Tiga Hal Pokok Pengaturan dalam UU Karantina Hewan Ikan
Berita

Tiga Hal Pokok Pengaturan dalam UU Karantina Hewan Ikan

Mulai tujuan penyelenggaraan karantina, integrasi dan koordinasikan melalui pembentukan sebuah badan, hingga media pembawa yang berpotensi menularkan hama dan penyakit.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Ketukan palu pimpinan rapat paripurna Fahri Hamzah pertanda persetujuan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan menjadi UU. Kesepakatan itu diambil setelah anggota dewan yang hadir memberikan persetujuan secara bulat dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Selasa (24/9/2019). RUU ini merupakan revisi UU No.16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan yang dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi kekinian.

 

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Karantian Hewan Ikan dan Tumbuhan, Daniel Johan dalam laporan akhirnya berpandangan perubahan terhadap UU 16/1992 adalah keniscayaan untuk mengikuti perubahan zaman. Ada ketidaksesuaian materi muatan UU 16/1992 dengan kebutuhan hukum masyarakat akibat berlakunya sejumlah UU terkait penyelenggaraan karantian, sehingga memerlukan perubahan.

 

Tak hanya itu, penyelenggaraan karantina harus mengikuti perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi serta lingkungan strategis yang terus mengalami perubahan sedemikian dinamis. Khususnya, di bidang perdagangan antar negara yang melahirkan sejumlah ketentuan dan kesepakatan internasional terkait standar keamanan dan mutu pangan, produk rekayasa genetik, hingga pengendalian peredaran tumbuhan dan satwa langka.

 

“Dalam pembahasan sebanyak 468 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) diulas. Kemudian, disepakati, RUU tersebut menjadi 15 Bab dengan 96 pasal,” ujar Daniel Johan dalam rapat paripurna di Kompleks Gedung DPR Jakarta, Selasa (24/5/2019). Baca Juga: Ini 27 RUU Prolegnas 2019 Berstatus Pembahasan Tingkat Pertama    

 

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu memaparkan sejumlah poin penting dalam RUU ini. Pertama, tujuan penyelenggaraan Karantina. Menurutnya, langkah karantina bertujuan mencegah masuk, keluar, dan tersebarnya hama penyakit hewan, hama penyakit ikan, dan organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri ke dalam wilayah negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).

 

Kedua, penyelenggaraan karantina diintegrasikan dan dikoordinasikan melalui pembentukan sebuah badan, sehingga badan karantina ini menjadi garda terdepan dalam melindungi negara dari masuk dan tersebarnya penyakit dan hama. Selain itu, tugas pokok badan karantina melindungi sumber daya hayati dari cemaran organisme produk rekayasa genetik hingga pengawasan terhadap tumbuhan dan keamanan pangan.

 

Ketiga, pengaturan tentang media pembawa yang berpotensi menularkan Hama dan Penyakit Hewan Karantina (HPHK). Kemudian Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK) atau organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK), dan cara mendeteksinya.  Menurut Daniel, RUU ini upaya maksimal yang dapat dilakukan dalam penyelenggaraan karantina yang lebih baik agar membawa perubahan nyata.

 

Mewakili pandangan Presiden, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan penyelenggaraan karantina saat ini masih bersifat parsial. Bahkan, belum terintegrasi dengan bidang-bidang terkait. Sementara UU 16/1992 belum mengatur secara komprehensif, sistematik, dan holistik mengenai pengawasan dan/atau pengendalian keamanan pangan dan mutu pangan.

 

Kemudian, keamanan pakan dan mutu pakan, produk rekayasa genetik sumber daya genetik, agensia hayati. Tak hanya itu, tumbuhan dan satwa langka yang dimasukan ke dalam negeri, tersebarnya dari satu area ke area lain dan/atau dikeluarkan dari wilayah NKRI di tempat pemasukan dan pengeluaran.

 

Guna peningkatan efektivitas dan efisiensi pengawasan, maka revisi UU 16/1992 menjadi harapan baru agar terwujud integrasi penyelenggaraan karantina di tempat pemasukan dan pengeluaran, selain mencegah masuk tersebar dan keluarnya hama penyakit. Menurut Amran, terdapat beberapa pasal dalam RUU Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan yang mengamanatkan disusunnya aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksana UU Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan ini.

 

“Tugas pemeritah yang harus segera dilaksanakan adalah menyelesaikan PP tersebut dalam rangka implementasi UU ini,” kata dia.

 

Atas kekurangan UU 16/1992 dan keharusan menyesuaikan aturan baru, revisi UU 16/1992 hal yang mutlak dilakukan. Karenanya, kata Imran, Presiden Joko Widodo memberikan persetujuan atas RUU tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan untuk disahkan menjadi UU. “Atas nama pemerintah, kami bersyukur atas terselesaikannya pembahasan RUU tentang Karantian Hewan, Ikan, dan Tumbuhan ini, selanjutnya disahkan menjadi UU. Semoga upaya keras ini mendapat ridho Allah SWT,” harapnya.

Tags:

Berita Terkait