Tiga Catatan atas RUU Larangan Minuman Beralkohol
Utama

Tiga Catatan atas RUU Larangan Minuman Beralkohol

Pendekatan prohibitionist dinilai telah usang, berpotensi menambah over kriminalisasi terhadap masyarakat, tidak harmoni dengan KUHP dan RKUHP. DPR mengklaim RUU Larangan Minuman Beralkohol justru melindungi masyarakat dari dampak negatif, menciptakan ketertiban, dan ketentraman masyarakat dari para peminum minuman beralkohol.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

“Pemerintah pun sudah lama mengeluarkan aturan pengendalian alkohol melalui Peraturan Menteri Perdagangan Indonesia No. 25 Tahun 2019 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Minuman Beralkohol.”

Ketiga, DPR semestinya kritis terhadap usulan RUU Larangan Minol. Menurutnya, pemerintah dan DPR terlebih dahulu meriset secara mendalam terkait dengan cost – benefit analysis atas kriminalisasi seluruh tindakan yang terkait dengan produksi, distribusi, kepemilikan, dan penguasaan minuman beralkohol. Eras menilai naskah akademik RUU Larangan Minol, tidak memuat analisis mendalam, padahal berpotensi besar membebani APBN dan para pembayar pajak.

“Disebabkan, untuk seluruh tindakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan, dan pemasyarakatan yang dilakukan atas para calon tersangka, calon, terdakwa, dan calon terpidana ini.”

Sejalan tujuan negara

Terpisah, salah satu pengusul RUU Larangan Minol, Illiza Sa’aduddin Djamal mengatakan tujuan pelarangan terhadap konsumsi Minol sejalan dengan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam alinea ke-4 UUD 1945. Dia beralasan larangan Minol amanah konstitusi dan agama sebagaimana termaktub dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, dan berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

Menurutnya, RUU Larangan Minol melindungi masyarakat dari dampak negatif, menciptakan ketertiban, dan ketentraman di masyarakat dari para peminum minuman beralkohol.  Selain itu, dengan adanya RUU tersebut menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol.

Anggota Komisi X DPR ini menilai minuman beralkohol belumlah diatur secara spesifik dalam bentuk UU. Saat ini hanya diatur dalam Kitab Undang–Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan pasal yang sangat umum dan larangan tidak disebut secara tegas. Karena itu, dengan realitas yang terjadi, seharusnya pembahasan RUU minuman beralkohol dapat dilanjutkan dan disahkan demi kepentingan generasi yang akan datang.

“Diantara poin usulan, RUU ini juga menjaga asas pluralitas masyarakat, larangan mengkonsumsi minuman beralkohol dikecualikan bagi kepentingan terbatas seperti kepentingan adat, ritual keagamaan, wisata, farmasi dan tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan,” kata politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.

Untuk diketahui, sejumlah poin usulan norma larangan minuman beralkohol. Diantaranya, setiap orang yang memeluk agama Islam dan agama lainnya dilarang untuk memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual dan mengkonsumsi larangan minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional, dan minuman beralkohol campuran atau racikan yang memabukkan.

 

Dapatkan artikel bernas yang disajikan secara mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis, tanpa gangguan iklan hanya di Premium Stories. Klik di sini.

Tags:

Berita Terkait