Tiga Alasan Ini, Pengesahan RKUHP Mesti Ditunda
Berita

Tiga Alasan Ini, Pengesahan RKUHP Mesti Ditunda

Terutama banyak rumusan pasal baru yang disepakati Panja dan pemerintah kurang tersosialisasi dengan baik kepada publik. Sebab, selama ini pembahasannya dilakukan secara tertutup.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Pasal 264 RKUHP

“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.” 

 

Baca juga:

· Sekilas Sejarah dan Problematika Pembahasan RKUHP

· Morat-Marit Nasib RKUHP Hingga ‘Ditinggal’ 7 Guru Besar Hukum

· Tarik Ulur Delik Contempt of Court dalam RKUHP

· Ancaman Kebebasan Berekspresi Masih ‘Bercokol’ di RKUHP

· Pembentuk UU Diminta Kaji Ulang Living Law dalam RKUHP

· Delik Korupsi di RKUHP Tak Hapus UU Sektoral

 

Ketiga, pembaharuan KUHP sebagai peletak dasar bangunan sistem hukum nasional seperti tertuang dalam naskah akademik. Harapannya, kata Miko, dapat dicapai pembentukan KUHP yang lebih berorientasi pada perlindungan hak-hak warga negara. Miko menilai ancaman pidana dalam RKUHP masih tergolong, beberapa jenis tindak pidana baru, pemenjaraan masih dikedepankan ketimbang sanksi hukuman kerja sosial.

 

Karena itu, selain meminta DPR menunda pengesahan RKUHP, pihaknya meminta DPR membuka semua dokumen proses perumusan dan pembahasan RKUHP selama ini. Dengan begitu, masyarakat dapat mencermati sekaligus melakukan pengawalan lebih lanjut. Kemudian memberi masukan secara konstruktif.  

 

Peneliti Institute Criminal for Justice Reform (ICJR) Ajeng Gandini Kamilah menilai  pembahasan RKUHP di penghujung 2017 memang sempat mengendur. Padahal, ada tahapan penting untuk memastikan rumusan terkait sejumlah isu dalam RKUHP. Terlebih, hasil bacaan dari proofreader pihak pemerintah tidak terpublikasi keseluruhan ke publik.

 

Selain itu, banyak rumusan pasal baru yang disepakati Panja dan pemerintah kurang tersosialisasi dengan baik kepada publik. Dari sisi substansi, kata Ajeng, ICJR dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP masih menolak beberapa ketentuan yang mestinya tidak diatur dalam Buku II RKUHP, tetapi malah menjadi tindak pidana baru (kriminalisasi).

 

“Hasil RKUHP yang telah dibahas oleh Panja jelas akan menimbulkan gelombang kriminalisasi baru dalam KUHP Indonesia,” ujarnya beberapa waktu lalu.

 

Anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHP Arsul Sani mengatakan target Panja dan pemerintah merampungkan RKUHP hingga disahkan menjadi UU akhir masa sidang kali ini (paripurna, 13 Februari). Namun bila tidak dapat disahkan pada paripurna masa sidang kali ini, RKUHP bakal paripurnakan pada April 2018 mendatang.

 

“Setelah diketok, maka menjadi UU dan diteken presiden. Cuma harus ada instrumen dalam pemberlakuan KUHP,” katanya.

Tags:

Berita Terkait