Tiga Aspek dalam Reformasi Sistem Hukum Pidana di Indonesia
Terbaru

Tiga Aspek dalam Reformasi Sistem Hukum Pidana di Indonesia

RKUHP telah mengakomodir ruang penerapan restorative justice. Hanya saja perlu diselaraskan aturan keadilan restoratif dalam revisi hukum acara pidana.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Wakil Ketua MPR Arsul Sani saat menjadi keynote speech dalam seminar bertajuk 'Keadilan Restoratif  dalam Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia', Rabu (2/11/2022).
Wakil Ketua MPR Arsul Sani saat menjadi keynote speech dalam seminar bertajuk 'Keadilan Restoratif dalam Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia', Rabu (2/11/2022).

Pergeseran dari keadilan retributif menjadi keadilan restoratif menjadi bagian dalam reformasi sistem hukum pidana di Indonesia. Selama ini keadilan restoratif menjadi aspirasi yang banyak disuarakan berbagai kalangan masyarakat.  Setidaknya ada tiga aspek yang saling bertautan dalam mereformasi sistem hukum pidana Indonesia.

“Ada tiga apsek yang saya kira saling bertautan,” ujar Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Arsul Sani saat menjadi keynote speech dalam seminar bertajuk “Keadilan Restoratif  dalam Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia”, Rabu (2/11/2022).

Pertama, aspek keadilan restoratif terkait dengan hukum pidana materil. Menurutnya, aspek tersebut tercermin dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), serta Revisi UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dia menuturkan DPR dan pemerintah telah bersepakat bakal merampungkan dan mengesahkan RKUHP menjadi UU di penghujung tahun 2022.

Baca Juga:

Masa persidangan DPR bakal berakhir pada 17 Desember 2022, sehingga hanya tersisa 1,5 bulan ke depan membahas 14 isu krusial dalam RKUHP. “Tapi tidak berarti DPR dan pemerintah tidak melihat pasal-pasal lainnya. Namun, keadilan restoratif tidak lagi diperdebatkan dalam RKUHP. Sebab politik hukum pembentuk UU menegaskan keadilan restoratif masuk dalam RKUHP.

Kedua, persoalan keadilan restorative harus tercermin pula dalam hukum acara pidana. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) sudah masuk dalam penyusunan naskah akademik dan draf RUU. Menurut Arsul, KUHAP semestinya direvisi di periode DPR 2019-2024. Tapi Arsul menegaskan bila RKUHP data dirampungkan dan disahkan menjadi UU di penghujung 2022, maka RKUHAP dapat mulai digarap pada 2023 mendatang.

“Kalau DPR kami yakin peluang lebih luas dan teman-teman masyarakat sipil untuk menyampaikan masukan. Termasuk formulasi keadilan restoratif di bidang pidana,” ujarnya.

Ketiga, terkait dengan kelembagaan penegakan hukum. Pembentuk UU telah memberikan ruang bagi Kejaksaan dalam mengembangkan diskresi keadilan restoratif. Hal tersebut tercermin dalam UU No.11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan UU No.22 Tahun 2022 tentang pemasyarakatan.

Anggota Komisi III DPR itu berpandangan semangat penerapan konsep keadilan restoratif tertuang dalam Pasal 51C RKUHP yang mengatur tujuan pemidanaan. Pasal 51C RKUHP menyebutkan, “Pemidanaan bertujuan:..c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat Tindak Pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa aman dan damai dalam masyarakat;”. “Jadi tidak semata-mata membalas pelaku,” katanya.

Ada pula jenis pidana berupa kerja sosial. Jenis pidana tersebut memiliki semangat keadilan restoratif. Ke depan, kata politisi Partai Persatuan Pembangunan itu, masih berpeluang bagi semua kalangan untuk memperbaiki politik hukum pidana terutama dalam upaya menyerap keadilan restoratif. Termasuk materi muatan hukum pidana materi dan formil

Restorative justice dalam RKUHAP

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi berpandangan salah satu jalan mengakomodir aturan restorative justice dengan merevisi KUHAP. Menurutnya filosofi pemidanaan dari keadilan retributif menjadi keadilan restorative harus masuk dalam rancangan KUHAP. Sebab, boleh dibilang negara telah melepaskan ‘perwakilannya’ hak menuntut terhadap pelaku kejahatan dan mengedepankan hak korban.

Sementara itu, Manajer Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati berpandangan pelaksanaan keadilan restorative harus dibangun melalui sistem terutama dari aspek hukum acaranya. Tak kalah penting menjamin akuntabilitas dari keadilan restoratif. Menurutnya, restorative justice hadir karena perhatian terhadap korban minim. Nah, keadilan restoratif terkait dengan fakta dan adanya tindak pidana yang sudah pasti. Karenanya keadilan restoratif prinsipnya berbasis kesukarelaan.

“Seringkali kita sudah punya aturan di restorative justice memberi ruang diskresi bagi aparat penegak hukum. Tapi sulit untuk menguji, makanya perlu akuntabilitas, bagaimana responnya kita perlu sinkronkan. Kita perlu revisi KUHAP dan perlu komitmen yang sama,” katanya.

Tags:

Berita Terkait