Tiga Fokus Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi
Berita

Tiga Fokus Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi

Data sovereignty alias kedaulatan data sekaligus keamanan negara; perlindungan pemilik data; data users, pengguna datanya sendiri.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Pemerintah resmi menyerahkan naskah akademik dan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Data Pribadi. Jadwal pembahasan terhadap RUU ini menunggu keputusan DPR. Komisi I DPR yang membidangi pertahanan, luar negeri, serta informasi dan komunikasi menjadi alat kelengkapan dewan yang bakal membahas RUU ini bersama pemerintah.

 

Demikian dikatakan Ketua DPR Puan Maharani usai menerima kedatangan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) ke DPR dalam rangka berkonsultasi tentang persiapan pembahasan RUU ini. Puan melanjutkan bila DPR dan pemerintah berhasil merampungkan pembahasan RUU ini, maka Indonesia menjadi negara ke-127 yang memiliki  aturan perlindungan data pribadi.

 

Dia menerangkan RUU usul insiatif pemerintah itu memiliki semangat melindungi data masyarakat dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan karena data pribadi masyarakat rawan disalahgunakan seiring perkembangan era digitalisasi. Diharapkan RUU ini dapat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia, khususnya jaminan perlindungan data pribadi dari negara agar tidak menimbulkan efek negatif.

 

“Banyak sekali yang tadi kami diskusikan, intinya DPR siap membahas tentu saja bersama-sama dengan pemerintah jangan sampai tidak ada sinergitas antara pemerintah dan DPR dalam pembahasan ini,” ujar Puan Maharani di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (4/2/2020) kemarin. Baca Juga: Telah Diserahkan ke DPR, Ini Materi Muatan RUU Perlindungan Data Pribadi

 

Lantas apa saja yang disepakati dalam pembicaraan antara Puan bersama Menkominfo? Menurut Puan, hal yang disepakati antara lain pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi ini harus dilakukan secara terbuka, sehingga publik dapat memantau dan mengakses pembahasan substansi RUU ini antara DPR dengan pemerintah.

 

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu berharap terbukanya pembahasan tidak muncul informasi yang simpang siur di masyarakat. Dan meminimalisir munculnya draf ataupun daftar inventarisasi masalah (DIM) yang tidak sesuai pembahasan di Komisi I dan pemerintah.

 

“Tidak timbul draf atau DIM ‘abal-abal’ yang sebenarnya tidak dibahas di DPR. Ini (pembahasan, red) harus terbuka. Namun karena sifatnya data perlindungan pribadi, tentu saja banyak juga hal yang tidak didiskusikan ke publik,” katanya.

 

Di tempat yang sama, Menkominfo Johnny G Plate mengatakan pertemuan dengan Puan hanya rapat konsultasi dan koordinasi mengenai persiapan pembahasan RUU ini. Dia menilai Indonesia sudah saatnya memiliki aturan khusus tentang perlindungan data pribadi. Secara umum, kata dia, materi muatan draf RUU Perlindungan Data Pribadi terdiri dari 15 bab dan 72 pasal terkait hak dan perlindungan data pribadi yang sifatnya personal dan privat.  

 

Menurut Johnny, terdapat dua hal dalam RUU ini yang menjadi perhatian. Pertama, data umum pribadi. Kedua, data spesifik pribadi. Namun di dalamnya terdapat tiga faktor yang menjadi perhatian utama pemerintah. Pertama, berkaitan data sovereignty alias kedaulatan data, sekaligus keamanan negara. Kedua, perlindungan terhadap pemilik data dalam rangka menyampaikan dan memperbaharui serta menyempurnakan maupun menghapus data.

 

Right to be forgotten dan right to be raised, untuk dihapus,” kata dia.

 

Ketiga, terkait data users, pengguna datanya sendiri. Mulai bagaimana data yang diterima berstatus akurat, tervalidasi, dan saat dibutuhkan tersedia. Dalam praktiknya, terdapat faktor krusial yakni pergerakan data. Menurut Jhonny, perlu diatur tentang bagaimana hak pemilik data untuk membolehkan data dapat bergerak.

 

“Kalau pergerakan masih dalam negeri, masih dalam wilayah yuridksi nasional. Tetapi kalau cross border data flow, maka ini berurusan dengan negara lain. Di situ perlu juga diatur bagaimana agar data pribadi kita tidak tersebar begitu saja tanpa concern dari pemilik data,” katanya.

 

Partisipasi publik

Lebih lanjut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasional Demokrat itu berpandangan, dalam draf RUU pun mengatur sanksi agar penggunaan data yang tidak sesuai aturan dapat diganjar hukuman. Dia berjanji pembahasan bakal melibatkan partisipasi publik. “Kita harapkan partisipasi publik yang kuat. Nantinya, pemerintah bersama DPR bakal melakukan komunikasi publik berupa penjelasan apapun pertanyaan publik bila dibutuhkan.

 

Dia menilai peran publik dalam pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi amat penting sebagaimana diatur UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Mantan anggota DPR periode 2014-2019 itu menegaskan naskah akademik dan draf RUU telah disampaikan ke DPR. Dengan begitu, semestinya tak ada informasi bias terkait draf RUU yang justru merugikan masyarakat.

 

Ia tak ingin seperti beredarnya draf omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka), padahal pemerintah belum menyerahkan draf ke DPR. “Tetapi satu hal dengan segala hormat, jangan sampai semuanya didahului oleh hoax dan disinformasi. Kita lebih baik menunggu mengacu pada proses politik di DPR dan pembahasannya pasti terbuka dan transparan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait