Tiga Alasan ICEL Kritik RPP Limbah B3
Berita

Tiga Alasan ICEL Kritik RPP Limbah B3

UU PPLH tegas melarang pembuangan limbah B3 ke media lingkungan.

MYS
Bacaan 2 Menit
Tiga Alasan ICEL Kritik RPP Limbah B3
Hukumonline
Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mengkritik sebagian materi RPP Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Bahkan saat konsultasi publik RPP ini di Jakarta, Kamis pekan lalu, ICEL termasuk yang bersuara keras menentang sebagian materi RPP. Di mata ICEL, RPP ini tidak berpihak pada perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Henry Subagiyo, Direktur Eksekutif lembaga pemerhati dan advokasi lingkungan hidup ini, malah tegas menyebut RPP bertentangan dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Setidaknya ada tiga alasan yang dikemukakan Henry.

Pertama, RPP mengizinkan pembuangan limbah B3 ke media lingkungan. Ketentuan ini, kata Henry, jelas-jelas menabrak larangan dalam UU PPLH. Pasal 60 UU PPLH menyebutkan setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin. RPP ini mengatur izin, bahkan membagi izin ke daerah. “KLH salah menafsirkan Pasal 60 dan 61 UU PPLH yang dianggap sebagai dasar bagi ketentuan pembuangan limbah B3,” kata Henri.

Dijelaskan Henri, Pasal 60 dan 61 UU PPLH adalah ketentuan untuk dumping limbah, bukan limbah B3. UU PPLH secara tegas membedakan kedua istilah dan pengaturan antara limbah dan limbah B3. Ini bisa dilihat pada ketentuan umum dan Pasal 69 ayat (1) huruf f yang jelas melarang pembuangan limbah B3 ke media lingkungan. Pasal 69 ini menegaskan setiap orang dilarang membuang B3 dan B3 ke media lingkungan lingkungan. “Karena itu, Bab X tentang Dumping Limbah B3 RPP jelas-jelas bertentangan dengan UU PPLH,” tegasnya.

Kedua, kewenangan pemberian izin bagi pemerintah daerah memberikan resiko cukup besar bagi lingkungan dan kesehatan. Pemerintah tidak belajar atas kewenangan pemberian izin-izin yang berdampak pada lingkungan dan SDA. “Sejak diberikannya kewenangan izin pada pemerintah daerah ternyata justru memicu kerusakan yang luar biasa. Persoalannya cukup kompleks, mulai dari mindset pemerintah daerah dalam memandang izin sebagai pemasukan hingga kapasitas teknis yang dimilikinya,” ucapnya.

Henri juga mengingatkan, bahwa UU PPLH jelas-jelas memberikan mandat kepada pemerintah pusat untuk mengurus soal limbah B3. “KLH atau pemerintah pusat jangan cuci tangan dalam hal ini,” ucap Henri.

Ketiga, persyaratan izin yang diatur dalam RPP Limbah B3, sangat longgar. “Bagaimana kita bisa mencapai tujuan dari RPP ini untuk melindungi kesehatan dan lingkungan hidup, jika ketentuannya sangat longgar. Tidak ada analisa resiko lingkungan yang dimandatkan dalam RPP LH ini untuk persyaratan pemberian izin,” tambahnya.

Padahal analisis resiko telah tegas dimandatkan UU PPLH untuk kegiatan yang berdampak penting. “Analisis resiko berhubungan dengan kewajiban kita untuk mengkaji persoalan terkait dengan resiko suatu usaha/kegiatan, bagaimana mengelola resiko tersebut, dan bagaimana mengkomunikasikan potensi resiko tersebut kepada pihak yang berpotensial terkena dampak,” paparnya.
Tags:

Berita Terkait