Tiga Fokus Pencegahan Korupsi Versi KPK
Berita

Tiga Fokus Pencegahan Korupsi Versi KPK

Mulai pengawasan sistem perizinan, sistem keuangan negara, hingga penegakan hukum.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla terus melakukan penguatan pencegahan korupsi di berbagai sektor. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi, diatur sektor mana saja yang menjadi target pencegahan korupsi. Terdapat tiga sektor yang menjadi fokus lembaga antikorupsi, dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pencegahan korupsi.   

 

Ketua KPK Agus Rahardjo menerangkan tiga fokus yang menjadi perhatian khusus dalam pencegahan korupsi di tanah air. Mengacu pada Perpres 54/2018, penyelenggaraan kemudahan dalam perizinan. Dalam praktiknya dalam banyak perizinan seringkali berpeluang terjadinya korupsi.

 

Karena itu, dalam rangka memudahkan prosedur perizinan, fokus utama dibentuknya sistem Online Single Submission (OSS). Selain itu, adanya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Nantinya, pihak yang tergabung dengan sistem OSS ini seluruh instansi pemerintahan yang fungsinya berhubungan dengan pelayanan publik, dalam hal ini perizinan.

 

Salah satunya misalnya, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait perizinan pertambangan dan mineral. “Masih banyak kegiatan di berbagai sektor kementerian yang mesti diintegrasikan dengan sistem OSS ini,” kata Agus mencontohkan. Baca Juga: Pimpinan Lembaga Ini Komitmen Cegah Korupsi

 

Menurutnya, transparansi dalam perizinan di sektor sumber daya alam menjadi satu dari sekian sektor yang menjadi fokus utama. Seperti, terkait pengukuhan kawasan hutan, kebijakan satu peta, tumpang tindih perizinan pun bakal dibenahi. Termasuk pembenahan terhadap pemberian izin pembukaan lahan pertambangan.

 

“Kami juga mencatat di sini kebijakan tentang pemanfaatan tanah negara yang terlanjur salah (keliru),” ujar Agus Rahardjo sebagaimana dikutip dari laman Sekretariat Kabinet (Setkab), Jumat (15/3/2019).

 

Baginya, kebijakan yang salah tak boleh dibiarkan dan putusan dalam kasus ini telah berkekuatan hukum tetap, seperti putusan kasus Padang Lawas. Menurut Agus, lahan tersebut terbilang luas dan diserahkan ke masyarakat sebagai redistribusi aset.

 

Kedua, keuangan negara. Menurut Agus, sikap dan aksi yang dikedepankan yakni integrasi antara e-budgenting dengan e-planning. Dia menyarankan agar Kepala Bappenas dan Kementerian Keuangan dapat duduk bersama dalam rangka membuat bisnis proses. Tujuannya, agar dapat segera terwujud e-budgeting dan e-planning. Yang pasti, kedua sistem tersebut mesti terintegrasi dengan e-procurement.

 

Ketiga, penegakan hukum. Bagi Agus, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di tiga lembaga yang membawahi IPK cenderung nilainya rendah. Sebabnya karena praktik penegakan hukum yang terlaksana di Indonesia masih lemah. Terkait reformasi birokasi, Agus mengingatkan agar tidak lagi adanya penambahan organisasi baru dalam birokrasi.  

 

Monitoring dan evaluasi

Terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, M Nur Sholikin menilai tiga indikator pencegahan korupsi itu terbilang bagus. Namun, bila merujuk tahun-tahun sebelumnya, pemerintah ke depan mesti lebih serius dalam hal monitoring dan evaluasi pelaksanaanya di kementerian/lembaga.

 

Soal perizinan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Menurut Sholikin, tahun pertama 2019 ini, semestinya pemerintah memastikan sistem OSS ini berjalan hingga sampai ke tingkat bawah. Kemudian, regulasi-regulasi yang bersifat teknis perlu dipastikan terlebih dahulu.

 

“Dipastikan pula persiapan di setiap unit pemerintahan untuk memahami pelaksanaan sistem OSS ini. Jadi sistem perizinan itu harus terus di-monitoring dan evaluasi pelaksaaannya,” ujarnya.

 

Melalui Perpres 54/2018 ini, KPK juga seharusnya menjadi garda terdepan dalam pencegahan korupsi. “Harusnya KPK berkedudukan sebagai sekretariat yang lebih berperan sebagai koordinator dan sekaligus melakukan pengawasan di kementerian dan lembaga,” ujar Sholikin kepada Hukumonline.

 

Caranya, KPK pun membantu menyiapkan infrastruktur. Sholikin yakin KPK dapat memacu pelaksanaan perizinan di instansi pemerintahan yang berbasis pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi.

 

Sholikin mengakui ruang lingkup proses perizinan sangat luas, sehingga KPK belum sepenuhnya menjangkau berbagai macam perizinan di instansi pemerintahan. “KPK mesti menentukan prioritas dari semua jenis perizinan. Karena itu, KPK mesti berbagi peran dengan aparat penegak hukum lain. Selain mengawasi prioritas, KPK juga harus koordinasi dengan lembaga lain,” katanya.

Tags:

Berita Terkait