Tiga Kubu PERADI Tanggapi Terbitnya Surat Ketua MA
Utama

Tiga Kubu PERADI Tanggapi Terbitnya Surat Ketua MA

Satu kubu menganggap Surat KMA sebagai solusi, kubu lain menyebut kemunduran.

TRI YUANITA INDRIANI
Bacaan 2 Menit

“Tentu surat dari Ketua Mahkamah Agung tidak bisa dong melampaui ketentuan yang diatur UU Advokat. Surat Ketua Mahkamah Agung yang kemudian bertentangan dengan UU Advokat itu kan sudah batal demi hukum itu harusnya,” jelas Sekretaris Jenderal PERADI kubu Fauzie Yusuf Hasibuan.

Lebih jauh, Thomas mengatakan surat ini menjadi satu kemunduran yang luar biasa bagi dunia profesi advokat. Semangat profesionalisme dan integritas yang menjadi semangat UU Advokat yang kemudian diamanahkan hanya pada satu organisasi yaitu PERADI akan bergeser.

Orang akan mencari jalan yang mudah untuk bisa bergelut di profesi ini, ungkap Thomas. Belum lagi ketika beracara yang dibutuhkan hanya berita acara sumpah saat pengangkatan.

“Kalau ada advokat yang kena hukuman dari dewan kehormatan satu organisasi, dia akan keluar dan berpindah ke organisasi lainnya. Kalau di situ kena sama Dewan Kehormatan, akan pindah lagi. Begitu seterusnya,” kata Thomas kepada hukumonline, Selasa (29/9).

Dibandingkan mengeluarkan surat yang memberikan wewenang Ketua PT mengambil sumpah advokat manapun, Thomas berpendapat Ketua MA seharusnya bisa menilai dan memutuskan mana organisasi dengan kepengurusan yang sah. “Apa sulitnya bagi mereka yang dalam pekerjaannya terbiasa membuat putusan?” Thomas bertanya.

“Saya pikir harusnya bisa memberikan penilaian dong mana yang benar. Selama ini PERADI yang kita lakukan ini yang sudah melaksanakan semua amanat-amanat dari UU Advokat. Kok tiba-tiba hilang kewenangannya yang mendasar tersebut dengan Surat Ketua Mahkamah Agung,” tuturnya.

Sementara, Luhut Pangaribuan mengaku awalnya sempat berharap Ketua Mahkamah Agung dapat memfasilitasi dan menjadi mediator dari kisruh-kisruh di dalam tubuh organisasi ini. Sebagai suprastruktur, MA seharusnya bukan melegitimasi perpecahan itu tapi justru memfasilitasi atau memediasi untuk persatuan, kata Luhut.

Luhut berujar, awalnya ia membayangkan sebagai bentuk kepeduliannya, Hatta Ali, Ketua MA yang saat ini menjabat dapat mengikuti jejak Ali Said saat menjabat dulu. Pada tahun 1985 banyak organisasi advokat, kemudian Ali Said memfasilitasi dan memediasi organisasi yang ada sehingga kemudian lahir lah IKADIN sebagai wadah tunggal, cerita Luhut.

“Tadinya saya berpikir demikian. Karena yang paling dekat (yang bisa dilakukan) Ketua Mahkamah Agung adalah beliau menjadi fasilitator dan mediator sebagaimana dicontohkan Ali Said pada tahun 1985,” ungkapnya.

Tags: