Tiga Jurnalis Asing Alami Kekerasan
Berita

Tiga Jurnalis Asing Alami Kekerasan

Kerja-kerja jurnalis dilindungi UU Pers. Pihak yang menghalang-halangi kerja jurnalis terancam pidana.

ADY
Bacaan 2 Menit
Aktivitas Pers. Foto: SGP (Ilustrasi)
Aktivitas Pers. Foto: SGP (Ilustrasi)
Jurnalis dan advokat publik yang tergabung dalam Tim Advokasi Pembela Kebebasan Pers dan Kebebasan Berekspresi mengecam tindakan kepolisian yang melakukan kekerasan terhadap tiga jurnalis asing di Jakarta.

Jurnalis VOA Indonesia, Andilala Waluyo, mengatakan peristiwa itu bermula dari kegiatan demonstrasi yang dilakukan mahasiswa Papua di Bundaran HI Jakarta, Selasa (01/12). Ketika itu massa aksi terbagi dua, satu di Bundaran HI dan sisanya di perempatan Imam Bonjol. Saat kericuhan pecah, Andilala melakukan peliputan seperti biasa.

Ia melihat jurnalis ABC Australia, Archicco, yang sedang mengambil gambar mendapat pukulan dari aparat kepolisian. Jurnalis Al-Jazeera, Step Vaessen, merekam peristiwa pemukulan yang dialami Archicco.

Kemudian, dikatakan Andilala, Step ditarik oleh aparat kepolisian dan dipaksa agar gambar yang direkamnya dihapus. Perlakuan itu juga dialami oleh jurnalis Bloomberg, Chris Burmitt. “Ketika aparat kepolsian menghampiri jurnalis dan meminta untuk menghapus gambar yang direkam, itu pelanggaran serius terhadap kebebasan pers,” katanya dalam jumpa pers di kantor LBH Jakarta, Rabu (02/12).

Ketua Poros Wartawan Jakarta (PWJ), Tri Wibowo Santoso, menilai kekerasan terhadap jurnalis menunjukkan terjadinya kemunduran demokrasi. Menurutnya, itu tidak sejalan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang berulang kali menyebut akan membuka akses luas bagi jurnalis untuk meliput isu Papua. Peristiwa kekerasan yang dialami tiga jurnalis asing itu sangat bertentangan dengan pernyataan tersebut. “Peristiwa itu membuat citra Indonesia buruk. Itu melanggar UU Pers,” tukasnya.

Perwakilan LBH Pers, Ade Wahyudi, mengatakan peristiwa itu menambah catatan buram kepolisian terhadap kebebasan pers. Ia mencatat dua bulan terakhir setidaknya ada tiga kali kasus kekerasan yang menimpa jurnalis. Diantaranya kekerasan terhadap tiga jurnalis asing yang meliput demonstrasi mahasiswa Papua itu dan perampasan kamera jurnalis yang meliput kegiatan doa bersama di Nabire, Papua pada Selasa (01/12). “UU Pers menjamin jurnalis menjalankan kerja-kerja jurnalistiknya. Segala tindakan yang menghalang-halangi jurnalis terancam pidana sebagaimana diatur pasal 18 UU Pers,” ujar Ade.

Ade menilai kekerasan yang dialami jurnalis yang meliput isu Papua itu terjadi secara sistematis. Ia menduga tujuannya untuk membungkam suara kritis dari Papua.

Advokat publik LBH Jakarta, Maruli Tua, mendesak Kapolri untuk memerintahkan Kapolda Metero Jaya dan Kapolda Papua untuk menindak aparat yang menghalang-halangi tugas jurnalis. Kompolnas dan Komnas HAM perlu memastikan jaminan kepada jurnalis untuk menjalankan tugas-tugasnya. Begitu pula Dewan Pers, dirasa perlu melakukan kampanye masif terkait perlindungan terhadap jurnalis, terutama yang meliput isu Papua. “Jika di Jakarta saja terjadi kekerasan terhadap jurnalis apalagi di daerah (Papua),” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait