian, Ketua DPN Peradi Juniver Girsang memberikan pandangan lain mengenai pelaksanaan pro bono oleh advokat. Saat ini organisasi advokat tidak bisa memastikan ketaatan advokat maupun kantor hukum dalam melaksanakan pro bono, karena tidak ada ketentuan untuk melaporkan pelaksanaannya ke organisasi advokat. Apalagi UU Advokat tidak mengatur mengenai sanksi bagi advokat dan kantor hukum yang tidak melaksanakan kewajiban pro bono. Menurutnya, kantor hukum dapat menjadi motor penggerak bagi advokatnya untuk melaksanakan kewajiban pro bono.

 

“Seharusnya ada imbauan dari kantor hukum kepada para advokatnya untuk melaksanakan kewajiban pro bono itu,” ungkapnya saat dihubungi Hukumonline.

 

Juniver melihat, survei yang dilakukan Hukumonline bagaikan oase bagi masyarakat untuk melihat ketaatan advokat dan kantor hukum dalam melakukan kegiatan pro bono. “Survei yang diadakan Hukumonline bisa digunakan sebagai mekanisme kontrol dan evaluasi dari masyarakat terhadap ketaatan advokat dan kantor hukum terhadap kewajiban pro bono,” tambahnya. Ia juga mengharapkan Hukumonline bisa menggelorakan semangat advokat dan kantor hukum untuk melaksanakan kewajiban profesinya.

 

Ikut surveinya dengan klik gambar di bawah ini!!

Hukumonline.com

 

Perlu Ajang Penghargaan

Almaida Askandar, partner dari firma hukum Ivan Almaida Baely & Firmansyah Law Firm (IAB&F) mengatakan, bahwa pro bono harus dipahami sebagai tanggung jawab profesi. “Tujuan menjadi advokat bukan hanya pekerjaan memenuhi kebutuhan hidup, harus membantu orang lain yang memerlukan,” katanya saat diwawancarai Hukumonline, Rabu (10/10).

 

Sebagai corporate lawyer, Almaida menjelaskan, ia telah memberikan sejumlah jasa pro bono sesuai bidang keahliannya. Sejumlah advokat IAB&F juga mendapat giliran untuk memberikan jasa pro bono. Meski begitu, ia mengakui memang belum ada administrasi atau prosedur operasional baku dalam pelaksanaannya.

 

Almaida menilai bahwa pengaturan pro bono perlu dibuat lebih baik melalui organisasi advokat. “Perlu informasi ke publik dari Peradi agar masyarakat miskin bisa memilih sendiri advokat untuk membantunya atau setidaknya tersedia daftar advokat beserta spesialisasinya,” katanya.

 

Hal lain yang juga penting menurut Almaida adalah apresiasi bagi para advokat yang telah menunaikan jasa pro bono. “Perlu untuk memancing dulu, kalau sudah banyak nanti akan berjalan (lancar) dengan sendirinya,” ujar Almaida. Hingga saat ini memang belum banyak perhatian mengenai pelaksanaan pro bono oleh advokat terutama dalam bentuk ajang penghargaan berdasarkan penilaian yang terbuka.

Tags:

Berita Terkait