Tiga Pemohon Ini Resmi Uji Materi 2 Pasal UU Tipikor ke MK
Utama

Tiga Pemohon Ini Resmi Uji Materi 2 Pasal UU Tipikor ke MK

Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor diminta dibatalkan, atau alternatifnya harus ada syarat suap menyuap.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Tudingan itu juga bisa menyasar orang yang tidak sedikit pun melakukan korupsi. Masih dalam petitum, Maqdir mengusulkan jika kedua Pasal itu tetap diperlukan untuk memberantas korupsi, harus ada syarat berupa suap. Tanpa ada unsur tersebut aparat tidak bisa menjerat terduga pelaku korupsi dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor.

“Jadi pembatasan makna korupsi ini harus ada karena ketentuan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor sangat longgar, semua orang bisa ditetapkan jadi koruptor. Melanggar UU Lingkungan, UU Perdagangan, UU Kelautan dan lainnya juga bisa ditetapkan jadi koruptor,” ujar Maqdir.

Ketua Umum Ikadin itu mengatakan, batu uji yang digunakan dalam permohonan uji materi itu antara lain Pasal 24 dan 28 UUD 1945. Selain itu menggunakan UU No.24 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Maqdir berharap MK mengabulkan petitum yang dimohonkan, sehingga penegakan hukum korupsi bisa lebih baik sebagaimana negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Singapura. Berbagai negara itu menggunakan suap sebagai salah satu unsur penting dalam penegakan hukum kasus korupsi.

“Jadi bukan soal merugikan keuangan negara, tapi apakah ada suap/penyuapan atau tidak,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama kuasa hukum pemohon, Illian Deta Arta Sari, menambahkan ketiga pemohon mengajukan permohonan ini melalui kuasa hukumnya. Sebab fokus berlebihan aparat penegak hukum dalam kasus korupsi hanya pada aspek kerugian negara yang ditimbulkan. Hal itu malah mengaburkan esensi korupsi dan kriminalisasi terhadap kebijakan yang seharusnya tidak dipidana.

“Masih ada masalah dalam pemberantasan korupsi yakni di Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor,” urainya.

Kuasa hukum lainnya, Annissa Ismail, menyebut permohonan ini sebagai salah satu upaya untuk membenahi citra penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia. Sebab United Nations Convention against Corruption (UNCAC) yang merupakan konvensi internasional paling penting dalam pemberantasan korupsi tak pernah menjadi perhatian aparat penegak hukum di Indonesia. Padahal kepastian hukum dalam pemberantasan korupsi sangat penting. Absennya kepastian hukum menjadi momok yang menakutkan bagi investor, baik nasional dan internasional.

“Pasal ini bisa mengkriminalisasi semua orang,” imbuhnya.

Mantan pimpinan KPK, Erry Riyana Hardjapamekas, mengatakan pemberantasan korupsi merupakan upaya besar, luas dan jangka panjang karena aspeknya banyak. Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor kerap dikeluhkan banyak pihak yang mengalami kriminalisasi. Dalam perkara korupsi harus memenuhi unsur utama yakni suap.

Pemidanaan terhadap kebijakan yang beritikad baik atau kasus perdata harusnya tak bisa dilakukan. Apalagi dalam pemberantasan korupsi tak melulu penegakan hukum pidana. Erry menyebut ada banyak cara yang bisa dilakukan pemerintah secara konsisten salah satunya reformasi birokrasi.

“UNCAC menempatkan penyuapan yang paling utama, berikutnya baru perbaikan pelayanan publik, pencegahan percobaan korupsi oleh ASN dengan reformasi birokrasi dan lain sebagainya,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait